Kolesistektomi adalah pengangkatan kantung empedu melalui proses bedah. Tindakan ini adalah metode yang paling lazim dilakukan untuk mengatasi gejala batu empedu apabila pengobatan melalui mulut tidak mungkin lagi dikerjakan. Pilihan-pilihan operasi melibatkan prosedur baku yang disebut kolesistektomi laparoskopik, dan sebuah prosedur invasif yang lebih tua, disebut kolesistektomi terbuka.

Kolesistektomi laparoskopik seperti terlihat melalui laparoskop
Sinar-X selama kolesistektomi laparoskopik

Bedah terbuka

sunting

Kolesistektomi terbuka tradisional adalah sebuah pembedahan besar pada abdomen (perut) di mana ahli bedah mengangkat kantung empedu dengan pengirisan kulit dan daging perut sepanjang 13 sampai 18 centimeter. Pasien biasanya harus tetap berada di rumah sakit paling singkat 2 sampai 3 hari dan beberapa pekan tambahan untuk proses pemulihan di rumah. Cara ini akan meninggalkan bekas luka irisan di sisi kanan perut.

Bedah laparoskopik

sunting

Kolesistektomi laparoskopik kini menggantikan kolesistektomi terbuka sebagai pilihan pertama atas tindakan pada batu empedu dan peradangan kantung empedu, kecuali jika terdapat kontra-indikasi terhadap pendekatan laparoskopik. Ini karena bedah terbuka memiliki risiko infeksi yang lebih besar bagi pasien.[1] Kadang-kadang, kolesistektomi laparoskopik dilanjutkan dengan kolesistektomi terbuka untuk alasan teknis atau keamanan.

Risiko prosedural dan komplikasi

sunting

Kolesistektomi laparoskopik tidak memerlukan pemotongan otot pada perut, sehingga tidak begitu sakit, cepat pulih, bekas luka relatif kecil, dan komplikasi yang relatif sedikit seperti infeksi dan pelekatan antara jaringan dan organ. Sebagian besar pasien dapat meninggalkan rumah sakit pada hari yang sama, atau keesokan harinya setelah pembedahan, dan dapat kembali kerja dalam waktu sepekan. Selain itu, beberapa ahli bedah menggunakan alat-alat yang fleksibel (lentur). Dengan menggunakan sistem bedah SPIDER, para ahli bedah dapat melakukan kolesistektomi dengan pengirisan tunggal melalui pusar pasien. Pasien bedah laparoskopik ini sering kali pulih lebih lekas daripada cara tradisional, dan meninggalkan bekas pembedahan yang hampir tidak kentara.

Biopsi

sunting

Setelah pengangkatan, kantung empedu harus dikirim ke pemeriksaan patologi untuk mengonfirmasi diagnosis dan mencari kemungkinan kanker insidental. Jika kanker ditemukan, maka pada sebagian besar kasus perlu dilakukan pembedahan ulang untuk mengangkat hati (liver) dan nodus limfa.[2]

Perkiraan hasil jangka panjang

sunting

Pada sebagian kecil populasi, dari 5% sampai 40%, dimungkinkan berkembangnya suatu kondisi yang disebut 'sindroma pasca bedah kantung empedu' (postcholecystectomy syndrome) atau disingkat PCS.[3] Gejala-gejala ini dapat berupa derita pada sistem pencernaan dan nyeri yang hebat pada perut bagian kanan atas.

Sebanyak 20 persen pasien mengalami menceret berkepanjangan. Penyebabnya tidak begitu jelas, tetapi diduga karena adanya gangguan pada sistem empedu. Sebagian besar kasus pembedahan memerlukan pemulihan selama beberapa pekan, meskipun dalam kasus yang jarang terjadi memerlukan waktu bertahun-tahun. Keadaan ini dapat dikendalikan melalui proses pengobatan.[4]

Referensi

sunting
  1. ^ Soper NJ, Stockmann PT, Dunnegan DL, Ashley SW (1992). "Laparoscopic cholecystectomy. The new 'gold standard'?". Arch Surg. 127 (8): 917–21; discussion 921–3. PMID 1386505. 
  2. ^ Kapoor VK (2001). "Incidental gallbladder cancer". Am. J. Gastroenterol. 96 (3): 627–9. doi:10.1111/j.1572-0241.2001.03597.x. PMID 11280526. 
  3. ^ "Postcholecystectomy syndrome". WebMD. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-07-02. Diakses tanggal 2007-08-25. 
  4. ^ Chronic diarrhea: A concern after gallbladder removal?, Mayo Clinic

Pranala luar

sunting