Keluarga Han dari Lasem

Keluarga Han dari Lasem (juga disebut sebagai keluarga Han dari Jawa Timur atau Surabaya) dulu adalah sebuah keluarga 'Cabang Atas' yang eksis di Hindia Belanda (kini Indonesia).[1][2][3][4] Keluarga ini mulai menonjol di Hindia Belanda pada abad ke-18 melalui aliansi dengan VOC.[1] Awalnya berasal dari Lasem di Jawa Tengah, keluarga ini memainkan peran penting dalam mengkonsolidasi kekuasaan Belanda di Jawa Timur. Sejumlah anggota dari keluarga ini kemudian juga menjadi Kapitan Cina dan priyayi di birokrasi Hindia Belanda.[1][2]

Keluarga Han dari Lasem
Cabang Atas
Han Bwee Kong, Kapitan Cina Surabaya (1727–1778)
NegaraHindia Belanda
Indonesia
Tempat asalKekaisaran Qing
PendiriHan Siong Kong (1673-1743)
Gelar

Pendirian dan sejarah keluarga

sunting

Keluarga ini diturunkan dari Han Siong Kong (1673-1743), yang bermigrasi ke Lasem dari Zhangzhou, Fujian, Kekaisaran Qing; dan dari mandarin Tiongkok pada abad ke-12, Han Hong.[1] Leluhur pertama yang tercatat dari keluarga ini, komandan militer pada abad ke-7, Han Zhaode, adalah jenderal di pasukan Chen Yuan Guang (657–711) yang menaklukkan Fujian untuk dinasti Tang.[1]

 
Rumah Han Chan Piet, Mayor Cina (1759 – 1827)

Dua anak Han Siong Kong, melalui pernikahannya dengan anak dari bupati Rajegwesi menurut J. Hageman, memainkan peran penting dalam mengkonsolidasi kekuasaan Belanda di Jawa Timur pada abad ke-18.[5] Anak pertama Han, Soero Pernollo (1720 – 1776), berpindah ke agama Islam, dan bekerja di VOC sebagai kepala polisi, kepala pelabuhan Surabaya, dan birokrat.[1] Sementara anak keduanya, Han Bwee Kong (1727 – 1778), tercatat menjadi Kapitan Cina pertama di Hindia Belanda, yakni untuk Surabaya.[1]

Keluarga ini mencapai puncak kejayaannya pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, terutama saat jeda kekuasaan.[1] Bersekutu dengan Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Napoleonik Hindia Belanda, cucu Han Siong Kong menguasai sebagian dari Tapal Kuda sebagai tuan tanah, pejabat Cina, dan bupati.[1][2][5] Salah satu cucu Han, Han Chan Piet, Mayor Cina (1759 – 1827) membeli Besuki dan Panarukan pada tahun 1810, sementara adiknya, Mayor Han Kik Ko (1766–1813), kemudian juga membeli Probolinggo pada tahun yang sama.[1] Sepupu mereka dari cabang Muslim keluarga ini, yakni Adipati Soero Adinegoro (1752–1833) dan Raden Soero Adiwikromo, juga menguasai sejumlah wilayah sebagai bagian dari birokrasi Jawa.[1]

 
Keluarga Han-Kan, dipimpin oleh H. H. Kan, awal abad ke-20

Namun, pada tahun 1813, sebuah pemberontakan yang disebut sebagai 'Kepruk Cina' terjadi terhadap keluarga ini, sehingga pemerintah Hindia Belanda kemudian mengambil kembali sejumlah wilayah yang dikuasai oleh keluarga ini.[1][6] Pada tahun 1818, hampir semua anggota keluarga ini yang beragama Islam juga diberhentikan dari jabatan mereka di birokrasi Hindia Belanda.[1][6]

Walaupun begitu, keluarga ini kemudian berhasil menegakkan kembali kekuatannya, dan tetap berpengaruh sebagai tuan tanah dan administrator publik di Surabaya dan Jawa Timur hingga revolusi Indonesia (1945—1950).[1][3] Bahkan, salah satu anggota dari keluarga ini, yakni Han Tjiong Khing (1866—1933), menjadi Mayor Cina terakhir Surabaya.[1] Di luar Jawa Timur, keluarga ini juga mendirikan cabang di Batavia, Semarang, Aceh pada paruh kedua abad ke-19.[1] Politisi Hok Hoei Kan (1881—1951), anggota Volksraad dan chairman dari Chung Hwa Hui (CHH), adalah salah satu anggota dari cabang keluarga ini di Batavia.[7] Sementara sepupu jauh Kan, yakni anggota parlemen dan anggota CHH, Han Tiauw Tjong, adalah salah satu anggota dari cabang keluarga ini di Aceh.[1]

Anggota terkenal

sunting

Galeri

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Salmon, Claudine (1991). "The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th-19th Centuries)". Archipel. 41 (1): 53–87. doi:10.3406/arch.1991.2711. Diakses tanggal 15 June 2019. 
  2. ^ a b c Dobbin, Christine E. (1996). Asian Entrepreneurial Minorities: Conjoint Communities in the Making of the World-economy 1570-1940 (dalam bahasa Inggris). Taylor & Francis. ISBN 9780700704040. Diakses tanggal 15 June 2019. 
  3. ^ a b Salmon, Claudine (1997). "La communauté chinoise de Surabaya. Essai d'histoire, des origines à la crise de 1930". Archipel. 53 (1): 121–206. doi:10.3406/arch.1997.3396. Diakses tanggal 16 June 2019. 
  4. ^ Salmon, Claudine (2004). "The Han Family from the Residency of Besuki (East Java) as Reflected in a Novella by Tjoa Boe Sing (1910)". Archipel. 68 (1): 273–287. doi:10.3406/arch.2004.3837. Diakses tanggal 15 June 2019. 
  5. ^ a b Kumar, Ann (2013). Java and Modern Europe: Ambiguous Encounters (dalam bahasa Inggris). London: Routledge. ISBN 9781136790850. Diakses tanggal 15 June 2019. 
  6. ^ a b Margana, Sri (2007). Java's last frontier : the struggle for hegemony of Blambangan, c. 1763-1813 (dalam bahasa Inggris). Leiden: Leiden University. hdl:1887/12547. 
  7. ^ "Kan Han Tan". www.kanhantan.nl. Diakses tanggal 24 November 2019.