Kepulauan Melayu (buku)

The Malay Archipelago adalah sebuah buku yang ditulis oleh seorang naturalis berkebangsaan Inggris, Alfred Russel Wallace yang berisikan petualangan keilmuannya, selama 8 tahun penjelajahannya di bumi Nusantara (1854-1862)[butuh rujukan]. Daerah yang dikunjunginya termasuk bagian selatan dari Malay Archipelago termasuk Malaysia, Singapura, kepulauan Indonesia, yang terkenal juga dengan julukan daerah kolonial Hindia Timur serta kepulauan Papua Nugini. Judul lengkapnya adalah The Malay Archipelago: The land of the orang-utan, and the bird of paradise. A narrative of travel, with sketches of man and nature.

The Malay Archipelago: The land of the orang-utan, and the bird of paradise. A narrative of travel, with sketches of man and nature
PenulisAlfred Russel Wallace Edit nilai pada Wikidata
IlustratorThomas Baines (mul) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
Bahasabahasa Inggris Edit nilai pada Wikidata
SubjekSejarah alam Edit nilai pada Wikidata
Diterbitkan1869
PenerbitMacmillan Publishers Edit nilai pada Wikidata
Selengkapnya di Wikidata
Peta dari The Malay Archipelago yang menunjukkan bentuk fisik geografi dari kepulauan tersebut dan perjalanan dari Alfred Russel Wallace. Garis tebal berwarna hitam menandakan perjalananannya, sedangkan garis merah adalah garis pegunungan berapi.
Ilustrasi dari sebuah hewan dengan nama latin Rhacophorus nigropalmatus dari The Malay Archipelago

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan diterbitkan pada tahun 2009 oleh Komunitas Bambu dengan judul "Kepulauan Nusantara: Sebuah Kisah Perjalanan, Kajian Manusia dan Alam".

 
Alfred Russel Wallace

Kepulauan Melayu berisi kisah Alfred Russel Wallace selama menjelajah alam Indonesia. Isi dari Kepulauan Melayu memberikan pengetahuan mengenai pemahaman ekologi kawasan dengan adanya pembagian flora dan fauna Asia dan Pasifik.[1]

Perjalanan di Sumatra

sunting

Dalam Kepulauan Melayu, Wallace mencatat bahwa dirinya mengunjungi Sumatera pada November 1861 hingga Januari 1862. Ia meneliti beberapa spesies kupu-kupu selama kunjungannya di Lubuk Raman. Spesies kupu-kupu yang dicatatnya antara lain Papilio memnon, Papilio coon, Papilio (Graphium) anthiphates dan Kallima paralekta.[2]

Penggunaan bahasa Melayu

sunting
 
Wilayah dengan penutur bahasa Melayu

Di dalam Kepulauan Melayu, Alfred Russel Wallace menuliskan bahwa penduduk suku Melayu di Semenanjung Malaka memiliki bahasa tersendiri yang disebut sebagai bahasa Melayu. Cara berbicara dalam bahasa Melayu menurut Alfred Russel Wallace merupakan yang paling elegan dari negara-negara lain di seluruh dunia Timur. Karena itu, bahasa Melayu telah digunakan di seluruh Hindia Belanda pada pertengahan abad ke-19 Masehi.[3]

Perbedaan spesies burung dan mamalia di Sulawesi

sunting

Pada Bab XIV dalam Kepulauan Melayu, Alfred Russel Wallace menjelaskan bahwa terdapat perbedaan spesies burung dan mamalia di Sulawesi di bagian barat dengan di bagian timur. Perbedaan spesies ini memiliki kemiripan dengan perbedaan spesies burung dan mamalia antara Bali dan Lombok, serta perbedaan spesies burung dan mamalia antara Kalimantan dan Sulawesi.[4] Alfred Russel Wallace juga menyebutkan mengenai beragam spesies kupu-kupu di Bantimurung yang telah ia temukan. Bantimurung oleh Alfred Russel Wallace dijuluki sebagai kerajaan kupu-kupu.[5]

Penyusunan

sunting

Alfred Russel Wallace tidak menyusun Kepulauan Melayu secara kronologis. Tanggal dan tempat pada suatu peristiwa di dalam Kepulauan Melayu sering tidak disebutkan oleh Alfred Russel Wallace.[6]

Dampak

sunting
 
Papuasia (kuning keemasan)

Eksplorasi Papuasia

sunting

Setelah Kepulauan Melayu diterbitkan, para penjelajah mulai mendatangi wilayah Papuasia dan daerah pedalamannya karena keingintahuan ilmiah tentang kondisi alamnya. Kedatangan mereka meningkat seiring dengan pembukaan Terusan Suez dan pengembangan pemukiman di berbagai wilayah Australia. Kedatangan penjelajah ke Papuasia juga disebabkan oleh peningkatan perniagaan di pulau-pulau Pasifik dan peningkatan perdagangan bulu burung. Para penjelajah juga mulai berdatangan setelah Jerman berhasil menguasai kepulauan di bagian timur laut Pulau Papua, dan Inggris berhasil menguasai bagian tenggara Pulau Papua.[7]

Referensi

sunting
  1. ^ Goss, Andrew (2014). The Floracrats: State-sponsored science and the failure of the enlightenment in Indonesia [Belenggu Ilmuwan dan Pengetahuan: Dari Hindia Belanda sampai Orde Baru]. Depok: Komunitas Bambu. hlm. 1. ISBN 978-602-940-232-2. 
  2. ^ Iqbal, M., dkk. (Mei 2021). Kupu-kupu (Lepidoptera: Rhopalocera) di Sumatera (PDF). Palembang: Kelompok Pengamat Burung Spirit of South Sumatra. hlm. 1. ISBN 978-602-52617-1-8. 
  3. ^ Waraulia, A. M., dan Saputra, A. N. (November 2018). Lestari, S., dan Puspitasari, D., ed. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Umum (PDF). Madiun: Unipma Press. hlm. 6. ISBN 978-602-0725-11-6. 
  4. ^ Yudistira, Pandji (2014). Sang Pelopor: Peranan Dr. SH. Koorders dalam Sejarah Perlindungan Alam di Indonesia (PDF). Direktorat Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan. hlm. 151. ISBN 978-602-19319-0-5. 
  5. ^ Indriatmoko, Y., dkk., ed. (2007). Dari Desa ke Desa: Dinamika Gender dan Pengelolaan Kekayaan Alam (PDF). Bogor: Center for International Forestry Research. hlm. 62. ISBN 978-979-24-4686-9. 
  6. ^ Costa, J. T., dan Beccaloni, G. (November 2014). "Deepening the darkness? Alfred Russel Wallace in the Malay Archipelago". Current Biology. 24 (22): R1071. 
  7. ^ Proyek Environmental Management Development in Indonesia (Februari 2012). Kartikasari, S. N., Marshall, A. J., dan Beehler, B. M., ed. The Ecology of Papua, Part One & Part Two Seri [Ekologi Indonesia Jilid VI: Ekologi Papua] (PDF). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan Conservation International. ISBN 978-979-461-796-0. 
 
Buku Kepulauan Nusantara

Pranala luar

sunting