Njahi Ratoe Kamala Sarie atau Njahi Ratoe Koemala Sarie[10] adalah permaisuri raja Banjar Sultan Adam al-Watsiq Billah.[11]Ia Kamala Sari terkenal sebagai sosok wanita yang berpengaruh pada masa kehidupannya Kesultanan Banjar. Nyai Kamala Sari semula merupakan pelayan (dayang) dan Selir janda Sultan Sulaiman (ayahanda Sultan Adam).

Nyai Ratu Kamala Sari[1]
Njahi Ratoe Koemala Sarie
Litografi kompleks keraton Banjar di Martapura pada tahun 1843
Berkuasa1825-1 November 1857
KelahiranKoemala Sarie
1766
Amuntai Kesultanan Banjar
Kematian1 November 1857[2][3]
Martapura, Banjar
Pemakaman
Pasangan
1. Sultan Sulaiman

2. Sultan Adam

Keturunan1. ♂ Pangeran Ratoe/Sulthan Moeda Abdoe Rachman (wafat 1852), anak dengan Sultan Adam[4][5][6]


2. ♂ Pangeran Ismael (wafat 1833), anak dengan Sultan Adam, Pangeran Ismail tewas terbunuh karena berkelahi dengan Pangeran Noch, disebabkan memperebutkan jabatan calon mangkubumi. [7][5]


3. ♂ Pangeran Noch / Ratoe Anom Mangkoe Boemi Kentjana (wafat 1851), anak dengan Sultan Adam[5]


4. ♀ Ratoe Aminah/Ratoe Sjarief Hoesin Darma Kasoema, anak dengan Sultan Adam[7][8]


5. ♀ Ratoe Salama/Ratoe Sjarief Kasoema Negara, anak dengan Sultan Adam[7]


6. ♀ Ratoe Didjah (Hadidjah)/Ratoe Kramat/Ratoe Sjarief Abdoellah Nata Kasoema, anak dengan Sultan Adam[7]


7. ♂ Raja Muda Pangeran Praboe Anom, anak dengan Sultan Adam[5][7][9]
WangsaDinasti Banua Lima
AyahKiai Adipati Singasari
IbuAluh Arijah
AgamaIslam Sunni

Sepeninggal Sultan Sulaiman Saidullah II tersebut, anak tirinya Sultan Adam menikahi Nyai Kamala Sari menjadikannya sebagai isteri kesayangannya. Setelah dirinya melahirkan seorang calon Putera Mahkota Pangeran Abdur Rahman sebagai pewaris Sultan Adam maka ia dilantik menjadi permaisuri kerajaan. Sebelum menjadi permaisuri, gelarnya adalah Nyai saja. Setelah menjadi permaisuri gelar Ratu ditambahkan di belakang gelar Nyai menjadi Nyai Ratu. Hal tersebut menunjukkan bahwa ia bukan berasal dari golongan keturunan raja, lain halnya jika isteri utama Sultan berasal dari golongan keturunan Raja, maka namanya secara langsung otomatis disebut Ratu saja, tanpa kata Nyai di depannya. Biasanya gelar dari isteri utama Pangeran Mahkota yang bukan berasal dari keturunan raja adalah Nyai Besar, kemudian setelah menjadi permaisuri Sultan disebut Nyai Ratu. Namun ibu Sultan Tamjidillah II yaitu Nyai Besar Aminah (sebelumnya bernama Nyai Biyar) tidak pernah disebut sebagai Nyai Ratu, karena ada penolakan dari kalangan istana terhadap dirinya, lagi pula suaminya Pangeran Mahkota Sultan Muda Abdul Rahman tidak pernah menjadi Sultan yang sesungguhnya karena lebih duluan wafat daripada ayahandanya (Sultan Adam).

Usianya lebih tua dari Sultan Adam. Sultan Adam mangkat tahun 1857 dalam usia 80 tahun. Dalam tahun 1855, usia Nyai Ratu Kamala Sari sudah mencapai 90 tahun. Sehubungan dengan wafatnya Pangeran Mahkota mendahului Sultan Adam, maka sepeninggal Sultan Adam, maka jabatan Sultan Banjar digantikan putera dari almarhum Pangeran Mahkota atau oleh cucunya. Dengan demikian ia menjadi Neneksuri bagi Sultan Banjar yang menjabat tersebut dan disebut Nyai Ratu Sepuh (Nyai Ratu yang tua). Ia pernah memimpin usaha penyeludupan garam, padahal mengusahakan memasok garam pada masa itu hanya boleh dilakukan oleh pihak Belanda.[10][12][13][4] Kiai Ngabehi Jaya Negara (Pambakal Karim).adalah ipar dari Njahi Ratoe Koemala Sarie Kamala Sari).[14] Kamala Sari) mempunyai adik bernama ♂ Nyai Ambak,Nyai Ambak adalah (adik Njahi Ratoe Koemala Sarie Kamala Sari ) menikahi RAJA PULAU LAUT Pangeran Djaija Samitra hasil perkawinannya melahirkan Pangeran Kasoema Giri (Goesti Abdoellah berputra Gusti Mulia berputra patih Gusti Ahmad Menikah dengan Putri Hj. Zubaedah binti Pangeran Arga Kasuma

Referensi

sunting
  1. ^ Wolter Robert Hoëvell (1861). Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (dalam bahasa Belanda). 52. Ter Lands-drukkerij. hlm. 69. 
  2. ^ (Belanda) (1866)Templat:Cite =book
  3. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka. ISBN 979-407-409-8. [pranala nonaktif permanen]ISBN 978-979-407-409-1
  4. ^ a b Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 9. Lange & Company. 1860. hlm. 102. 
  5. ^ a b c d (Belanda) van Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met portretten, platen en een terreinkaart. 1. D. A. Thieme. hlm. 70. 
  6. ^ http://sejarahastrologimetafisika.blogspot.co.id/2011/06/silsilah-kerajaan-banjar.html
  7. ^ a b c d e (Belanda) Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia), Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia) (1860). Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap. 9. Lange. hlm. 120. 
  8. ^ Ratu Serip (Ratu Syarif) gelar putri Sultan Banjar yang menikah dengan bangsawan Arab (Syarif/Habib)
  9. ^ (Indonesia) Rachman, M. Fadjroel (2007). Bulan jingga dalam kepala: novel. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 41. ISBN 9792228764. ISBN 978-979-22-2876-2
  10. ^ a b Willem Adriaan Rees (1867). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: nader toegelicht (dalam bahasa Belanda). Dutch East Indies: D.A. Thieme. hlm. 22. 
  11. ^ http://www.de-paula-lopes.nl/downloads/bandjermasingen40.htm
  12. ^ A. MEIJER (Jonkheer.) (1866). De Onpartijdigheid van den Schrijver van De Bandjermasinsche Krijg (van 1859 tot 1863 ... W. A. van Rees). (dalam bahasa Belanda). De Veij Mestdagh. hlm. 21. 
  13. ^ (Belanda) Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. Becht. 1861. hlm. 5. 
  14. ^ http://silsilahkayutangi.blogspot.com/p/sejarah-kerajaan-banua-lima.html

Pustaka

sunting