Ketam kenari atau ketam kelapa (Birgus latro) merupakan artropoda darat terbesar di dunia. Meskipun disebut ketam atau kepiting, hewan ini bukanlah kepiting. Ketam ini merupakan jenis umang-umang yang sangat maju dalam hal evolusi. Jadi mungkin ia lebih tepat disebut umang-umang kenari, tetapi demikian penduduk kepulauan Maluku sudah menyebutnya ketam kenari. Ketam ini dikenal karena kemampuannya mengupas buah kelapa dengan capitnya yang kuat untuk memakan isinya. Ia satu-satunya spesies dari genus Birgus.

Ketam kenari
Periode Neogen-Sekarang, 23–00 jtyl
Birgus latro Edit nilai pada Wikidata
Status konservasi
Rentan
IUCN2811 Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found.
SpesiesBirgus latro Edit nilai pada Wikidata
(Linnaeus, 1767)
Tata nama
Sinonim takson
ProtonimCancer latro Edit nilai pada Wikidata
Distribusi

Ketam kenari terdapat pada kebanyakan pantai di daerah berwarna biru

Ia juga disebut dalam bahasa Inggris "terrestrial hermit crab" (umang-umang darat) karena penggunaan kulit keong oleh umang muda; tetapi, ada juga umang darat lain yang tidak menanggalkan kulit keongnya setelah dewasa. Hewan ini - khususnya genus Coenobita yang masih berkerabat dekat - biasanya disebut "umang-umang darat"; karena dekatnya kekerabatan antara Coenobita dan Birgus maka istilah "umang-umang darat" ini biasanya mengacu pada anggota famili Coenobitidae.

Deskripsi fisik

sunting
 
Cetakan seekor ketam kenari dari Dictionnaire d'Histoire Naturelle tahun 1849.

Laporan tentang ukuran Birgus latro beragam, tetapi menurut banyak Referensi beratnya mencapai 4 kg, panjang tubuh hingga 40 cm dan bentangan kaki sekitar 200 cm[2]Templat:Verify, dan hewan jantan umumnya lebih besar daripada betina. Hal itu dipercaya mendekati batas teoretis untuk artropoda darat. Umurnya dapat mencapai 30-60 tahun (Referensi beragam).

Seperti semua dekapoda lain, tubuh ketam kenari dibagi menjadi bagian depan (kepala-dada atau sefalotoraks), dengan 10 kaki, dan abdomen (perut). Sepasang kaki terdepan mempunyai capit besar untuk mengupas kelapa, dan cakar (chelae) ini dapat mengangkat benda hingga seberat 29 kg. Dua pasang kaki berikutnya, seperti pada umang-umang lain, adalah kaki berjalan yang besar dan kuat yang memungkinkan ketam kenari memanjat pohon (sering kali kelapa) secara vertikal hingga setinggi 6 m. Pasangan kaki ke empat lebih kecil dengan cakar mirip pinset diujungnya, memungkinkan ketam muda berpegangan di dalam kulit keong atau batok kelapa untuk berlindung; hewan dewasa menggunakan pasangan kaki ini untuk berjalan dan memanjat. Pasangan kaki terakhir sangat kecil dan hanya digunakan untuk membersihkan organ pernapasannya. Kaki-kaki ini diletakkan dalam karapas, dalam rongga tempat organ pernapasannya berada. Ada beberapa perbedaan warna antara hewan di pulau yang satu dengan pulau yang lain, dari ungu muda, ungu tua hingga cokelat.

