Kalulis
Kalulis merupakan jenis perahu tradisional dari Indonesia bagian timur. Ia terutama dibangun di Kepulauan Kei, arah tenggara dari pulau Seram. Perahu ini kebanyakan digunakan untuk transportasi antarpulau, tetapi mereka tidak cocok untuk perjalanan jarak jauh antara Maluku, Sulawesi, dan Jawa.[1] Ia juga dikenal sebagai perahu kalulis, ang kalulis, kalulus, dan kulis.[2]
Deskripsi
suntingPerahu-perahu ini cukup dangkal dan lebar, dan dilengkapi dengan sistem layar tanja pada 1 atau 2 tiang,[3] mungkin di tiang tripod.[2] Ia dikemudikan menggunakan kemudi lateral ganda, dan memiliki sebuah rumah geladak.[3] Perahu-perahu ini memiliki pasak internal dan memiliki lug (kupingan) pada semua papan.[4] Di masa lalu, mereka diikat bersama-sama menggunakan serat melalui lug berukir pada interior papan, tetapi teknik ini telah menghilang di pulau Kei selama 1940-an. Panjangnya antara 4,5–14 m, dengan rasio lebar-ke-panjang bervariasi antara 1:2,33 hingga 1:3. Kedalaman rata-rata kalulis dengan panjang 5,25–7,5 m adalah 1,3 m.[5]
Sejak 1945, mereka telah dilengkapi dengan rusuk kayu (gading) dan memiliki 5-8 papan. Bahan perahu modern berbeda dari perahu lama: Tali yang awalnya terbuat dari sabut kelapa (tali utis) dan gemutu (tali nauk) digantikan dengan tali polipropilena. Layar yang terbuat dari anyaman daun sagu atau karoro (kain goni, sorat pisang dari Jawa), sekarang dibuat dengan kapas atau kain polipropilena, kadang-kadang dengan lembaran polietilena.[6] Perahu modern menggunakan sistem layar gap dan gunter (layar nade). Kemudi lateral ganda (cangkilan) umumnya telah digantikan oleh kemudi tengah.[7] Karena mereka tak memiliki lunas, stabilitas adalah masalah, sehingga mereka tidak cocok untuk pelayaran antara pulau-pulau utama di Indonesia.[3]
Peran
suntingMereka digunakan untuk perjalanan jarak menengah antara Geser, Gorom, Watubela, Teor, Kei, Tayandu, Aru, dan pesisir Papua. Perahu-perahu ini digunakan untuk mengangkut penumpang dan kargo, dan kadang-kadang untuk memancing, berburu kura-kura, dan mengumpulkan agar-agar. Perahu-perahu ini adalah andalan tradisional untuk perdagangan sagu antar pulau.[6]
Replika
sunting- Salah satu replika kalulis yang dibangun oleh Tim Severin bernama Alfred Wallace. Perahu ini digunakan dalam "The Spice Islands Voyage", petualangan terakhir Severin, menghidupkan kembali petualangan naturalis Alfred Russel Wallace di Nusantara. Perahu 14 meter itu jauh lebih kecil daripada yang biasanya digunakan oleh Wallace. Severin memang memiliki beberapa adaptasi modern: Sistem komunikasi satelit, generator angin dan motor sembilan tenaga kuda untuk keadaan darurat.[3]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Ellen, R. F. (2003). On the Edge of the Banda Zone: Past and Present in the Social Organization of a Moluccan Trading Network. University of Hawaii Press. hlm. 157. ISBN 9780824826765.
- ^ a b Lundberg, Anita (2003). "Time Travels in Whaling Boats". Journal of Social Archaeology. 3: 312–333.
- ^ a b c d Severin, Tim (1999). The Spice Islands Voyage: The Quest for Alfred Wallace, The Man Who Shared Darwin's Discovery of Evolution. Da Capo Press. ISBN 978-0786707218.
- ^ Aglionby, J. (1991). Oxford University Expedition to Kei Kecil, Maluku Tenggara, Indonesia, 1990. Oxford: Aglionby.
- ^ Ellen (2003). p.154.
- ^ a b Ellen (2003). p.157.
- ^ Ellen (2003). p.158.
Bacaan lanjutan
sunting- Ellen, R. F. (2003). On the Edge of the Banda Zone: Past and Present in the Social Organization of a Moluccan Trading Network. University of Hawaii press. ISBN 9780824826765.