Ular-sendok Mesir

spesies ular berbisa
(Dialihkan dari Kobra mesir)

Ular-sendok Mesir (Naja haje) adalah spesies ular sendok yang endemik di Benua Afrika. Sebutannya dalam bahasa Inggris adalah Egyptian cobra atau Egyptian Asp.[2]

Ular-sendok Mesir
Naja haje Edit nilai pada Wikidata

Edit nilai pada Wikidata
Status konservasi
Risiko rendah
IUCN184071 Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found.
SpesiesNaja haje Edit nilai pada Wikidata
Linnaeus, 1758
Tata nama
Sinonim takson
  • Coluber HajeLINNAEUS 1758: 225
  • Cerastes candidusLAURENTI 1768
  • Coluber candidissimusLACÉPÈDE 1789
  • Vipera hajeDAUDIN 1803
  • Naja hajeMERREM 1820
  • Naja hajeDUMÉRIL & BIBRON 1854: 1298
  • Naja haje var. viridisPETERS 1873
  • Naja haieBOULENGER 1891: 152
  • Naja hajeSCHMIDT 1923: 126 (fide BROADLEY 1968)
  • Naja haje legionisVALVERDE 1989 (fide TRAPE et al. 2009)
  • Naja haje hajeWELCH 1994: 91
  • Naja haje hajeBROADLEY & HOWELL 1991: 24
  • Naja hajeWELCH 1994: 91
  • Naja hajeBROADLEY 1998
  • Naja (Uraeus) hajeWALLACH et al. 2009
  • Naja haje legionisLAITA 2013
  • Uraeus hajeWALLACH et al. 2014: 762
  • Naja hajeSPAWLS et al. 2018: 551 [1]
Distribusi

Edit nilai pada Wikidata

Etimologi

sunting

Nama ilmiah genusnya, Naja, diambil dari kata Sansekerta, nāgá (नाग) yang berarti "ular-sendok". Sedangkan nama spesifiknya, haje, diambil dari kata Arab, hayya (حية) yang berarti "ular".[3]

Deskripsi fisik

sunting

Ular-sendok Mesir adalah salah satu jenis ular sendok terbesar di Benua Afrika. Kepalanya dapat dibedakan dari leher. Matanya besar dengan pupil bundar. Panjang tubuhnya (termasuk ekor) berkisar antara 1 sampai 2 meter, dengan panjang tubuh maksimum kurang dari 3 meter. Warna tubuhnya bervariasi, biasanya berwarna kecokelatan, kadang-kadang dihiasi dengan bercak-bercak terang atau gelap, serta terdapat corak di bawah mata. Beberapa spesimen yang ditemukan berwarna merah tembaga atau kelabu kecokelatan. Spesimen-spesimen yang ditemukan di Maroko dan Sahara bagian barat cenderung berwarna kehitaman. Bagian bawah tubuh (ventral) umumnya berwarna putih krim, kuning kecokelatan, kelabu, biru kelabu, cokelat gelap atau kehitaman, dan terkadang disertai dengan bintik-bintik.[4]

susunan sisik (scalation) pada ular-sendok Mesir terdiri dari sisik dorsal (tubuh atas) sebanyak 19-20 di bagian tengah, sisik ventral sebanyak 191-220, perisai (sisik) anal tunggal, sisik subkaudal berpasangan sebanyak 53-65 buah, satu sisik preokular, 3 (atau 2) sisik postokular, dan 2 atau 3 sisik subokular, kemudian sisik labial (bibir) atas sebanyak 7 (sedikitnya 6 atau 8) buah (terpisah dari mata oleh sisik subokular), sisik labial bawah sebanyak 8 buah, serta sisik temporal 1+2 atau 1+3.[4]

Penyebaran dan habitat

sunting

Ular-sendok Mesir tersebar luas di Afrika bagian utara, meliputi Algeria, Burkina Faso, Kamerun, Rep. Afrika Tengah, Rep. Demokratik Kongo (Zaire), Chad, Mesir, Eritrea, Ethiopia, Guinea-Bissau, Guinea (Conarky), Kenya, Libya, Mali, Sahara barat, Mauritania, Maroko, niger, Nigeria, Senegal, Somalia, Sudan, Tanzania, Uganda, Zimbabwe, dan juga disebutkan terdapat di Yaman.[1]

Ular-sendok Mesir dapat dijumpai di berbagai habitat seperti stepa, sabana, gurun (semi-desert) dengan sedikit persediaan air dan vegetasi. Ular ini kerap ditemukan di dekat sumber air. Ular ini juga dapat ditemukan di daerah pertanian, serta di pemukiman manusia di mana ular ini sering masuk ke rumah. Ular ini berkeliaran ke perkampungan karena hewan pengerat dan unggas peliharaan. Ada juga catatan yang menyebutkan bahwa ular-sendok Mesir berenang di Laut Mediterania.[4][5]

