Karangjongkeng, Tonjong, Brebes
Karangjongkeng adalah desa di kecamatan Tonjong, Brebes, Jawa Tengah, Indonesia.
Karangjongkeng | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Brebes | ||||
Kecamatan | Tonjong | ||||
Kode pos | 52271 | ||||
Kode Kemendagri | 33.29.06.2003 | ||||
Luas | ... km² | ||||
Jumlah penduduk | ... jiwa | ||||
Kepadatan | ... jiwa/km² | ||||
|
Pranala luar
sunting- (Indonesia) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau tahun 2021
- (Indonesia) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan
- (Indonesia) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan
Karangjongkeng adalah sebuah Desa unik yang memiliki pakem adat, tradisi dan budaya tersendiri. Disebutkan unik karena memiliki makom (tempat suci) dan makam (kuburan) keramat yang diakui banyak penduduk tetangga Desa.
Seperti halnya kisah di daerah lain pada umumnya. Di Karangjongkeng terdapat makam Cakra Bogra dan makam Orang Belanda. Bogra adalah nama dari ahli kubur yang memiliki ilmu kedigjayaan dan ilmu kanuragan.
Disebut Digjaya karena terbukti sepeninggalannya selama beberapa tahun masih ada orang yang kunjung untuk suatu keinginan pribadi. Uniknya Cakra ini tidak berlaku untuk penduduk sekitar karena suatu alasan yang memiliki kisah tersendiri.
Ilmu Kanuragan itu sendiri dibuktikan dengan adanya makam orang Belanda. Konon orang Belanda yang meninggal di tempat itu disebabkan karena kencing sembarangan di sekitar wilayah makam Cakra Bogra. Jenazah dimakamkan persis disamping Makam Bogra karena alat kelamin orang Belanda yang membesar dan terus membesar sampai akhirnya meninggal di tempat.
Alkisah kependudukan Bogra memang nyleneh. Sebagai orang yang memiliki kelebihan, Bogra selalu memiliki alasan tersendiri untuk tidak ikut serta gotong royong ataupun kerja bakti yang dahulu sering masyarakat perlukan. Beliau selalu beralasan dengan domisili dan kependudukan.