Meskipun Birgus latro adalah tipe turunan dari umang-umang, hanya yang muda yang memakai kulit keong untuk melindungi perutnya yang lunak, dan kadang-kadang hewan dewasa memakai batok kelapa yang pecah untuk melindungi perutnya. Tidak seperti umang-umang yang lain, ketam kenari dewasa tidaklah membawa kulit keong, melainkan mengeraskan perisai perut mereka dengan menumpuk kitin dan kapur. Mereka juga membengkokkan ekor mereka untuk melindunginya, seperti banyak kepiting sejati. Perut yang mengeras melindungi ketam kenari dan mengurangi kehilangan air di darat, tetapi kulit ditubuhnya harus diganti secara berkala. Pergantian kulit berlangsung selama 30 hari, selama itu tubuh hewan ini lunak dan rapuh, dan ia bersembunyi untuk berlindung

Pernapasan

sunting

Kecuali sebagai larva, ketam kenari tidak berenang bahkan spesimen kecil akan tenggelam dalam air. Mereka menggunakan organ khusus yang disebut paru-paru branchiostegal untuk bernapas. Organ ini dapat ditafsirkan sebagai tingkat perkembangan antara insang dan paru-paru, dan merupakan salah satu adaptasi paling signifikan dari ketam kenari terhadap habitatnya. Ruangan dari organ pernapasan ini terletak bagian belakang sefalotoraks. Di organ ini terdapat jaringan yang sama seperti pada insang, tetapi cocok untuk penyerapan oksigen dari udara, bukannya di air. Mereka memakai kaki terakhir yang paling kecil untuk membersihkan organ napas ini, dan untuk membasahinya dengan air laut. Organ itu memerlukan air agar berfungsi, dan ketam ini memenuhi hal ini dengan menekan kaki yang dibasahi pada jaringan spons didekatnya. Ketam kenari juga bisa meminum air laut, menggunakan cara yang sama untuk mengambil air ke mulutnya.

Selain organ pernapasan ini, ketam kenari mempunyai kumpulan insang rudimenter tambahan. Namun sewaktu insang ini kemungkinan digunakan untuk bernapas dalam air pada sejarah evolusi jenis ini, mereka tidak lagi menyediakan cukup oksigen, dan ketam yang terbenam di air akan tenggelam dalam waktu beberapa menit (laporan beragam, mungkin tergantung tingkat stres dan latihan serta konsumsi oksigen yang dihasilkan).

Penciuman

sunting

Organ berbeda lain dari ketam kenari adalah "hidung"nya. Proses penciuman bekerja sangat berbeda tergantung apakah molekul yang dibaui adalah molekul hidrofil di air atau hidrofob di udara. Seperti kebanyakan kepiting yang hidup di air, mereka mempunyai organ terspesialisasi yang disebut estetask pada antena mereka untuk menentukan baik konsentrasi maupun arah dari suatu bau. Namun, karena ketam kenari hidup di darat, estetask pada antena mereka sangat berbeda dengan estetask kepiting lain dan lebih terlihat seperti organ penciuman serangga, disebut sensilia. Sementara serangga dan ketam kenari berasal dari jalur evolusi yang berbeda, kebutuhan yang sama untuk untuk mendeteksi bau di udara membawa pada perkembangan organ yang sangat mirip, menjadikannya sebagai contoh dari evolusi konvergen. Ketam kenari juga menjentikkan antena mereka untuk memperkuat indra mereka. Mereka mempunyai indra penciuman yang bagus dan dapat mendeteksi bau yang menarik dari jarak yang jauh. Bau terutama dari daging busuk, pisang dan kelapa, sumber makanan potensial, menarik perhatian mereka.[3]

Pembiakan

sunting

Ketam kenari kawin secara berulangkali dan cepat di daratan kering pada periode dari Mei sampai September, khususnya Juli dan Agustus. Ketam jantan dan betina berkelahi satu sama lain, lalu yang jantan berbalik ke punggung betina untuk kawin. Seluruh proses perkawinan berlangsung sekitar 15 menit. Tidak lama kemudian, betina bertelur dan melekatkannya dibawah perutnya, membawa telur-telur yang telah dibuahi itu selama beberapa bulan. Bila tiba waktu telur-telur itu menetas, biasanya bulan Oktober atau November, ketam kenari betina melepaskan telur-telur tersebut ke lautan pada saat pasang naik. Seperti pada krustasea dekapoda lain, larvanya bertipe zoea. Dilaporkan bahwa semua ketam kenari melakukan hal ini pada malam yang sama dan berada di pantai pada saat yang sama.

