Katastrofisme adalah suatu gagasan bahwa Bumi pada masa lalunya telah dipengaruhi oleh berbagai kejadian bencana yang terjadi tiba-tiba, dengan cepat, dan memengaruhi seluruh bumi.

"The Great Day of His Wrath", lukisan karya John Martin, 1853

Paradigma yang dominan pada bidang geologi pada saat ini adalah uniformitarianisme (kadang kala juga disebut sebagai gradualisme), yaitu gagasan bahwa perubahan perlahan memengaruhi penampilan bumi saat ini. Pandangan ini berkeyakinan bahwa masa kini merupakan kunci dari masa lalu dan segala sesuatunya berlanjut sebagaimana ia bermula pada awalnya. Baru-baru ini, pandangan yang lebih inklusif dan terpadu mengenai kejadian geologi telah dikembangkan dan mengubah konsensus ilmiah akan penerimaan beberapa kejadian katastrofi pada masa lalu.

Doktrin

sunting

Katastrofisme merupakan sebuah doktrin yang populer pada abad ke-17 dan ke-18 Masehi. Doktrin katastrofisme menjadi awal sejarah dari ilmu geologi. Doktrin ini meliputi keyakinan bahwa pernah terjadi kemusnahan segala makhluk hidup di atas permukaan Bumi. Kemusnahan ini disebabkan oleh suatu bencana besar yang pernah terjadi di permukaan Bumi. Bencana ini disebut sebagai katastrof.[1]

Para ilmuwan yang meyakini katastrofisme mempercayai bahwa di permukaan Bumi pernah terjadi peristiwa malapetaka. Salah satu contohnya adalah peristiwa tenggelamnya daratan dalam kisah Nabi Nuh. Mereka meyakini bahwa perubahan di atas permukaan Bumi terjadi secara tiba-tiba akibat penghancuran yang berlangsung cepat. Mereka tidak mempercayai perubahan permukaan Bumi yang terjadi secara terus-menerus dan perlahan-lahan.[2]

Katastrofisme diyakini masih ada dalam ingatan masa lalu manusia. Doktrin katastrofisme mengenai bencana alam yang mengerikan telah digambarkan oleh Regweda melalui puisi. Bangsa Yunani juga memiliki catatan mengenai bencana mengerikan yang dijelaskan melalui metode ilmiah. Catatan mengenai bencana juga dicatat dalam beberapa tulisan dari penyelidik sejarah Bumi di masa lalu. Doktrin katastrofisme juga diterima oleh metode penalaran modern melalui pengamatan fosil laut. Peristiwa yang memberikan dukungan mengenainya adalah peristiwa terangkatnya bagian permukaan laut.[3]

Tokoh pendukung

sunting

Georges Cuvier

sunting
 
Georges Cuvier, salah satu tokoh pendukung katastrofisme sebagai bagian dari sejarah Bumi.

Pada tahun 1811, Georges Cuvier mempresentasikan sebuah esai berjudul Esai tentang Geografi Mineralogi di Sekitar Paris. Penulisan esai ini merupakan hasil kerja sama Cuvier dengan seorang ahli mineral bernama Alexandre Brongniart. Isinya adalah peta geologi dari lembah-lembah di Paris dan sintesis stratigrafi dalam bentuk log sedimen baru. Cuvier dan Brongniart menetapkan subdivisi dan korelasi menggunakan metode yang sama dengan yang digunakan oleh William Smith di Inggris. Metode ini didasari oleh kandungan fosil dari strata. Keduanya juga menentukan serangkaian lingkungan air tawar dan air laut secara bergantian. Presentasi ini merupakan suatu perintisan dalam merekonstruksi sejarah geologi suksesi batuan.[4]

