Kitosan

senyawa kimia

Kitosan adalah suatu polisakarida berbentuk linier yang terdiri dari monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc) dan D-glukosamin (GlcN).[1] Bentukan derivatif deasetilasi dari polimer ini adalah kitin.[1] Kitin adalah jenis polisakarida terbanyak ke dua di bumi setelah selulosa dan dapat ditemukan pada eksoskeleton invertebrata dan beberapa fungi pada dinding selnya.[2] Kitosan memiliki bentuk yang unik dan memiliki manfaat yang banyak bagi pangan, agrikultur, dan medis.[1] Namun, untuk melarutkan kitosan ini cukup sulit karena kitosan dapat larut apabila dilarutkan pada asam dan viskositas yang tinggi.[1]

Kitosan
Nama
Nama lain
Poliglusam
Penanda
3DMet {{{3DMet}}}
Nomor EC
Nomor RTECS {{{value}}}
Senyawa terkait
Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada suhu dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa).
Referensi

Pemanfaatan

sunting

Salah satu pemanfaatan dari kitosan baru dapat dilihat setelah dipecah dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu: oligomer kitosan.[3] Proses pemecahan kitosan dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti radiasi suara dan hidrolisis secara kimiawi.[3] Namun, yield dari hasil pemotongan tersebut sangat rendah apabila menggunakan metode di atas karena pemotongan bersifar acak sehingga hasil bentukan oligomernya jadi tidak seragam.[3] Oleh karena itu, metode yang lebih sering digunakan adalah metode enzimatik karena enzim bekerja secara spesifik dan tentunya hasil pemotongannya juga akan seragam.[4] Contoh enzim yang sering digunakan adalah kitosanase dan beberapa selulase yang diisolasi dari fungi.[5]

Pembuatan

sunting

Metode pembuatan kitosan terdiri dari tiga langkah utama, yaitu deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Proses deproteinasi bertujuan mengurangi kadar protein dengan menggunakan larutan alkali encer dan pemanasan yang cukup. Proses demineralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kadar mineral (CaCO3) dengan menggunakan asam konsentrasi rendah untuk mendapatkan chitin, sedangkan proses deasetilasi bertujuan menghilangkan gugus asetil dari chitin melalui pemanasan dalam larutan alkali kuat dengan konsentrasi tinggi.[6] Proses deasetilasi dengan menggunakan alkali pada suhu tinggi akan menyebabkan terlepasnya gugus asetil (CH3CHO-) dari molekul chitin. Gugus amida pada chitin akan berikatan dengan gugus hidrogen yang bermuatan positif sehingga membentuk gugus amina bebas –NH2.[7] Dengan adanya gugus ini chitosan dapat mengadsorpsi ion logam dengan membentuk senyawa kompleks (khelat). Tahap dekolorisasi dapat ditambahkan agar kitosan yang dihasilkan mempunyai warna yang lebih putih.

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d (Inggris) Shahidi F, Arachchi J, Jeon YJ. 1999. Food applications of chitin and chitosans. Trends Food Sci Technol 10:37-51.
  2. ^ (Inggris) Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga. Hal. 97-105.
  3. ^ a b c (Inggris) Cheng CY, Li YK. 2000. An Aspergillus chitosanase with potential for large scale preparation of chitosan oligosaccharides. Biotechnol Appl Biochem 32:197-203.
  4. ^ (Inggris) Barrett AJ, Rawlings ND, Woessner JF.2003. The Handbook of Proteolytic Enzymes. Ed ke-2. New York: Academic Press. Hal. 56-61.
  5. ^ (Inggris) Baker, LG, Specht CA, Donlin MJ. 2007. Chitosan, the deacetylated form of chitin, is necessary for cell wall integrity in Cryptococcus neoformans". Eukaryotic Cell 6 (5):855-867.
  6. ^ Yunizal dkk, (2001), “Ekstraksi Chitosan dari Kepala Udang Putih (Penaeus merguensis)”. J. Agric. Vol. 21 (3), hal 113-117
  7. ^ Mekawati, E. Fachriyah dan D. Sumardjo.2000, “Aplikasi Chitosan Hasil tranformasi Chitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk Adsorpsi Ion Logam Timbal”. Jurnal Sains and Matematika, FMIPA Undip, Semarang, Vol. 8 (2), hal. 51-54