Larva-larva itu mengapung di lautan selama 28 hari, selama itu banyak dari mereka dimakan pemangsa. Setelah itu, mereka hidup di dasar laut dan di pantai sebagai umang-umang, menggunakan cangkang siput yang kosong untuk berlindung selama 28 hari berikutnya. Pada saat ini, mereka kadang-kadang pergi ke daratan kering. Seperti umang-umang -yang lain, ia mengganti cangkang siput itu, dengan bertambah besarnya ukuran mereka. Setelah 28 hari ini, mereka meninggalkan lautan secara permanen dan kehilangan kemampuan bernapas di air. Ketam kenari muda yang tidak dapat menemukan cangkang keong yang beukuran tepat juga sering memakai potongan kelapa retak. Saat mereka tumbuh bahkan melebihi tempurung kelapa, mereka mengembangkan perut yang mengeras. Kira-kira 4 sampai 8 tahun setelah menetas, ketam kenari dewasa dan dapat berkembang biak. Masa perkembangan yang panjang itu tidak biasa ditemukan pada crustacea.

Makanan

sunting
 
Ketam kenari bervariasi warna dan ukurannya.

Makanan ketam kenari terutama terdiri dari buah, termasuk kelapa dan beringin. Namun, mereka akan memakan hampir semua yang organik, seperti daun, buah busuk, kacang-kacangan, biji-bijian, burung, telur penyu, hewan mati, dan cangkang hewan lain, yang dipercaya menyediakan kalsium.[4] Mungkin mereka juga makan hewan hidup lain yang terlalu lambat untuk lari, seperti tukik penyu yang baru menetas. Selama percobaan pemberian label, seekor ketam kenari diamati menangkap dan memakan tikus polinesia.[5] Ketam kenari sering mencoba mencuri makanan dari ketam lain dan akan menyeret makanan mereka ke tempat bersembunyi untuk makan dengan aman.

Ketam kenari memanjat pohon untuk makan kelapa atau buah, untuk menghilangkan panas atau untuk lari dari pemangsa. Adalah anggapan umum bahwa ketam kenari memotong buah kelapa dari pohonnya lalu memakannya di tanah (dari situlah nama Jerman Palmendieb, yang berarti "pencuri kelapa", dan nama Belanda Klapperdief). Tetapi menurut ahli biologi Jerman Holger Rumpf, hewan itu tidak cukup pintar untuk melakukan hal itu, melainkan ketam itu menjatuhkan buah kelapa ke tanah saat mencoba membuka buah itu di pohon.[6] Ketam kenari membuat lubang ke dalam kelapa dengan capit mereka yang kuat lalu memakan isinya; perilaku ini unik dalam dunia binatang.

Diragukan beberapa lama bahwa ketam kenari dapat membuka buah kelapa, dan pada percobaan, beberapa ekor mati dikelilingi kelapa [butuh rujukan]. Namum Thomas Hale Streets membahas perilaku itu tahun 1877 - meski saat itu ragu bahwa ketam itu memanjat pohon untuk mencapai buah kelapa.[7] Dan tahun 1980 Holger Rumpf mampu membenarkan laporan Streets, dengan mengamati dan mempelajari cara ketam itu mengupas kelapa di alam. Hewan itu mengembangkan cara khusus untuk melakukannya: jika buah kelapa masih tertutup sabut, ia akan memakai capitnya untuk merobek sabut, selalu dimulai dari sisi dengan tiga lubang perkecambahan. kumpulan tiga lubang itu ditemukan di luar buah. Begitu lubang itu terlihat, ketam akan menjepit sampai salah satu lubang itu pecah. Setelah itu, ia akan berbaik dan memakai capitnya yang lebih kecil pada kaki lainnya untuk mengeluarkan daging putih buah kelapa. Dengan cakarnya yang kuat, hewan yang lebih besar dapat memecahkan kelapa yang keras menjadi potongan kecil untuk memudahkan konsumsi.

