Kalero adalah salah satu bahan perekat bangunan yang terbuat dari hasil pembakaran batu karang menjadi kapur. Nama Kalero dalam bahasa ternate adalah Gufahe. Pada zaman dahulu kalero dipakai sebagai bahan dasar pembuatan bangunan sebelum adanya semen dan banyak digunakan oleh masyarakat untuk membangun struktur bangunan zaman dulu, termasuk bangunan benteng-benteng yang ada di Kota Ternate.[1]

Sejarah Kalero

sunting

Di masa kolonial, untuk membuat suatu bangunan terutama benteng, bahan baku dasar pembangunan benteng adalah batu, pasir dan kalero. Kalero, fungsinya seperti semen, digunakan sebagai bahan perekat pasir dan batu, masyarakat Ternate menyebutnya spesi, yang digunakan untuk pembangunan benteng atau bangunan lainnya di masa kolonial. Di Kota Ternate, tempat pembakaran kalero terletak di Kelurahan Toboleu, Kolongcucu Pantai. Bangunan yang tingginya empat meter itu dijadikan sebagai tempat pembakaran batu karang, lalu diolah menjadi bahan perekat atau disebut spesi.[2]

Tempat pembuatan kalero tersebut hanya digunakan untuk melayani pembangunan infrastruktur pemerintah pada zaman kolonial. Begitu juga dengan pembangunan benteng-benteng yang berada di Ternate. Sedangkan untuk pembangunan rumah pribadi, masyarakat memiliki kalero tersendiri.[1]

Sekarang ini Kalero sudah dijadikan salah satu cagar budaya ang perlu dilestarikan keberadaannya. benda cagar budaya ini sudah dilindungi oleh pemerintah Kota Ternate dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang menjelaskan tiga hal penting yaitu perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Sedangkan peran pemerintah dalam porsi potensi cagar budaya Kota Ternate, pemerintah telah melakukan registrasi atau mendata sebagai objek cagar budaya.[2]

Bangunan atau gedung tempat pembuatan Kalero perlu dijaga dan dilestarikan agar bisa dijadikan bagian dari pengetahuan terhadap teknologi tradisional yang dimiliki Ternate. Teknologi tradisional juga sudahmasuk dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dan bendanya atau kalero itu sendiri masuk dalam perlindungan Undang-Undang Cagar Budaya.[1][2]

Proses Pembuatan Kalero

sunting

Mula-mula kayu bakar berupa batang kelapa dan kayu lainnya yang berada disekitar tempat pembakaran kalero tersebut, disusun dengan rapih sebagai bahan bakar dan ditempatkan paling bawah atau paling dasar sebagai lapisan pertama. Kemudian di atas tumpukan kayu tersebut, ditimbun batu karang atau batu sejenis batu putih yang diambil dari laut sampai rata dengan permukaan sebagai lapisan kedua. Pada lapisan ketiga, ditimbun dengan tanah yang sudah sedikit basah. Setelah itu, kayu yang berada di lapisan dasar tersebut dibakar. Pada derajat tertentu, batu-batu tersebut bakal lebur menjadi kapur. Kapur-kapur inilah yang menjadi kalero dan menjadi bahan utama dalam pembuatan benteng. Untuk menjadi bahan utama bangunan benteng, maka kapur tersebut harus dicampur dengan pasir dan juga air rendaman kulit pohon. Pohon yang dimaksud adalah pohon Lubiri. Kulit Pohon Lubiri itu diletakkan di sebuah wadah selama beberapa waktu, sampai getahnya keluar, lantas kemudian dicampur dengan air.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d "Mengenal Kalero Khas Ternate, Bahan Perekat Bangunan Laiknya Semen". kumparan. Diakses tanggal 2020-02-17. 
  2. ^ a b c DiahiNews. "KALERO, Situs Sejarah di Kota Ternate yang Diabaikan". www.diahinews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-17. Diakses tanggal 2020-02-17.