Ekologi dan perilaku

sunting

Ular-sendok Mesir adalah ular terestrial (hidup dan berkelana di atas tanah) dan nokturnal (berkelana pada malam hari). Akan tetapi, ular ini juga terlihat sedang berjemur pada pagi hari. Ular ini menyukai tempat tinggal tetap berupa liang hewan yang terlantar, gundukan rayap, atau bebatuan. Ular ini kadang-kadang juga memasuki pemukiman manusia, terutama ketika berburu unggas peliharaan. Mereka adalah ular yang berani, sering kali berdiri tegak saat terancam. Ia dikenal dengan tampilan tudungnya yang ikonik dan dapat menyerang dengan cepat ketika diprovokasi.[6] Seperti jenis ular-sendok lainnya, ular ini akan mengangkat kepala dan mengembangkan lehernya ketika terancam, walaupun ular ini biasanya lebih memilih melarikan diri. Makanan utama ular ini adalah kodok, tetapi ular ini juga memangsa mamalia kecil, burung, telur, kadal, dan ular lain.[5][7]

Galeri

sunting

Ular-sendok Mesir adalah salah satu ular berbisa yang sangat mematikan. Racun bisanya terutama bersifat neurotoksin dan sitotoksin.[8] Bisanya berpengaruh terhadap sistem saraf, dan juga mampu mempengaruhi kerja jantung dan paru-paru, serta menyebabkan gangguan pernapasan dan kematian. Gejala yang timbul setelah digigit di antaranya rasa nyeri, sedikit pembengkakan, memar, nekrosis, dan beberapa gejala lainnya seperti sakit kepala. Tidak seperti beberapa spesies ular-sendok (spitting cobra) Afrika lainnya, ular ini tidak mampu menyemprotkan bisa.[9]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Naja haje di Reptarium.cz Reptile Database. Diakses 23 Januari 2020.
  2. ^ Schneemann, M.; R. Cathomas; S.T. Laidlaw; A.M. El Nahas; R.D.G. Theakston; D.A. Warrell (August 2004). "Life-threatening envenoming by the Saharan horned viper (Cerastes cerastes) causing micro-angiopathic haemolysis, coagulopathy and acute renal failure: clinical cases and review" (PDF). QJM: An International Journal of Medicine. 97 (11): 717–27. doi:10.1093/qjmed/hch118. PMID 15496528. Diakses tanggal 2009-09-04. Whether Cleopatra used a snake as the instrument of her suicide has been long debated. Some favour the idea that she chose C. cerastes, but its venom is sufficiently potent, rapid and reliable. A more plausible candidate is the Egyptian cobra or 'asp' (Naja haje) 
  3. ^ Wuster, Wolfgang; Wallach, Van; Broadley, Donald G. (2009). "In praise of subgenera: taxonomic status of cobras of the genus Naja Laurenti (Serpentes: Elapidae)" (PDF). Zootaxa. 2236 (1): 26–36. Diakses tanggal 14 January 2012. 
  4. ^ a b c Mastenbroek, Richard. "Captive Care of the Egyptian Cobra (Naja haje)" (PDF). Devenomized. www.devenomized.com. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 29 October 2013. Diakses tanggal 13 January 2012. 
  5. ^ a b "Naja haje - General Details, Taxonomy and Biology, Venom, Clinical Effects, Treatment, First Aid, Antivenoms". WCH Clinical Toxinology Resource. University of Adelaide. Diakses tanggal 14 January 2012. 
  6. ^ curie, Marie (2024-09-13). "Discover All Types of Desert Snakes Worldwide (With Exclusive Pictures)". SNAKES WORLD (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-09-14. 
  7. ^ Filippi, E., Petretto, M, Naja haje (Egyptian Cobra) Diet/Ophiophagy in Herpetological Review 2013; 44: 155-156
  8. ^ Joubert, FJ; Taljaard N (October 1978). "Naja haje haje (Egyptian cobra) venom. Some properties and the complete primary structure of three toxins (CM-2, CM-11 and CM-12)". European Journal of Biochemistry. 90 (2): 359–367. doi:10.1111/j.1432-1033.1978.tb12612.x. PMID 710433. 
  9. ^ Bogert, C.M. (1943) Dentitional phenomena in cobras and other elapids with notes on adaptive modifications of fangs. Bulletin of the American Museum of Natural History, 81, 285–360.

Publikasi dan pranala lain

sunting
  • Boulenger GA (1896). Catalogue of the Snakes in the British Museum (Natural History). Volume III., Containing the Colubridæ (Opisthoglyphæ and Proteroglyphæ) ... London: Trustees of the British Museum (Natural History). (Taylor and Francis, printers). xiv + 727 pp. + Plates I-XXV. ("Naia haie [sic]", pp. 374–375).
  • Linnaeus C (1758). Systema naturæ per regna tria naturæ, secundum classes, ordines, genera, species, cum characteribus, diferentiis, synonymis, locis. Tomus I. Editio Decima, Reformata. Stockholm: L. Salvius. 824 pp. (Coluber haje, new species, p. 225). (in Latin).