Kuk (Kristen)

palang kayu yang digunakan untuk metambatkan sepasang kerbau atau binatang lain untuk membolehkan mereka menarik beban bersama sama

Kuk adalah palang kayu dengan jepitan vertikal yang memisahkan kedua binatang penarik sehingga bersama-sama dapat menarik beban berat.[1] Kuk, di dalam Alkitab dipakai untuk menggambarkan sebuah kesukaran hidup sebuah bangsa atau ketaatan paksa.[1] Hal ini terdapat dalam Kitab Yeremia 27 ayat 2 yang mengatakan "Yeremia memakai kuk pada lehernya"[2] sebagai lambang beritanya bahwa Kerajaan Yehuda akan tunduk kepada Kerajaan Babel.[1] Selain itu juga terdapat dalam Injil Matius 11 ayat 29-30,[3] Yesus berbicara:

Withers yoke

Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.[1]

Selain kedua makna di atas, kuk dalam Alkitab dan kekristenan saat ini dimaknai sebagai ketundukkan kepada Allah.[1] Salah satunya disimbolkan dengan stola yang dipakai para imam, pendeta ketika memimpin sebuah ibadah.[4] Stola sendiri berupa kain panjang yang dipakai pada leher baju seorang imam atau pendeta, atau pengajar, agar apa yang diajarkannya sesuai dengan kehendak Tuhan. Tradisi ini muncul di Gereja Timur mulai abad ke-4.[4]

Etimologi

sunting

Kata "kuk", sebagaimana kata Inggris "yoke", diturunkan dari kata Proto-Indo-European *yugóm ("kuk"), dari kata kerja *yeug- (menyatukan). Akar kata ini diturunkan ke sejumlah bahasa Indo-Eropa termasuk bahasa Jerman Joch, bahasa Latin iugum, bahasa Yunani Koine ζυγόν (zygon), bahasa Persia یوغ (yuğ), bahasa Sanskrit युग (yugá), bahasa Hitit 𒄿𒌑𒃷 (iúkan), bahasa Slavonik kuno иго (igo), bahasa Lithuania jungas, bahasa Irlandia kuno cuing, bahasa Armenia լուծ (luç) dan sebagainya, yang semuanya berarti "kuk".

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e (Indonesia)W.R.F. Browning., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
  2. ^ Yeremia 27:2
  3. ^ Matius 11:29–30
  4. ^ a b (Indonesia)F.D Wellem., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006