Kakawin Banawa Sekar

Kakawin Banawa Sĕkar (Bahtera Bunga) adalah kakawin pendek 21 bait karangan Mpu Tanakung yang diperkirakan ditulis pada tahun 1351 Masehi. Kakawin ini melukiskan tentang upacara pesta srāddha yang diadakan oleh Jīwanendrādhipa 'maharaja Jīwana', khususnya persembahan-persembahan yang dihaturkan oleh berbagai raja śrī nātheng Kŗtabhūmi, naranātha ring Mataram, sang nŗpati Pamotan, śrī parameśwareng Lasĕm, dan naranātha ring Kahuripan. Banawa Sekar berarti "perahu yang terbuat bunga". Kakawin ini ditulis tatkala Raja Hayam Wuruk melakukan sebuah korban suci besar (Sraddha) yang ditujukan kepada mendiang neneknya, Dyah Rajapatni Gayatri, di alun-alun istana Majapahit.

Kakawin Banawa Sekar
JenisSusastra
Tarikh1351
Bahasa(-bahasa)Kawi
Juru(-juru) tulisMpu Tanakung
Ukurancm x cm
FormatKakawin

Kakawin ini terdiri dari 12 bait dan tiga bab. Bab pertama adalah tentang megahnya upacara sraddha yang dilakukan oleh Raja Hayam Wuruk. Banyak pendeta, keluarga kerajaan, para bangsawan dan semua pejabat Majapahit hadir untuk melakukan persembahyangan dan penghormatan kepada arca Rajapatni Gayatri yang diistanakan di sebuah singgasana putih. Bab kedua menjelaskan tentang beraneka macam persembahan dari banyak keturunan bangsawan Majapahit. Ada persembahan berupa puisi, tarian dan sebagainya. Persembahan terakhir adalah persembahan berupa perahu bunga oleh Raja Hayam Wuruk. Beliau mempersembahkan sebuah perahu yang terbuat dari bermacam-macam bunga berwarna-warni. Ada bunga gadung, teratai, pohon mas, sanggalangit, melati, magnolia dan sebagainya. Perahu itu sangat indah. Bab terakhir menyatakan penyesalan penulis kakawin karena tidak dapat menjelaskan kemegahan upacara itu sebagaimana yang diharapkan baginda raja. Dia berharap agar kakawin itu diterima oleh raja dan membuar beliau senang sebelum kakawin itu disalin dalam bentuk lontar.

Persembahan-persembahan itu berbentuk indah aneka warna dan bergaya seni serta berupa ilustrasi mengenai gita dan kidung yang digubah oleh raja-raja sendiri. Rupanya sajak-sajak itu dipersembahkan pada waktu yang sama, tertulis di atas karas (papan tulis) atau daun-daun lontar. Persembahan yang paling indah ialah persembahan yang dibawa oleh raja yang menghaturkan sraddha berbentuk sebuah perahu yang dibuat dari bunga-bunga. Upacara sraddha ialah upacara untuk mengenang arwah seseorang yang meninggal.

Pada tahun 1983, Zoetmulder kemudian menyalin kakawin ini ke dalam aksara Latin dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Belanda dan Indonesia.

Sumber

sunting
  • P.J. Zoetmulder, 1983, Kalangwan. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, halaman 460, 616.

Lihat pula

sunting