Kemasan makanan sekali pakai

Kemasan makanan sekali pakai terdiri dari bahan-bahan sekali pakai yang sering ditemukan di restoran makanan cepat saji, restoran makanan beli bawa pulang atau kios dan jasa boga. Bahan penyajian makanan tersebut juga ditujukan untuk piknik dan pesta. Produk penyajian makanan sekali pakai yang umum adalah tempat makan styrofoam, piring, mangkuk, cangkir, alat makan, dan tempat tatakan. Produk tersebut dapat terbuat dari sejumlah bahan yang meliputi plastik, kertas, bioresin, kayu, dan bambu.

Sebuah kemasan mentega sekali penyajian

Kemasan makanan cepat saji dan makanan beli bawa pulang melibatkan sejumlah besar bahan yang berakhir di tempat pembuangan akhir, daur ulang, penguraian atau dibuang begitu saja.[1]

Pada saat ini, terdapat timbal balik terhadap sejumlah besar sampah buangan yang dihasilkan dari kemasan makanan sekali pakai khususnya kemasan plastik dengan para konsumen dituntut beralih ke kertas dan karton.[2]

Sejarah

sunting

Pada 1908, Samuel J. Crumbine[3] petugas kesehatan di Kansas melihat seorang penderita tuberkulosis yang berbagi minuman dengan orang lain menggunakan wadah yang sama dalam sebuah kereta api. Kejadian ini membuatnya khawatir sehingga ia meluncurkan kampanye untuk melarang penggunaan alat makan dan minum secara bergantian di tempat umum. Menyadari tren ini, Lawrence Luellen dan Hugh Moore membuat cangkir kertas sekali pakai yang disebut "health cup" yang kemudian berganti nama menjadi "Dixie Cup".[4]

Setelah Perang Dunia II, bahan kemasan makanan seperti plastik dan busa polistirena mulai dikembangkan. Bahan-bahan ini memiliki sifat menahan panas dan beban yang baik, serta dapat dibentuk dengan mudah.[5] Perkembangan pesat terjadi pada 1948, ketika restauran McDonald's yang baru didirikan menutup sementara gerai-gerainya untuk melakukan perubahan menu. Pada saat itu, mereka juga berencana meninggalkan praktik mencuci piring dan alat-alat makan. Hasilnya, sekitar enam bulan kemudian, McDonald's kembali membuka gerai-gerainya dan mengganti alat-alat makan mereka menjadi alat makan sekali pakai.[6]

Sanitasi

sunting

Penggunaan kemasan sekali pakai untuk mengemas makanan dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi keracunan makanan. Dengan menggunakannya hanya sekali, produk seperti ini dapat mengurangi risiko kontaminasi makanan dan penyebaran penyakit.[7] Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat merinci kelebihan kemasan sekali pakai dalam hal sanitasi sebagai berikut: "Perusahaan makanan yang tidak memiliki fasilitas...untuk membersihkan dan menyanitasi peralatan dapur dan makan harus menyediakan peralatan dapur dan makan sekali pakai, baik untuk karyawan maupun konsumen." Peraturan tersebut juga menyatakan bahwa "dalam situasi yang memungkinkan penularan penyakit akibat penggunaan kembali peralatan, peralatan sekali pakai harus digunakan karena alasan keamanan."[8]

 
Empat ekor ikan trout pelangi yang dibungkus menggunakan kertas aluminium dan dipanggang

Kemasan makanan sekali pakai dapat dibuat dari berbagai macam bahan yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Aluminium

sunting

Alumunium digunakan sebagai bahan kertas aluminium, pembungkus, tas, wadah, dan nampan. Penggunaan aluminium dapat ditemui pada makanan beku, roti yang dipanggang, produk daging, dan lain-lain. Salah satu keunggulan alumunium ialah harganya yang murah dan awet.[9]:287

Kayu dan bambu

sunting
 
Sendok kayu sekali pakai

Peralatan sekali pakai dari kayu dan bambu mulai berkembang seiring dengan upaya pengurangan produk plastik. Beberapa alat makan tersebut ialah sendok, garpu, atau sumpit. Penggunaan alat makan sekali pakai dengan bahan seperti ini dapat memiliki dampak lingkungan yang lebih baik daripada produk plastik. Produk kayu dapat mengalami pembusukan dalam waktu beberapa bulan.[10]:5 Meskipun demikian, produk kayu dan bambu cenderung lebih mahal dan sulit didapatkan daripada produk plastik.

