Kuntulan
Kuntulan adalah tari tradisional masyarakat Banyuwangi yang dipadukan dengan budaya Timur Tengah. Alat musik yang digunakan adalah rebana dan kluncing dengan lagu pengiring menggunakan Bahasa Osing. Jumah penari dalam Kuntulan sebanyak 6 orang perempuan berusia lima hingga dua belas tahun. Bagian atas pakaian penari berwarna kuning dengan hiasan bungan pada penutup kepala serta kaus tangan. Sedangkan bagian bawah mengenakan kaus kaki. Wajah penari juga dihias dengan kosmetik.[1] Gerakan dalam Kuntulan terbagi menjadi empat yaitu langkah satu-satu, langkah berjalan sambil berputar, lompat ke kanan dan ke kiri, serta gerakan hormat.[2]
Sejarah
suntingKuntulan dikembangkan dan disebarluaskan oleh Syekh Maulana Ishak pada masa dakwah Islam di wilayah Kerajaan Blambangan. Penyebarluasan Kuntulan kemudian berhenti setelah ia diusir oleh para penguasa kerajaan. Kuntulan kemudian berkembang pada masa kekuasaan Kesultanan Mataram di wilayah Blambangan pada abad ke-17 Masehi diikuti dengan masyarakat Blambangan yang menerima Islam sebagai agama mereka.[3]
Penamaan
suntingPenamaan Kuntulan berasal dari nama “burung kuntul”. Warna putih pada burung ini dijadikan sebagai kostum para penari. Burung kuntul hidup berkelompok sehingga melambangkan kebersamaan dan kekeluargaan. Nama kuntulan juga merupakan gabungan dua kata dalam Bahasa Arab yaitu kuntu dan lailan yang berarti saya di waktu malam. Nama ini dimaknai sebagai kegiatan mengisi waktu luang bagi para santri.[4]
Daftar pustaka
sunting- ^ Safitri dan Hutama 2016, hlm. 83.
- ^ Safitri dan Hutama 2016, hlm. 85.
- ^ Arif dan Nisa 2018, hlm. 60.
- ^ Arif dan Nisa 2018, hlm. 58.
- Arif, M dan Nisa, J. (2018). "Komodifikasi Agama pada Kesenian Hadrah Kuntulan Banyuwangi". Sosio Didaktika. 5 (1): 54–63. ISSN 2442-9430.
- Safitri, M.A., dan Hutama, F.S. (17 Desember 2016). "Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tari Hadrah Kuntulan Banyuwangi". Seminar Nasional Pendidikan 2016. 1: 81–85. ISSN 2549-3728.