Karbon dioksida pada atmosfer Bumi

Karbon dioksida pada atmosfer Bumi merupakan salah satu senyawa kimia utama yang turut mendukung berlangsungnya kehidupan dari makhluk hidup di Bumi.[1] Pada atmosfer Bumi, karbon dioksida (CO2) merupakan salah satu zat utama, meskipun jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan oksigen dan nitrogen.[2] Peran utama dari karbon dioksida pada atmosfer Bumi adalah sebagai pendukung pembentukan karbohidrat pada tumbuhan melalui proses fotosintesis.[3] Namun, akibat aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi yang mengeluarkan terlalu banyak CO2, senyawa kimia ini juga meningkatkan suhu rata-rata dunia melalui efek rumah kaca dan menyebabkan pemanasan global.

Konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi sepanjang 800.000 tahun yang lalu.

Karbon dioksida pada atmosfer Bumi cenderung mengalami peningkatan konsentrasi setiap tahun. Pada awal abad ke-18 Masehi, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer Bumi meingkat secara perlahan hingga mencapai nilai rata-rata 280 ppm. Namun setelah Revolusi Industri, konsentrasi karbon dioksida meningkat secara pesat hingga mencapai nilai 417 ppm pada tahun 2020.[4] Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer Bumi dipengaruhi oleh kegiatan manusia dan pembusukan vegetasi tumbuhan. Manusia mengadakan budi daya pertanian dan membentuk industri global sehingga meningkatkan konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer Bumi. Sementara itu, kemampuan samudra sebagai penyerap karbon dan proses alam lain dalam mengurangi jumlah karbon dioksida pada atmosfer Bumi lebih lambat dibandingkan pelepasan gas karbon dioksida oleh kegiatan manusia.[5]

Pengikatan karbon dioksida dari atmosfer Bumi

sunting

Fotosintesis

sunting

Tumbuhan melakukan kegiatan fotosintesis dengan memanfaatkan bantuan dari sinar matahari. Selama fotosintesis, terjadi perubahan senyawa dari karbon dioksida menjadi karbohidrat. Sementara itu, tumbuhan juga menghasilkan oksigen yang kemudian dilepaskan ke atmosfer Bumi. Proses fotosintesis pada tumbuhan baru juga menyerap karbon dioksida yang tersimpan di dalam hutan. Penyerapan karbon dioksida juga berlaku pada hutan dengan proses pertumbuhan yang cepat.[5]

Pelarutan

sunting

Suhu rendah di wilayah kutub dapat melarutkan karbon dioksida dengan mudah. Arus termohalin yang mengandung massa air akan membawa larutan karbon dioksida ke permukaan air dengan massa yang lebih berat. Hal ini membuat karbon dioksida akan masuk ke lapisan air yang lebih dalam.[5]

Organ makhluk hidup di laut

sunting

Makhluk hidup di laut yang tinggal dekat dengan permukaan air laut memiliki kemampuan mengubah karbon dioksida menjadi jaringan dan organ yang keras, khususnya cangkang dan bagian tubuh yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon dioksida ke lapisan air yang lebih dalam.[5]

Pelapukan batuan silikat

sunting

Pelapukan batuan silikat tidak membawa karbon dioksida menuju ke penerima yang akan membawanya kembali ke atmosfer Bumi. Penyerapan karbon dioksida diubah menjadi karbonat laut selama proses pelapukan batuan silikat. Ion bikarbonat terbentuk dari reaksi pembalikan yang kemudian mengarahkannya menuju ke laut.[5]

Pelepasan karbon dioksida ke atmosfer Bumi

sunting
 
Kontribusi karbon dioksida kepada perubahan iklim dibandingkan gas rumah kaca dan zat kimia lain.

Bahan bakar fosil

sunting

Bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam merupakan pelepasan CO2 antropogenik terbesar di dunia. Lebih dari 80% dari emisi karbon dioksida oleh manusia adalah dari pembakaran bahan bakar fosil, dengan sejumlahnya adalah sekitar 35 miliar ton metrik per tahun,[6] dibandingkan dengan 4 miliar ton metrik dari perubahan penggunaan lahan.[7]

Pembusukan

sunting

Karbon dioksida dapat dihasilkan oleh hasil pembusukan tubuh makhluk hidup oleh fungi dan bakteri yang berperan sebagai pengurai. Senyawa karbon dioksida berasal dari karbon yang terkandung di dalam tubuh makhluk hidup yang mengalami kematian. Pembentukan karbon dioksida ini hanya terjadi pada lingkungan yang dikelilingi oleh oksigen. Sementara itu, lingkungan tanpa oksigen hanya akan menghasilkan metana.[5]

Respirasi

sunting

Respirasi pada makhluk hidup mampu menghasilkan karbon dioksida yang kemudia terlepas ke atmosfer Bumi. Keluarnya karbon dioksida dari sistem pernapasan merupakan hasil dari reaksi eksotermik. Pada molekul organik, penguraian glukosa juga menghasilkan karbon dioksida yang terbawa bersama air.[5]

Produksi semen

sunting

Semen terbuat dari kapur, gamping atau tawas yang melalui proses pemanasan. Selama proses pemanasan, dihasilkan pula karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.[8]

Penguapan air laut

sunting

Karbon dioksida terlarut dapat kembali ke atmosfer Bumi ketika berada di permukaan laut yang lebih hangat. [8]

Letusan gunung

sunting

Ketika terjadi letusan gunung dari suatu gunung berapi, gas yang keluar dari dalam gunung mengandung uap air, karbon dioksida, dan belerang. Letusan gunung melepaskan karbon dioksida ke atmosfer Bumi dengan jumlah yang hampir sama dengan pengikatan karbon dioksida selama pelapukan batuan silikat. Keseimbangan antara letusan gunung dan pelapukan batuan silikat membuat kedua fenomena ini tidak memberikat pengaruh terhadap peningkatan jumlah karbon dioksida di atmosfer Bumi selama seratus ribu tahun.[8]

Pertumbuhan tanaman

sunting

Keberadaan karbon dioksida di atmosfer Bumi dapat membantu pertumbuhan tanaman dengan bantuan angin.[9] Angin dapat mempengaruhi laju transpirasi, laju penguapan, dan ketersediaan karbon dioksida di udara. Angin yang membawa karbon dioksida di udara pada kecepatan udara antara 0,1 hingga 0,25 m/s akan memudahkan tanaman dalam melakukan pertumbuhan.[10]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Ramadhani 2018, hlm. 11.
  2. ^ Ramadhani 2018, hlm. 4.
  3. ^ Ramadhani 2018, hlm. 5.
  4. ^ "Sejak Mei Lalu, Karbon Dioksida Capai Konsentrasi Tertinggi dalam Sejarah". Hitekno.com. 2020-07-12. Diakses tanggal 2022-04-20. 
  5. ^ a b c d e f g Afdal 2007, hlm. 30.
  6. ^ Irwan, Alexander (2022-02-24). Kustiani, Rini, ed. "Teknologi Canggih Penyerap Karbon Bernama Hutan". Tempo.co. Diakses tanggal 2022-04-20. 
  7. ^ "Global Carbon Project (GCP)". www.globalcarbonproject.org (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-08. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  8. ^ a b c Afdal 2007, hlm. 31.
  9. ^ Karyati 2019, hlm. 32.
  10. ^ Karyati 2019, hlm. 33.

Daftar pustaka

sunting