Kaicil Kalamata atau Pangeran Kalamata (lahir: Ternate, ? - wafat: Makassar, 23 Februari 1676), sering juga disebut Kaicil Kalumata atau Kalimata, adalah salah satu pangeran Kesultanan Ternate yang memimpin pemberontakan rakyat Maluku tahun 1650 - 1655. Kaicil Kalamata kemudian bergabung dengan Kerajaan Gowa dan menjadi salah satu orang kepercayaan Sultan Hasanuddin.

Asal Usul

sunting

Kaicil Kalamata adalah putera Sultan Ternate, Mudaffar I dari selirnya. Dia merupakan saudara tiri dari dua sultan Ternate, Sultan Mandarsyah dan Sultan Manila.[1]

Pemberontakan Maluku 1650

sunting

Tidak lama setelah pemberontakan pertama yang digerakan Kapita Kakiali dipadamkan, tahun 1650 pecah kembali pemberontakan rakyat Maluku yang diawali di Ternate. Kali ini dipicu oleh tindakan Sultan Mandarsyah yang secara diam-diam menyerahkan sebagian wilayah Seram dan monopoli dagang kepada Belanda.[2] Para pangeran dan bangsawan memberontak dan memaksa Sultan Mandarsyah turun tahta kemudian mengangkat Sultan Manila sebagai pengganti.

Sultan Mandarsyah yang tidak terima dirinya dilengserkan berusaha merebut kembali tahtanya dengan dukungan Belanda. Ternate pun pecah dua antara pasukan pendukung Mandarsyah dan Manila (Saidi, Majira, Kalamata).

Kelompok Sultan Manila terpaksa menyingkir ke Maluku Selatan dimana mereka memusatkan gerakan pemberontakan. Ketiga pentolan pemberontak, Kaicil Saidi, Majira, dan Kalamata berusaha mengumpulkan dukungan dari kerajaan-kerajaan lain di nusantara.

Kaicil Kalamata di Kerajaan Gowa

sunting

Kaicil Kalamata pergi ke Kerajaan Gowa dan meminta dukungan dari Sultan Hasanuddin untuk melawan Sultan Mandarsyah. Gayung bersambut kerena kebetulan pula Sultan Hasanuddin sedang mengincar Sulawesi Utara, Buton dan kepulauan Sula yang berada dalam kekuasaan Ternate. Sultan Hasanuddin juga membuka hubungan dengan Sultan Syaifuddin dari Tidore untuk bersama menghadapi Sultan Mandarsyah, Kaicil Kalamata menjadi perantara keduanya.[3]

Sebagai imbalan dukungan dari Gowa, Kaicil Kalamata dan pasukannya turut serta dalam usaha-usaha Sultan Hasanuddin mempertahankan dan memperluas wilayahnya. Atas jasa-jasa Kaicil Kalamata bagi Gowa, Karaeng Tallo yang juga mangkubumi Kerajaan Gowa menikahkan puterinya, Daeng Nija Karaeng Panaikang dengan Kaicil Kalamata. Pernikahan keduanya berlangsung tanggal 5 September 1656.[1]

Di bulan September 1660, orang-orang Bugis di Bone melakukan pemberontakan terhadap Gowa. Sultan Hasanuddin lalu mengirim pasukan yang dipimpin Karaeng Tallo, Karaeng Karunrung dan Karaeng Summana untuk meredam pemberontakan. Kaicil Kalamata dan pasukannya juga turut serta dalam rombongan pasukan Gowa.

Dalam ekspedisi itu kaicil Kalamata menunjukkan kecakapan dan keberaniannya dalam berperang sehingga menyelamatkan pasukan Gowa dari kekalahan. Disebutkan Kaicil Kalamata bertindak sangat baik, dan jika bukan karena keberaniannya, Karaeng Karunrung mungkin telah jatuh ke tangan musuh.[3]

Kaicil Kalamata mendukung perlawanan Sultan Hasanuddin hingga Perang Makassar berakhir. Dia turut dalam rombongan Sultan Hasanuddin ketika sang sultan diundang ke Batavia untuk menghormati Gubernur Jenderal.[4] Tidak jelas nasib Kaicil Kalamata setelah itu, hanya diketahui dia hidup dalam pengasingan di Makassar dan menghabiskan sisa hidupnya di sana.

Keluarga

sunting

Kaicil Kalamata 3 kali menikah dan dikaruniai 5 orang anak. Salah satu isterinya adalah Daeng Nija Karaeng Panaikang, puteri Karaeng Tallo. Meskipun Kaicil Kalamata berseberangan dengan Sultan Mandarsyah, keduanya menjadi besan setelah kedua pasang putera dan puteri mereka saling dinikahkan. Salah satu puteri Kaicil Kalamata dan Daeng Nija adalah puteri Boki Ruse yang kemudian menjadi permaisuri Sultan Sibori, putera dan penerus Mandarsyah.[1][4][5]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Buyers, Christopher. "Genealogy Kesultanan Ternate, bagian 3". Diakses tanggal 21 Maret 2013. 
  2. ^ M. Adnan Amal (2002). Maluku Utara, Perjalanan Sejarah 1250-1800, Jilid I. Universitas Khairun Ternate. 
  3. ^ a b Andaya, Leonard Y. (2004). Warisan Arung Palakka. Inninnawa. ISBN 979-98499-0-X, 9799799849907 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  4. ^ a b Willard A. Hanna & Des Alwi (1996). Ternate dan Tidore, masa lalu penuh gejolak. Pustaka Sinar Harapan. 
  5. ^ "Rulers in Asia (1683 – 1811): attachment to the Database of Diplomatic letters" (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia. hlm. 48. Diakses tanggal 2018-09-16.