Kuda sandel

(Dialihkan dari Kuda Sumba)

Kuda sandel, atau lebih lengkap kuda Sandalwood pony, adalah kuda pacu yang dikembangbiakkan di Pulau Sumba. Konon, kuda ini memiliki moyang kuda arab yang disilangkan dengan kuda poni lokal (grading up) untuk memperbaiki sejumlah penampilannya. Nama "sandalwood" sendiri dikaitkan dengan cendana ("sandalwood") yang pada masa lampau merupakan komoditas ekspor dari Pulau Sumba dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya.

Kuda poni Sumba telah lama (foto tahun 1920-an) menjadi alat transportasi.

Menurut catatan J. de Roo pada tahun 1890, kuda telah menjadi komoditas perdagangan orang Sumba ke daerah lain di Nusantara paling tidak sejak 1840 melalui Waingapu yang kebanyakan dilakukan oleh bangsawan setempat.[1] Populasinya sempat menurun menjelang pertengahan abad ke-20 akibat meluasnya penyakit dan juga persaingan dari ternak sapi ongole Sumba. Pada masa kini, perbaikan mutu dan penampilan kuda sandel telah menjadi program nasional, dilakukan melalui program pemuliaan murni dan grading up dengan persilangan terhadap kuda "thoroughbred" asal Australia untuk kecepatan dan tenaga.[2]

Kuda sandel memiliki postur rendah bila dibandingkan kuda-kuda ras dari Australia atau Amerika. Tinggi punggung kuda antara 130–142 Cm. Banyak dipakai orang untuk kuda tarik, kuda tunggang, bahkan kuda pacu. Keistimewaannya terletak pada kaki dan kuku yang kuat dan leher besar. Ia juga memiliki daya tahan (endurance) yang istimewa. Warna rambutnya bervariasi: hitam, putih, merah, dragem, hitam maid (brownish black), bopong (krem), abu-abu (dawuk), atau juga belang (plongko).

Kuda ini sampai sekarang masih merupakan kuda yang diternakkan di Pulau Sumba dan dikirim ke pulau-pulau lain, seperti Jawa, Madura, dan Bali untuk dipergunakan sebagai kuda tarik, kuda tunggang, serta kuda pacu. Lomba pacuan kuda sandel masih bisa dinikmati di berbagai daerah di Indonesia terutama di Jawa, Madura, dan tentu saja Sumba.

Kabupaten Sumba Timur memasukkan kuda sandel pada lambang daerahnya.

Sejarah

sunting

Kuda diperkenalkan ke Jawa pada tanggal yang tidak diketahui, mereka adalah keturunan dari kuda jenis Tibet atau Mongol.[3]:39 Ada kemungkinan kuda kuno dibawa ke Indonesia oleh Dinasti Tang Cina pada abad ke-7, tercatat diberikan kepada Dja-va (Kerajaan Kalingga), Dva-ha-la, dan Dva-pa-tan (Bali). Kuda Mongolia mungkin ditangkap saat invasi Mongol ke Jawa (1293 M). Jika ini benar, kuda poni Jawa mungkin berasal dari kuda Mongolia serta kuda yang diperoleh dari daerah lain di Asia Barat seperti India dan Turkmenistan.[4]:14[5]:60[6]

Pada abad ke-14 M, Jawa menjadi peternak kuda yang penting dan pulau ini bahkan terdaftar sebagai pemasok kuda ke China.[7]:208 Pada masa Majapahit, kuantitas dan kualitas ras kuda Jawa terus meningkat. Pada tahun 1513 M Tomé Pires memuji kuda-kuda bangsawan Jawa yang dihias dengan sangat baik, dilengkapi dengan sanggurdi bertatahkan emas dan pelana berhias mewah yang "tidak ditemukan di tempat lain di dunia".[8]:174–175[9]:196–197

Kemungkinan kuda Sumbawa diperkenalkan ke pulau itu oleh orang Jawa dari Kerajaan Majapahit,[10][11] yang menaklukkan pulau itu pada abad ke-14. Sultan Bima dan Sumbawa Barat dianggap memiliki banyak kuda.[12]:56 Kuda Sumbawa dan kuda Sumba (Sandel) seharusnya berhubungan dekat dengan Kuda Mongolia.[13]:407

Galeri

sunting

Lihat juga

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Artikel tentang Kabupaten Sumba Timur dari arsip Kompas Online edisi 31 Mei 2002
  2. ^ Ministry of Agriculture Republic of Indonesia, "A National Policy for Management of Farm Domestic Animal Genetic Resources in Indonesia", 1997. p. 4
  3. ^ Boomgard, Peter (2007). "3. Horse Breeding, Long-distance Horse Trading and Royal Courts in Indonesian History, 1500–1900". Breeds of Empire: The 'Invention' of the Horse in Southern Africa and Maritime Southeast Asia, 1500–1950. 42 (NIAS studies in Asian topics). Copenhagen: NIAS. hlm. 33–50. ISBN 978-8-7769-4014-0. 
  4. ^ Groeneveldt, Willem Pieter (1876). "Notes on the Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Sources". Batavia: W. Bruining.
  5. ^ Hendricks, Bonnie L. (1995). International Encyclopedia of Horse Breeds. University of Oklahoma Press. 
  6. ^ Kentucky Horse Park. "Bali". Horse Breeds of the World. International Museum of the Horse. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 November 2010. Diakses tanggal 10 November 2010. 
  7. ^ Ptak, Roderich (1999). China's Seaborne Trade with South and Southeast Asia, 1200-1750. Ashgate. ISBN 9780860787761. 
  8. ^ Cortesão, Armando (1944). The Suma oriental of Tomé Pires : an account of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules, almanack and maps, written and drawn in the East before 1515 volume I. London: The Hakluyt Society. ISBN 9784000085052.    Artikel ini memuat teks dari sumber tersebut, yang berada dalam ranah publik.
  9. ^ Jákl, Jiří (2016-05-15). "The Loincloth, Trousers, and Horse-riders in Pre-Islamic Java: Notes on the Old Javanese Term Lañciṅan". Archipel (91): 185–202. doi:10.4000/archipel.312. ISSN 0044-8613. 
  10. ^ Excerpta Indonesica. 1996. 
  11. ^ Turner, Peter (1998). Indonesia's Eastern Islands. hlm. 181. ISBN 9780864425034. 
  12. ^ de Jong Boers, Bernice (2007). "4. The 'Arab' of the Indonesian Archipelago: The Famed Horse Breeds of Sumbawa". Breeds of Empire: The 'Invention' of the Horse in Southern Africa and Maritime Southeast Asia, 1500–1950. 42 (NIAS studies in Asian topics). Copenhagen: NIAS. hlm. 51–64. ISBN 978-8-7769-4014-0. 
  13. ^ Hendricks, Bonnie Lou (2007). International Encyclopedia of Horse Breeds (edisi ke-2nd). Norman: University of Oklahoma Press. hlm. 406–407. ISBN 978-0-8061-3884-8. OCLC 154690199. 

Pranala luar

sunting