Habitat dan penyebaran

sunting
 
Ketam kenari sedang makan

Ketam kenari tinggal di wilayah pesisir pantai, namun secara spesifik ketam kenari hidup sendiri dibawah tanah atau celah-celah bebatuan, tergantung daerah setempat. Mereka menggali tempat bersembunyi di pasir atau tanah gembur.[4] Di siang hari, ketam kenari bersembunyi, untuk berlindung dan mengurangi hilangnya air karena panas. Di tempat persembunyiannya terdapat serat sabut kelapa yang kuat nan halus, yang dipakainya sebagai alas; sabut kelapa ini dikumpulkan oleh warga lokal untuk dibuat kerajinan.[7] Saat beristirahat di liangnya, ketam kenari menutup jalan masuk dengan salah satu capitnya untuk menjaga kelembapan yang penting untuk pernapasannya. Di area dengan banyak ketam kenari, beberapa ketam juga keluar waktu siang hari, mungkin untuk mencari makan. Ketam kenari juga kadang-kadang keluar waktu siang jika keadaan lembab atau hujan, karena keadaan ini memudahkan mereka untuk bernapas. Mereka hanya ditemukan di darat, dan beberapa dapat ditemui sejauh 6 km dari lautan.

Ketam kenari hidup di areal dari samudera Hindia hingga samudera Pasifik tengah. Pulau Christmas di samudera Hindia mempunyai populasi ketam kenari terbesar dan paling lestari di dunia. Populasi samudera Hindia lain ada di Seychelles, terutama Aldabra, kepulauan Glorioso, pulau Astove, pulau Assumption dan Cosmeldo, tetapi pada pulau-pulau di tengah ketam kenari punah. Mereka juga ada di beberapa pulau di kepulauan Andaman dan Nicobar di teluk Benggala. Dalam jumlah besar, mereka juga ada di kepulauan Chagos milik Inggris, yang juga dikenal sebagai Teritori Samudera Hindia Inggris. Mereka dilindungi di pulau-pulau ini dari perburuan dan dimakan, dengan denda hingga 1500 poundsterling tiap ketam yang dikonsumsi. Di Mauritius dan Rodrigues mereka punah.[8]

Di samudera Pasifik, rentang habitatnya hanya diketahui sekadarnya. Charles Darwin masih percaya bahwa ia hanya ditemukan di "pulau karang di utara kepulauan Society."[7] Namun ketam kenari sebenarnya lebih tersebar luas, seskipun tidak berjumlah besar di tiap pulau-pulau di Pasifik tempatnya berada.[7] Populasi besar ada di kepulauan Cook, terutama pulau Pukapuka, Suwarrow, Mangala, Takutea, Mauke, Atiu, dan Palmerston. Hal ini dekat dengan rentangnya yang paling timur, seperti kepulauan Line di Kiribati, dimana ketam kenari mereka banyak di Teraina (pulau Washington) yang banyak terdapat hutan pohon kelapa.[7] dan di pulau Caroline.

Karena mereka tidak berenang saat dewasa, ketam kenari tiap waktu harus mengkoloni pulau-pulau sebagai larva, yang bisa berenang. Akan tetapi, karena jarak yang jauh antar pulau, beberapa peneliti[date maret 2008]percaya stadium larva selama 28 hari tidak cukup untuk melalui jarak tersebut dan mereka menganggap ketam kenari muda mencapai pulau lain melalui kayu terapung atau benda lain.

Penyebarannya terpisah-pisah, contohnya disekitar pulau Kalimantan, Indonesia atau Irian. Pulau-pulau ini mudah dicapai oleh ketam kenari, dan merupakan habitat yang sesuai, tetapi tidak ada populasi ketam kenari. Hal ini karena ketam kenari dikonsumsi manusia hingga punah. Namun ketam kenari juga diketahui hidup di Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi, juga di Maluku, Indonesia.