Kertas dan karton

sunting
 
Gelas kertas untuk air panas yang dipotong untuk menunjukkan rongga udaranya

Produk penyimpanan makanan seperti gelas, piring, mangkuk, dan produk-produk lainnya dapat dibuat menggunakan kertas dan karton. Beberapa produk kertas dilapisi menggunakan plastik atau material lainnya supaya tahan air dan lebih kuat.[11] Nampan kertas biasanya digunakan untuk menyimpan makanan seperti piza dan hamburger.

Limbah kertas, seperti koran bekas,[12] dapat didaur ulang dengan cara diberi panas dan tekanan.[13] Proses daur ulang tersebut dapat menghasilkan produk baru berupa piring, mangkuk, atau nampan.

Plastik

sunting
 
Siu mei dengan nasi dalam tempat makan styrofoam

Banyak produk kemasan makanan sekali pakai yang terbuat dari plastik atau kertas yang dilapisi plastik, contohnya gelas, piring, mangkuk, nampan, wadah makanan, dan alat makan.[14] Plastik digunakan karena sifatnya yang ringan dan dapat bertahan dalam temperatur yang tinggi maupun rendah. Busa polistirena (populer dengan sebutan styrofoam) merupakan salah satu jenis plastik yang umum digunakan dalam pengemasan makanan.[15] Polistirena nonbusa terkadang juga digunakan sebagai bahan baku piring plastik. Penggunaan plastik juga ditemui dalam bungkus plastik yang bertujuan untuk melindungi makanan dari lingkungan di sekitarnya.

Bahan lain

sunting

Beberapa produsen alat makan mulai mengembangkan produk sekali pakai dari kombinasi pati alami, serat daur ulang, air, udara, dan mineral alami. Produk komposit tersebut meliputi cangkir, piring, mangkuk, pembungkus roti lapis, wadah, dan nampan. Idealnya, produk seperti ini mudah terurai dan dapat terurai dengan mudah setelah digunakan.[16]

Salah satu bahan yang paling umum digunakan ialah asam polilaktat, atau disingkat PLA. Beberapa produk dibuat menggunakan campuran PLA dan serat pulp yang dicetak menjadi alat makan. Bahan lain yang populer digunakan ialah gamping dan serat untuk memperkuat produk.[17]

Berkurangnya peralatan tetap dan tenaga kerja dapat membuat kemasan makanan sekali pakai menjadi lebih murah dibandingkan kemasan yang dapat dipakai ulang. Penggunaan kemasan makanan sekali pakai juga mengeliminasi biaya pencucian piring dan mengurangi penggunaan energi.[18] Penghematan juga dapat dilakukan karena tidak ada biaya tambahan ketika peralatan makan rusak atau dicuri.[19]

Dampak lingkungan

sunting

Perbandingan dengan produk yang dapat dipakai berulang kali

sunting

Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat, kemasan dan wadah makanan menyumbang 24,3 persen sampah yang dibuang di pembuangan sampah padat negara tersebut pada 2010.[20] Badan tersebut juga menyatakan bahwa pengurangan sampah dapat dilakukan dengan menggunakan alat makan yang dapat digunakan kembali. Meskipun menggunakan energi dan air yang lebih banyak, alat makan seperti ini memiliki dampak lingkungan yang lebih sedikit dibandingkan kemasan sekali pakai.[21]

Jejak lingkungan

sunting

Beberapa pihak telah berusaha mengurangi jejak lingkungan akibat penggunaan kemasan makanan. Analisis siklus hidup merupakan salah satu metode untuk menentukan efek suatu sistem produk. Beberapa tindakan yang dilakukan, antara lain:

