Klenik adalah sebuah aktivitas mistis yang meminta bantuan terhadap dukun atau roh leluhur.[1] Klenik identik dengan hal-hal mistis yang cenderung berkonotasi negatif. Kamus Besar Bahasa Indonesia versi daring[2] menempatkan klenik sebagai sebuah aktivitas perdukunan. Klenik juga dikaitkan dengan banyak hal yang tak dapat dicerna dengan akal namun dipercaya oleh banyak orang.

Sejarah

sunting

Magis atau klenik adalah bagian yang tak luput dari sifat-sifat dan karakteristik masyarakat Indonesia. Sejak era kuno, dalam banyak catatan Belanda, masyarakat Jawa sudah dikenal dengan kepercayaannya kepada hal magis, gaib, dan klenik.[3]

Melansir O'Keefe dalam teorinya, pada bukunya yang berjudul Stolen Lightning: The Social Theory of Magic, yang diterbitkan di New York pada 1982[4], menjelaskan tentang kepercayaan sosial terhadap hal-hal magis yang berkembang di masyarakat.

"Kepercayaan masyarakat dengan hal magis atau klenik, tidak hanya dapat ditemukan di zaman batu saja, bahkan di setiap zamannya, manusia akan selalu bertalian erat dengan hal-hal yang bersifat magis," tulis Daniel O'Keefe.

"Tuhan tidak hanya menciptakan alam semesta yang dihuni manusia, hewan, dan tumbuhan semata, tetapi juga menciptakan roh atau jin yang tak dapat ditangkap dengan mata telanjang," tambahnya. Inilah yang kemudian melandasi pemikiran kolektif masyarakat Indonesia akan kehadiran magis dan klenik.

Sebagai penggambaran, salah satu riset yang dilakukan oleh Ayatullah Humaeni, ia menyoroti tentang karakteristik masyarakat Indonesia yang memiliki kecenderungan pada ritual dan kekuatan magis. Ia menulisnya dalam jurnal el-Harakah pada tahun 2017. Jurnalnya berjudul Ritual, Kepercayaan Lokal, dan Identitas Budaya Masyarakat Ciomas Banten.

Kehadiran makhluk-makhluk halus juga dipercayai mereka, bahwa makhluk halus itu bisa saja mengganggu kehidupan manusia. "Warga di Ciomas, Banten memiliki kepercayaan yang masih bertahan hingga sekarang, perihal kegaiban dan hal magis. Adanya campur tangan jin dalam kehidupan nyata di masyarakat," tulisnya.

"Lebih lanjut, kepercayaan terhadap ilmu supranatural juga mendorong masyarakat untuk menggunakan ilmu-ilmu gaib dalam membantu mereka melalui masalah-masalah kehidupan," tambahnya. Melalui ritual-ritual dan formula-formula (berupa pantangan dan prosedur ritual), mereka menganggap dukun sebagai pendorong keberhasilan.

"Masyarakat adat yang masih bertahan dalam kehidupan modern, akan menyambangi dukun untuk meminta bantuan, agar dimudahkan segala urusannya, sehingga dukun akan melalukan komunikasi dengan makhluk-makhluk metafisik, menjalankan budaya supranatural," tambahnya.

Meskipun ajaran Islam telah berkembang sebagai bagian yang menentang hal bersifat syirik (menyekutukan Allah), tetapi adat dan kebudayaan yang turun-temurun dari nenek moyang, tetap tak dapat dipisahkan, sekalipun dalam kehidupan modern.

Clifford Geertz dalam catatannya, menyebut bahwa dukun telah menjadi aset bagi kehidupan masyarakat adat di Indonesia. "Ia memainkan peran penting dalam masyarakat. Ia dipercaya mengobati, menangani, dan memberi jampi agar pasiennya dapat menyelesaikan permasalahannya," tulis Geertz. Ia menulis dalam bukunya berjudul Agama Jawa[5] yang diterbitkan pada tahun 2014.

Meski telah tersedia beragam teknologi canggih dalam mengatasi dan memudahkan kebutuhan manusia, masyarakat adat yang hidup di era modern, akan tetap memilih dukun sebagai pembawa keberhasilan dalam setiap urusannya. "Jampi menjadi mantra penenang yang sangat dipercaya," tambahnya.

Lepas dari jampi, dukun juga akan memberikan jimat, sebagai pegangan pasiennya dalam urusan yang ia hadapi. "Jimat dapat berfungsi sebagai penyembuh hingga pelindung, keberhasilan, keberuntungan, kadang juga sebagai medium yang memberi kekebalan tubuh," tulis Arwani Ilyas.

Arwani Ilyas menulisnya dalam jurnal Kontemplasi, berjudul paradigma masyarakat tentang dukun (melacak peran dan posisi dalam struktur sosial politik dan ekonomi masyarakat)[6], yang dipublikasi pada tahun 2017.

"Begitu mendapatkan jampi dan jimat, seketika masyarakat akan terus berpedoman pada semua perkataan dukun," tulisnya. Faktor ini juga yang kemudian memunculkan kecenderungan klenik semakin menguat di masyarakat, jampian dukun dan jimat.

"Dalam kehidupan ekonomi, masyarakat pedagang, nelayan hingga pekerja, akan meminta bantuan kepada dukun, atau sekedar memilih jimat-jimat yang dianggap dapat membawa keberhasilan dan keberuntungan dalam mendapatkan rezeki," tambahnya.

Fenomena-fenomena tersebut, menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap magis adalah sebuah fenomena sosial yang ada, baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern di Indonesia. "Kebergantungan masyarakat kepada alam, tentunya melahirkan masyarakat yang percaya akan hal-hal magis yang lahir dari alam," pungkas Geertz.

Referensi

sunting
  1. ^ JEPARA, UNISNU. "Memaknai Tradisi Nyekar - FTK UNISNU". Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Unisnu Jepara. Diakses tanggal 2022-09-08. 
  2. ^ Klenik, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, diakses tanggal 12 Maret 2014
  3. ^ "Dukun dan Klenik dalam Kehidupan Modern Masyarakat di Indonesia - National Geographic". nationalgeographic.grid.id. Diakses tanggal 2022-09-08. 
  4. ^ "D. O'Keefe: Stolen Lightning. The Social Theory of Magic. Martin Robertson, Oxford 1982". journals.sagepub.com. Diakses tanggal 2022-09-08. 
  5. ^ "Agama Jawa: Setengah Abad Pasca-Clifford Geertz". www.researchgate.net. Diakses tanggal 2022-09-08. 
  6. ^ Ilyas, Arwani (2018-12-01). "PARADIGMA MASYARAKAT TENTANG DUKUN (Melacak Peran dan Posisi Dalam Struktur Sosial Politik dan Ekonomi Masyarakat)". Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin (dalam bahasa Inggris). 6 (2): 309–328. doi:10.21274/kontem.2018.6.2.309-328. ISSN 2580-6866.