Hubungan dengan manusia

sunting

Ketam kenari ini dengan ukuran dan kekuatannya yang membuat takut memiliki tempat khusus dalam budaya kelompok masyarakat dimana terdapat ketam kenari. Ketam kenari dikagumi karena kekuatannya, dan dikatakan[butuh rujukan] bahwa orang-orang desa memakai hewan ini untuk menjaga tanaman kelapa mereka. Ketam kenari bisa menyerang manusia jika terancam. Ketam yang belum sepenuhnya dewasa, juga dijual sebagai hewan peliharaan, contohnya di Tokyo. Kandang-nya harus cukup kuat agar hewan ini tidak dapat menggunakan capitnya untuk kabur. Saat ketam kenari mencapit seseorang, jepitannya tidak hanya sakit tapi juga kuat. Thomas Hale Streets melaporkan trik berikut, yang digunakan oleh warga Mikronesa di Kepulauan Line, agar ketam kenari mengendurkan jepitannya.

Mungkin menarik mengetahui bahwa saat dilema itu terjadi, menggelitik bagian lunak di bawah tubuhnya dengan benda halus akan membuatnya melepaskan jepitannya[7]

Ketam kenari dimakan oleh penduduk Pasifik, dan dianggap makanan enak dan afrodisiak, dengan rasa yang mirip dan lobster dan kepiting. Bagian yang dihargai adalah telur pada ketam betina dan lemak di perutnya. Ketam kenari dapat dimasak seperti lobster, seperti direbus atau dikukus. Pulau-pulau yang berbeda juga mempunyai beberapa resep, contohnya ketam kenari dimasak dalam santan. Ketam kenari sendiri tidak beracun, keberadaan racun ini mungkin tergantung makanannya, dan keracunan terhadap ketam ini pernah terjadi. Dipercaya bahwa racun itu berasal dari racun tanaman, yang dapat menjelaskan mengapa beberapa hewan beracun dan yang lainnya tidak. Namun ketam kenari bukanlah produk komersial dan biasanya tidak dijual.

Anak-anak kadang-kadang bermain dengan ketam kenari dengan menaruh rumput basah di ketiak pohon kelapa yang ada ketam kenarinya. Jika hewan ini turun, ia mengira rumput itu adalah permukaan tanah, lalu ia melepaskan pegangannya dan akhirnya jatuh.

Status dan pelestarian

sunting

Menurut kriteria IUCN Red List, sekarang tidak terdapat cukup data untuk memutuskan ketam kenari sebagai spesies terancam, oleh karena itu ia sementara terdaftar sebagai DD (data deficient/data kurang), menandakan bahwa hal ini perlu diperbarui.[8] Dipercaya bahwa ia umum ditemukan pada beberapa pulau namun jarang pada pulau lainnya. Pembangunan daerah pantai pada banyak pulau mengurangi habitat ketam ini.

Ketam kenari muda rentan terhadap karnivora yang didatangkan dari luar seperti tikus dan babi, dan semut seperti semut gila kuning (Anoplolepis gracilipes). Ketam kenari dewasa mempunyai sedikit pemangsa, dan kebanyakan dimakan oleh manusia. Hewan dewasa mempunyai penglihatan yang buruk, dan mendeteksi musuh berdasarkan getaran tanah.

Secara keseluruhan, tampaknya populasi manusia yang besar berdampak negatif bagi populasi ketam kenari, dan di beberapa daerah, populasinya dilaporkan menurun karena penangkapan berlebih. Ketam kenari dilindungi dibeberapa areal, dengan ukuran minimum untuk ditangkap serta periode perkembangbiakan yang dilindungi

Catatan kaki

sunting
  1. ^ McLaughlin, Patsy A.; Komai, Tomoyuki; Lemaitre, Rafael; Rahayu, Dwi Listyo (2010). Low, Martyn E.Y.; Tan, S.H., ed. "Part I – Lithodoidea, Lomisoidea, and Paguroidea" (PDF). Zootaxa. Annotated checklist of anomuran decapod crustaceans of the world (exclusive of the Kiwaoidea and families Chirostylidae and Galatheidae of the Galatheoidea). Suppl. 23: 5–107. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-22. 
  2. ^ Naskrecki (2005): p.38
  3. ^ Stensmyr et al. (2005)
  4. ^ a b Times, I. D. N.; Zakiah, Nena. "10 Fakta Unik Ketam Kenari, Arthropoda Darat Terbesar di Dunia". IDN Times. Diakses tanggal 2021-02-28. 
  5. ^ Kessler (2005)
  6. ^ Wisuda (4 Desember 2016). "Begini Penampakan Ketam Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia". www.mongabay.co.id. Diakses tanggal 29 Desember 2022. 
  7. ^ a b c d e f Streets (1877)
  8. ^ a b Eldredge (1996)