  • Pengemasan makanan yang baru dilakukan dapat mengikuti pedoman pengemasan berkelanjutan yang dibuat oleh beberapa organisasi. Tindakan ini dapat berupa daur ulang pengemasan oleh restoran yang menggunakannya.[22]
  • Produk kemasan yang digunakan oleh restoran dapat menggunakan kandungan daur ulang di dalamnya.
  • Beberapa produk kemasan didesain untuk dapat terurai, meskipun bergantung pada fasilitas penguraian yang tersedia di wilayah tersebut. Produk-produk tersebut dapat disertifikasi untuk memenuhi standar internasional, seperti ASTM International D6400, ASTM D6868, dan EN 13432.[23]
  • Beberapa kemasan sekali pakai dapat didaur ulang, meskipun dapat sering terkendala masalah kontaminasi makanan.[24]

Ilusi klaim "produk yang dapat didaur ulang"

sunting

Produk sekali pakai seringkali mencantumkan pernyataan "dapat didaur ulang" atau "mohon didaur ulang", meskipun keefektifan dan ketersedian fasilitas yang mendukung kampanye tersebut masih terbatas.[25] Sebuah pendekatan yang umum dilakukan oleh restoran-restoran ialah dengan menyediakan tempat sampah berlabel "daur ulang". Pada kenyataannya, daur ulang produk sekali pakai cukup sulit dilakukan karena melibatkan proses pembersihan secara menyeluruh.[26] Selain menjadi praktik greenwashing, pendekatan seperti ini dapat mendorong konsumen untuk membeli lebih banyak produk sekali pakai.

Beberapa ahli menilai pelarangan penuh alat makan sekali pakai sebagai satu-satunya solusi atas masalah ini. Salah satu negara yang melakukan hal ini ialah Tiongkok yang mulai melarang penggunaan kantong plastik pada akhir 2020 di kota-kota besar dan berencana melarang penggunaannya di permukiman yang lebih kecil pada 2022.[27] Hingga awal 2021, sebanyak 39 kota dan 2 provinsi di Indonesia juga telah melarang penggunaan kantong plastik di pertokoan ritel.[28]

