Komedi Stambul

seni teater keliling pada masa Hindia Belanda

Komedi Stambul adalah suatu bentuk seni teater keliling berupa Pentas Gaya Istanbul, yang tercipta pada tahun 1891 untuk memenuhi hiburan bagi rakyat di Hindia Belanda (sekarang Indonesia).[1] Teater keliling ini mirip dengan apa yang ada di Eropa, seperti halnya pertunjukan sirkus. Komedi Stambul lahir di Surabaya pada 1891, yang mengadakan pertunjukan keliling di Hindia Belanda, Singapura, dan Malaya lewat jalur kereta api maupun kapal api. Pada umumnya pertunjukan meliputi Cerita 1001 Malam Arab dan cerita rakyat Eropa dan opera, termasuk hikayat India dan Persia. Sebagai selingan, antar adegan maupun pembukaan, diperdengarkan musik mars, polka, gambus, dan keroncong. Khusus musik keroncong dikenal pada waktu itu Stambul I, Stambul II, dan Stambull III.

Pertunjukan Komedi Stambul tahun 1910.

Kata "stambul" berasal dari "Istanbul", yang merujuk pada ibu kota Kekaisaran Ottoman.[2][3] Nama ini digunakan untuk mematrikan kesan eksotik dunia Timur. Awalnya, ceritanya pun mengadaptasi kisah-kisah Seribu Satu Malam. Seiring berjalannya waktu cerita pada komedi stambul juga mengambil dari cerita-cerita Eropa. Pada 1920-an, repertoar yang dipentaskan sudah lebih murni menggambarkan suasana kehidupan masyarakat bumiputra.[2]

Sejarah

sunting

Kemunculan di Surabaya (1891)

sunting

Tahun 1891, di Surabaya pernah berdiri sebuah opera Melayu dengan nama Komedi Stambul.[4] Pertunjukannya mengetengahkan ceritera-ceritera yang diambil dari hikayat 1001 malam seperti Aladin Dengan Lampu Wasiat, Ali Baba Dengan 40 Penyamoen, Penangkap Ikan Dengan Soeatoe Jin, Si Boengkoek dan lain-lain. Cerita-cerita ini juga ada yang diambil dari Eropa seperti misalnya Sneeuwitje, Doornroosje, De Schoone Slaapster in Het Bosch dan sebagainya. Sebagai pelengkap pertunjukan "Komedi Stambul" menyajikan berbagai macam lagu seperti lagu Melayu, Mars, Walsa, Polka serta lagu-lagu dansa populer lainnya. Tata busana yang dikenakan di sini serba mewah dan gemerlapan. Dekorasi berwarna-warni dengan gambar-gambar yang sesuai dengan ceritera yang dibawakan. Untuk mengisi waktu luang antara dua babak disajikan selingan berupa lelucon, nyanyian atau tableau. Dan unsur-unsurnya tampak jelas bahwa Komedi Stambul ini merupakan usaha untuk mewujudkan suatu kesenian modern di tengah-tengah kehidupan kesenian tradisional yang sudah ada dan merupakan suatu usaha memasukkan kehidupan kesenian baru ke dalam masyarakat yang telah melakukan, memiliki dan memelihara kelangsungan hidup kesenian tradisionalnya. Dan unsur unsurnya juga terlihat jelas bahwa Komedi Stambul bermaksud menarik publik dari golongan atas dan golongan yang suka pada dansa-dansi, busana-busana gemerlapan, lagu-lagu Barat modern seperti Waltz, Tango dan Polka. Dalam perkembangan kemudian, "Komedi Stambul" lebih dikenal sebagai Komedie Bangsawan.

Miss Riboet Orion (1925)

sunting

Miss Riboet atau disebut Miss Riboet Orion berdiri sejak tahun 1925, yang lebih dahulu berdiri dan sebagai pesaing kuat terhadap Rombongan Opera Dardanella, atau Rombongan Opera Union Dhalia, maupun Opera Valencia (Miss Tjitjih). Disebut Orion karena letak gedung yang sering digunakan lokasinya di awal Jalan Mangga Besar, Jakarta. Tio Tik Djien adalah suaminya yang menjadi pemilik rombongan ini, kemudian repertoar opera Komedi Stambul mulai berubah, Tio Tik Djien pandai mendekati kalangan wartawan pada masa itu dan sekaligus memiliki tangan kanan yang seorang wartawan, penulis skenario, sutradara dan juga pengarang cerita handal seperti Njoo Cheong Seng. Keahlian Njoo Cheong Seng adalah kemampuannya dalam menyederhanakan jumlah babak yang akan ditampilkan. Bahkan ia sering bereksplorasi dalam membuat repertoar baru dengan suasana yang sesuai dengan masa itu, antara lain karya-karyanya seperti Saidja, Gagak Solo, Barisan Tengkorak, Gagak Lodra, dan Panji Semirang.