Hasil analisis dari metode tersebut memberikan kesimpulan kepada Cuvier bahwa revolusi pernah menjadi salah satu bagian episode dalam sejarah Bumi. Revolusi inilah yang menyebabkan kepunahan dari fauna secara mendadak. Proses revolusi ini dijelaskannya pada tahun 1812 melalui sebuah tulisan. Cuvier mengawalinya dengan menyatakan bahwa pada masa lalu, kehidupan di Bumi disertai dengan peristiwa-peristiwa yang bersifat malapetaka. Makhluk hidup dengan jumlah yang tidak terhitung mengalami kepunahan karenanya. Bagian daratan yang kering mengalami bencana banjir, sedangkan makhluk hidup di perairan mengalami kemusnahaan akibat kekeringan hingga ke dasar laut. Malapetaka ini mengakibatkan seluruh makhluk hidup dan hanya meninggalkan jejak keberadaan mereka. Jejak ini sudah sangat sulit untuk dikenali. Sementara bukti peristiwa malapetaka ini tersebar di banyak tempat namun hanya dapat diketahui dengan jelas melalui catatan informasi yang ada pada batuan.[5]

Cuvier kemudian meyakini bahwa dalam sejarah Bumi pernah terjadi peristiwa kepunahan massal dalam skala global. Setelah bencana yang menyebabkan kepunahan makhluk hidup yang lama, muncul makhluk hidup baru sebagai penggantinya. Penjelasan ini kemudian dikenal sebagai katastrofisme.[6]

Perdebatan

sunting

Ahli geologi

sunting

Perdebatan mengenai katastrofisme diawali dengan perdebatan mengenai eustasi. Para pelopor dalam bidang ilmu geologi memulai perdebatan ini pada abad ke-19. Pihak yang saling bertentangan adalah para ahli geologi di Inggris dan para ahli geologi di Daratan Eropa. Sebagian besar ahli geologi di Inggris meragukan teori katastofisme. Mereka tidak mempercayai bahwa pernah terjadi peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah Bumi yang mengakibatkan kepunahan dan mempengaruhi pola sedimentasi. Sementara itu, sebagian besar ahli geologi di Daratan Eropa mendukung teori ini.[4]

Sejarawan sekuler

sunting
 
Ilustrasi air bah sebagaimana yang dituturkan dalam Kitab Kejadian. Ilustrasi ini dibuat oleh Gustave Doré. Perdebatan timbul dari para sejarawan sekuler karena mitos air bah berkaitan dengan katastrosime sebagai bagian dari sejarah. Ada sejarawan yang meyakininya sebagai bagian dari sejarah, ada yang menolaknya dan ada yang berusaha untuk menggabungkan kedua pendapat tersebut.

Katastrofisme merupakan salah satu topik perdebatan yang utama bagi sejarawan sekuler. Perdebatan ini umumnya berkaitan dengan revisi dari sudut pandang Kekristenan dan mitos air bah dalam Kitab Kejadian. Perdebatan ini dipengaruhi oleh adanya ahli geologi yang menentang katastrofisme dan ada pula yang mendukungnya dengan metode modern. Perdebatan ini melibatkan tiga pihak dengan pemikirannya masing-masing. Pihak-pihak ini tidak memiliki bias atas doktrin agama yang berpengaruh. Pihak pertama adalah sejarawan yang meyakini bahwa narasi di dalam Alkitab merupakan pengungkapan sejarah. Pihak kedua adalah sejarawan yang meyakini bahwa narasi di dalam Alkitab tidak menjelaskan tentang peristiwa sejarah. Keyakinan dari pihak kedua didasari oleh komitmen atas naturalsime. Sedangkan pihak ketiga adalah sejarawan yang menggabungkan keyakinan dari sejarawan di pihak pertama dan kedua.[7]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Noor 2012, hlm. 13.
  2. ^ Noor 2012, hlm. 4.
  3. ^ King, Clarence (1877). "Catastrophisme and Evolution". The American Naturalist. XI (8): 450. 
  4. ^ a b Simmons 2018, hlm. 20.
  5. ^ Simmons 2018, hlm. 21.
  6. ^ Eldredge, Niles (2019). "Revisiting Clarence King's "Catastrophism and Evolution" (1877)". Biological Theory. 14: 249. doi:10.1007/s13752-019-00326-6. 
  7. ^ Reed, John K. (2010). "Untangling Uniformitarianism, Level 1: A Quest for Clarity" (PDF). Answers Research Journal. 3: 37–38. 

Daftar pustaka

sunting