Referensi

sunting
  • Altevogt, R. & Davis, T.A. (1975): Birgus latro: India's monstrous crab. A study and an appeal. Bulletin of the Department of Marine Sciences, University of Cochin.
  • Barnett, L.K.; Emms, C. & Clarke, D. (1999): The coconut or robber crab (Birgus latro) in the Chagos Archipelago and its captive culture at London Zoo. In: Sheppard, C.R.C. & Seaward, M.R.D. (eds): Ecology of the Chagos Archipelago: 273–284. Linnean Society Occasional Publications 2.
  • Combs, C.A.N.; Alford, A.; Boynton, M. & Henry, R.P. (1992): Behavioural regulation of haemolymph osmolarity through selective drinking in land crabs, Birgus latro and Gecarcoidea lalandii. Biological Bulletin 182(3): 416-423. PDF fulltext
  • Eldredge, L.O. (1996). Birgus latro. 2006 IUCN Red List of Threatened Species. IUCN 2006. Diakses 12 May 2006.
  • Greenaway, P. & Morris, S. (1989): Adaptations to a terrestrial existence by the robber crab Birgus latro. III. Nitrogenous excretion. Journal of Experimental Biology 143(1): 333-346. PDF fulltext
  • Greenaway, P.; Taylor, H.H. & Morris, S. (1990): Adaptations to a terrestrial existence by the robber crab Birgus latro. VI. The role of the excretory system in fluid balance. Journal of Experimental Biology 152(1): 505-519. PDF fulltext
  • Grubb, P. (1971): Ecology of terrestrial decapod crustaceans on Aldabra. Phil. Trans. Roy. Soc. Biol. Sci. 260(836): 411–416. HTML abstract and first page image
  • Held, E.E. (1963): Moulting behaviour of Birgus latro. Nature 200(4908): 799–800.DOI:10.1038/200799a0
  • Kessler, C. (2005): Observation of a coconut crab, Birgus latro (Linnaeus, 1767) predation on a Polynesian rat, Rattus exulans (Peale, 1848). Crustaceana 78(6): 761-762.DOI:10.1163/156854005774353485
  • Lavery, S.; Moritz, C. & Fielder, D.R. (1996): Indo-Pacific population structure and evolutionary history of the Coconut Crab Birgus latro. Molecular Ecology 5(4): 557–570.DOI:10.1046/j.1365-294X.1996.00125.x
  • Morris, S.; Taylor, H.H. & Greenaway, P (1991): Adaptations to a terrestrial existence in the robber crab Birgus latro L. VII. The branchial chamber and its role in urine reprocessing. Journal of Experimental Biology 161(1): 315-331. PDF fulltext
  • Naskrecki, Piotr (2005): The Smaller Majority. Belknap Press of Harvard University Press.ISBN 0-674-01915-6
  • Stensmyr, M.C.; Erland, S.; Hallberg, E.; Wallén, R.; Greenaway, P. & Hansson, B.S. (2005): Insect-Like Olfactory Adaptations in the Terrestrial Giant Robber Crab. Curr. Biol. 15(2): 116–121.DOI:10.1016/j.cub.2004.12.069 PDF fulltext
  • Streets, Thomas H. (1877): Some Account of the Natural History of the Fanning Group of Islands. Am. Nat. 11(2): 65-72. First page image
  • Taylor, H.H.; Greenaway, P. & Morris, S. (1993): Adaptations to a terrestrial existence in the robber crab Birgus latro L. VIII. Osmotic and ionic regulation on freshwater and saline drinking regimens. Journal of Experimental Biology 179(1): 93–113. PDF fulltext

Pranala luar

sunting