Referensi

sunting
  1. ^ Reducing Wasted Food & Packaging: A Guide for Food Services and Restaurants (PDF), EPA-909-K-14-002, US Environmental Protection Agency, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 18 Maret 2015, diakses tanggal 2 Januari 2022 
  2. ^ Bayley, Sian (2019-01-17). "Join our call to get more water fountains installed in London". www.standard.co.uk (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-18. 
  3. ^ "Samuel J. Crumbine - Kansapedia - Kansas Historical Society". KsHS.org. Juni 2003. Diakses tanggal 3 Januari 2022. 
  4. ^ "Dixie Cup Company History". Lafayette College Libraries. Agustus 1995. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 November 2011. Diakses tanggal 18 Januari 2022. 
  5. ^ RamHormozi, H. (2019). The Anatomy of Consumerism: The Story of Excess, Greed, Self-Indulgence, Wealth Accumulation, Insurmountable Waste, and Environmental Degradation (dalam bahasa Inggris). FriesenPress. hlm. 135. ISBN 978-1-5255-4594-8. 
  6. ^ Theresa Christine, Johnson. "The History of Plastic: Is McDonalds to Blame for The Single-Use Plastic Mess We're In?". www.thedieline.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-04. 
  7. ^ "US FDA/CFSAN FDA Food Code" (PDF). FoodSafety.gov. 2005. hlm. 129. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 27 Maret 2009. Diakses tanggal 2 Januari 2022. 
  8. ^ "US FDA/CFSAN FDA Food Code" (PDF). FoodSafety.gov. 2005. hlm. 441. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 27 Maret 2009. Diakses tanggal 2 Januari 2022. 
  9. ^ Paine, Frank A. (1990-10-31). The Packaging User’s Handbook (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. ISBN 978-0-7514-0151-6. 
  10. ^ Treger, Michelle; Poon, Felix; Muhsin, Muhammad; Kwan, Jason; Banerjee, Tuhin (2010-04-06). "An Investigation Into The Use of Biodegradable Utensils at UBC: A Triple Bottom-Line Assessment". open.library.ubc.ca. doi:10.14288/1.0108193. Diakses tanggal 2022-01-04. 
  11. ^ Nechita, Petronela; Roman (Iana-Roman), Mirela (2020-06). "Review on Polysaccharides Used in Coatings for Food Packaging Papers". Coatings (dalam bahasa Inggris). 10 (6): 566. doi:10.3390/coatings10060566. 
  12. ^ Biedermann, Maurus; Grob, Koni (2010-03-01). "Is recycled newspaper suitable for food contact materials? Technical grade mineral oils from printing inks" (PDF). European Food Research and Technology (dalam bahasa Inggris). 230 (5): 785–796. doi:10.1007/s00217-010-1223-9. ISSN 1438-2385. 
  13. ^ Deshwal, Gaurav Kr; Panjagari, Narender Raju; Alam, Tanweer (2019-10-01). "An overview of paper and paper based food packaging materials: health safety and environmental concerns" (PDF). Journal of Food Science and Technology (dalam bahasa Inggris). 56 (10): 4394. doi:10.1007/s13197-019-03950-z. ISSN 0975-8402. PMC 6801293 . PMID 31686671. 
  14. ^ Sinha, Nirmal K. (2007-04-27). Handbook of Food Products Manufacturing, 2 Volume Set (dalam bahasa Inggris). John Wiley and Sons. hlm. 869. ISBN 978-0-470-04964-8. 
  15. ^ Tarlo, Susan; Cullinan, Paul; Nemery, Benoit B. (2011-06-24). Occupational and Environmental Lung Diseases: Diseases from Work, Home, Outdoor and Other Exposures (dalam bahasa Inggris). John Wiley & Sons. ISBN 978-1-119-95722-5. 
  16. ^ Barbosa, Silvia Helena; García, Maria Alejandra; Castillo, Luciana; Lopez, Olívia Valeria (2017-06-14). Starch-Based Materials in Food Packaging: Processing, Characterization and Applications (dalam bahasa Inggris). Academic Press. hlm. 112–114. ISBN 978-0-12-812257-0. 
  17. ^ Tanjung, Faisal Amri (2020-03-28). "Degradasi Bioplastik Asam Polilaktat (PLA) Secara Enzimatik". Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Medan Area. Diakses tanggal 2022-01-04. 
  18. ^ Reusable vs. Disposable Cups: University of Victoria 1994 (PDF). Seattle: Institute of Lifecycle Energy Analysis. 2002. hlm. 1–2. 
  19. ^ Smith, Andrew F. (2012). Fast Food and Junk Food: An Encyclopedia of What We Love to Eat (dalam bahasa Inggris). ABC-CLIO. hlm. 739. ISBN 978-0-313-39393-8. 
  20. ^ Municipal Solid Waste Generation, Recycling, and Disposal in the United States: Tables and Figures for 2010 (PDF). EPA. 2011. hlm. 13. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2015-04-19. Diakses tanggal 21 Januari 2022. 
  21. ^ Coelho, Patricia Megale; Corona, Blanca; ten Klooster, Roland; Worrell, Ernst (2020-05-01). "Sustainability of reusable packaging–Current situation and trends". Resources, Conservation & Recycling: X (dalam bahasa Inggris). 6: 7–8. doi:10.1016/j.rcrx.2020.100037. ISSN 2590-289X. 
  22. ^ Feber, David; Gao, Wenting; Hundertmark, Thomas; Nordigården, Daniel; Wallach, Jeremy (Juli 2021). "True packaging sustainability: Understanding the performance trade-offs | McKinsey". www.mckinsey.com. Diakses tanggal 2022-01-18. 
  23. ^ Riggs, Julia. "Certifications". BioMass Packaging | Sustainable Foodservice Packaging (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-18. 
  24. ^ Raymond J. Ehrlich (2007). "Plastics Foodservice Packaging Group : Economic Realities of Recycling". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-11. Diakses tanggal 18 Januari 2022. 
  25. ^ Ehrlich, Paul R. (2014-09-30). "Environmental Ineffectiveness". MAHB (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-18. 
  26. ^ Butler, Kiera (2011-02-21). "How Clean Must Food Containers Be Before Recycling?". Mother Jones (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-04. 
  27. ^ "Single-use plastic: China to ban bags and other items". BBC News. 20 Januari 2020. Diakses tanggal 18 Januari 2022. 
  28. ^ Liputan6.com (2021-01-11). Deny, Septian, ed. "41 Daerah Sudah Terapkan Larangan Penggunaan Kantong Plastik". Liputan6.com. Diakses tanggal 2022-01-04.