Keistimewaan bangsawan dan hak atas tanah di Cirebon

Pada masa awal Belanda masuk ke Cirebon melalui perjanjian persahabatan 1681 pejabat penghubungnya kemudian mulai menelusuri mengenai hak istimewa yang dimiliki oleh para bangsawan di Cirebon termasuk hak-hak mereka atas kepemilikan tanah.

Masa Willem de Ruijter

sunting

Willem de Ruijter merupakan seorang kapten yang menjadi pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan Cirebon (1688 - 1689)[1], berkenaan dengan hak istimewa para bangsawan Cirebon dan hak-hak mereka atas kepemilikan tanah, Willem de Ruijter kemudian berdialog dengan Tumenggung Raksanegara yang merupakan perwakilan dari Sultan Sepuh Syamsuddin Martawijaya[2] Willem de Ruijter mempertanyakan perkara perpindahan dukungan bangsawan Cirebon dari satu penguasa kepada penguasa lainnya serta hak atas kepemilikan tanah yang mereka kuasai. Tumenggung Raksanegara menjelaskan bahwa jika terjadi perpindahan dukungan bangsawan Cirebon dari satu penguasa kepada penguasa lainnya maka hak atas kepemilikan tanah yang mereka kuasai juga akan ikut berpindah administrasinya kepada penguasa baru yang mereka dukung[2]

Penjelasan yang diperoleh Willem de Ruijter dari Tumenggung Raksanegara mengenai hak istimewa para bangsawan Cirebon dan hak kepemilikan tanah mereka kemudian dikonfirmasi kebenarannya oleh para penguasa Cirebon lainnya[2]

Masa Jan Donker van der Hoff

sunting

Jan Donker van der Hoff merupakan seorang pedagang yang menjadi pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan Cirebon (1726 - 1730)[1], Jan Donker van der Hoff berusaha memodifikasi hukum berkaitan dengan hak istimewa para bangsawan Cirebon dan hak kepemilikan mereka atas tanah[2]. Dasar dari kebijakan ini adalah perkara Tubagus Banten dengan Ratu Madya yang merupakan sepupu sultan Anom, Jan Donker van der Hoff berkepentingan menjaga stabilitas hubungan antara kesultanan Banten, Batavia dan Cirebon[2].

Pada tanggal 28 Februari 1728, Jan Donker van der Hoff mengeluarkan sebuah deklarasi yang memodifikasi hukum berkenaan dengan keistimewaan bangsawan Cirebon dan hak-hak mereka atas kepemilikan tanah, ditegaskan dalam deklarasi tersebut bahwa apabila seorang bangsawan memindahkan dukungannya dari satu penguasa kepada penguasa Cirebon lainnya maka dia harus menanggalkan kepemilikan atas tanahnya sehingga kekuasaan atas tanah tersebut tetap berada dibawah kendali penguasa lamanya[2].

Referensi

sunting
  1. ^ a b Hoadley, Mason Claude. 2018. Selective Judicial Competence: The Cirebon-Priangan Legal Administration, 1680–1792. New York : Cornell University Press
  2. ^ a b c d e f Hoadley, Mason. 1977. The Javanese Royal Privilege of Sentana and Dutch Fiat. Ithaca : Cornell University