Tio Tek Djin memimpin opera Miss Riboet-nya menjadi sebagai perkumpulan seni dan olahraga, sesuatu hal yang jarang-jarang terjadi pada masa itu. Ia membuat tradisi baru dalam dunia kesenian, bahwa setiap seniman musik dan teater yang ingin bergabung dalam perkumpulan seninya itu, haruslah menguasai seni, juga sekaligus olahraga sepak bola. Dalam waktu tertentu, pemain-pemain operanya harus ikut bertanding dan harus menang dalam kejuaraan sepak bola yang diselenggarakannya. raga]]. Miss Riboet sendiri juga banyak mengeluarkan rekaman piringan hitam, selain sebagai pemain tetap dalam kumpulan itu.

Dardanela (1926)

sunting

Rombongan sejenis muncul pula pada sekitar tahun 1926, bemama "Dardanella". Cerita-cerita yang dibawakan oleh rombongan ini selain gaya "Komedi Stambul" adalah cerita-cerita khas "Dardanella" seperti De Roos van Serang, Annie van Mendut, Lily van Cikampek, suatu jenis lakon yang kemudian dikenal dengan julukan Indische Roman. Dalam perkembangan "Dardanella" selanjutnya, sedikit demi sedikit rombongan ini mulai meninggalkan gaya "Komedi Stambul" dan pada akhirnya rombongan "Dardanella" tampil tanpa segala macam nyanyian sedikit pun.

Miss Tjitjih (1928) di Batavia

sunting

Mang Esek bercerita, kelompok Miss Tjitjih semula bernama Opera Valencia. Kelompok ini menyuguhkan sandiwara cerita Melayu, keliling ke mana-mana. Waktu itu mayoritas penonton orang Belanda.

Ketika sedang manggung di Jawa Barat, seorang perempuan muda bernama Tjitjih diajak bergabung. Tjitjih sangat mahir bersandiwara, menari dan bernyanyi. Sontak, Nona Tjitjih jadi primadona. Saking melambungnya nama Tjitjih, sang pemilik sampai berani mengganti nama kelompok, dari Opera Valencia menjadi Miss Tjitjih. Sejak itulah sandiwara Miss Tjitjih identik dengan tanah Pasundan.

Mang Esek: "Lama kelamaan, Valencia Opera ini yang terkenal Miss Tjitjihnya ini. Kalau umpamanya mau nonton, mau nonton Miss Tjitjih bukan Valencia Opera. Pada akhirnya digantilah nama grup itu dengan Miss Tjitjih yang diresmikan pada 1928".

Tjahaja Timoer (1942) di Batavia

sunting

Keadaan seperti ini dikembangkan terus, sampai Anjar Asmara, salah satu anggota terpenting "Dardanella" pada tahun 1942 mendirikan perkumpulan "Cahaya Timur" dan memulai tradisi menyajikan lakon atas dasar teks tertulis (script). "Cahaya Timur" inilah bentukan pertama teater modern Indonesia. Humor dan lelucon sebagai bagian dari pertunjukan telah ada lama sebelum kesenian dagelan tampil sebagai seni dan pertunjukan. Paling tidak pada tahun 1891 unsur ini telah ada dan menjadi bagian dari pertunjukan "Komedi Stambul".

Srimulat (1950) di Solo

sunting

Setelah kemerdekaan Komedi Stambul berlanjut dengan berdirinya grup Srimulat di Solo tahun 1950. Srimulat adalah kelompok lawak Indonesia yang didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo, di mana nama "Srimulat" diambil dari nama istrinya pada saat itu.

Para pemain

sunting

Para pemain terdiri atas seniman Bumiputera (Indonesia), Eropa, Arab, India, Filipina, Melayu, sebagai pemain teater, musisi, penari, maupun para penunjang pertunjukan.

Referensi

sunting
  1. ^ Matthew Isaac Cohen. The Komedi Stambul: Popular Theater in Colonial Indonesia, 1891-1903 (Ohio RIS Southeast Asia Series). Ohio University Press; annotated edition edition (April 17, 2006). ISBN 9780896802469. 
  2. ^ a b Soekiman 2014, hlm. 69–70.
  3. ^ Cohen 2006, hlm. 52.
  4. ^ The Komedi Stambul: Popular Theater in Colonial Indonesia, 1891-1903, Mathew Isaac Cohen, Ohio University Press - 2006

Daftar pustaka

sunting