Kecelakaan KM Digoel

Kecelakaan tranportasi umum laut

KM Digoel adalah sebuah kapal motor barang milik perusahaan negara angkutan sungai danau dan penyeberangan yang tenggelam pada 8 Juli 2005 pada sekitar pukul 23.15 WIT di perairan Arafura. Kapal tersebut sedang dalam perjalanan dari Merauke ke Tanah Merah, Kabupaten Boven Digoel.

Secara resmi kapal seberat 150 ton tersebut disebut membawa 50 penumpang, namun menurut saksi mata jumlah penumpang mencapai lebih dari 200 orang. Hingga 22 Juli 2005, hanya 16 orang yang telah berhasil diselamatkan – 14 penumpang dan 2 awak kapal –, 84 orang ditemukan tewas dan 100-an penumpang belum diketahui nasibnya. Menurut Kepala Tim SAR di Merauke, sekitar 11 mil (19 km) dari Distrik Okaba, Merauke kapal dihantam ombak deras dan angin kencang hingga tenggelam di kedalaman Laut Arafura. KM Digoel ternyata terbenam di dalam lumpur sehingga tim SAR kesulitan mengubah posisinya.

Kapasitas kapal dan penumpang

sunting

Kapal buatan tahun 1995 tersebut mempunyai kapasitas untuk mengangkut 153 penumpang dan enam kendaraan roda empat. Manifes kapal hanya mencatat 15 anak buah kapal (ABK) dan 35 penumpang, tetapi ternyata ada lebih dari 200 orang di kapal tersebut saat tenggelam. Sebagian besar penumpang adalah anak-anak sekolah asal Boven Digoel dan masyarakat Boven Digoel yang ingin menggunakan waktu liburan untuk kembali ke kampung asal dan diduga tidak terdaftar di manifes penumpang kapal tersebut. Kapal barang tersebut membawa penumpang karena keterbatasan sarana angkutan ke daerah pedalaman.

Penyebab kecelakaan

sunting

Tim SAR Merauke memberikan tiga kemungkinan penyebab kecelakaan itu, yakni kelebihan muatan, ombak dan angin kencang atau kerusakan mesin. Dugaan sementara, KM Digoel tenggelam karena kelebihan muatan. Dugaan ini sesuai dengan posisi kapal tenggelam, di mana moncongnya menukik ke laut dan diperkuat dengan kenyataan bahwa di bagian depan kapal itu ada dua alat berat berupa buldoser, serta satu alat berat lain. Ada pula 600 sak semen, bahan bakar minyak, besi beton, barang kebutuhan pokok, dan barang lain. Kapal itu berbobot mati GRT 242.

Selin itu, kapal tersebut juga kekurangan fasilits untuk keadaan darurat sehingga menyulitkan penyelamatan penumpang.

Tersangka

sunting

Pada 22 Juli 2005, Kepolisian Resor Merauke menetapkan dua orang sebagai tersangka, Kepala Seksi Kelautan Adpel Merauke, Baso, dan nakhoda kapal, Johny Tahitoe, yang ikut tewas dalam kecelakaan itu.

Johny Tahitoe dinilai melakukan tiga pelanggaran, yakni tidak mempunyai surat izin berlayar, surat pemeriksaan fisik kapal dan jumlah penumpang di dalamnya, serta tidak ada surat pernyataan keberangkatan kapal.

Sumber

sunting