Kacang tusam

biji dari spesies pinus tertentu yang bisa dimakan

Kacang pinus atau kacang tusam merupakan biji dari pohon pinus yang dapat dimakan. Kacang tusam masuk ke dalam kategori kacang pohon secara kuliner namun tidak secara botani. Kacang ini dapat dimakan, tetapi pengusahaannya secara komersial relatif terbatas karena ukuran dan hasilnya yang tidak banyak, beberapa merupakan produk samping dari budi daya kayu.[1][2][3] China dan Italia merupakan produsen kacang tusam utama di dunia.[4]

Bunga tusam yang telah dibuahi dengan bijinya
Kacang pinus korea (Pinus koraiensis)
Kacang pinus kupas, kering
Nilai nutrisi per 100 g (3,5 oz)
Energi2.815 kJ (673 kcal)
13.1 g
Pati1.4 g
Gula3.6 g
Serat pangan3.7 g
68.4 g
Jenuh4.9 g
Tak jenuh tunggal18.7 g
Tak jenuh jamak34.1 g
13.7 g
VitaminKuantitas
%AKG
Vitamin A equiv.
0%
1 μg
0%
17 μg
Tiamina (B1)
35%
0.4 mg
Riboflavin (B2)
17%
0.2 mg
Niasin (B3)
29%
4.4 mg
Asam pantotenat (B5)
6%
0.3 mg
Vitamin B6
8%
0.1 mg
Folat (B9)
9%
34 μg
Kolina
11%
55.8 mg
Vitamin C
1%
0.8 mg
Vitamin E
62%
9.3 mg
Vitamin K
51%
53.9 μg
MineralKuantitas
%AKG
Kalsium
2%
16 mg
Tembaga
Kesalahan ekspresi: Kata "g" tidak dikenal.%
1.3 g mg
Zat besi
42%
5.5 mg
Magnesium
71%
251 mg
Mangan
419%
8.8 mg
Fosfor
82%
575 mg
Potasium
13%
597 mg
Selenium
1%
0.7 μg
Seng
67%
6.4 mg
Komponen lainnyaKuantitas
Air2.3 g
Persen AKG berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa.
Sumber: USDA FoodData Central

Produksi

sunting

Di Asia hanya dua jenis pinus yang dibudidayakan khusus untuk konsumsi bijinya, yaitu tusam Korea (Pinus koraiensis) di semenanjung Korea dan sekitarnya, dan tusam chilgoza (Pinus gerardiana) di Himalaya. Empat spesies lainnya yaitu tusam Siberia (Pinus sibirica), tusam kerdil Siberia (Pinus pumila), tusam putih China (Pinus armandii) dan Pinus bungeana.

Di Eropa, Pinus pinea telah dibudidayakan selama 6000 tahun untuk menghasilkan biji. Spesies ini juga hiudp di hutan alami dan bijinya didapatkan di sana. Tusam Swiss (Pinus cembra) dibudidayakan dan dipanen daam skala kecil.

Di Amerika utara, Pinus edulis, Pinus monophylla, dan Pinus cembroides merupakan spesies utama penghasil kacang pinus. Spesies lainnya yaitu Pinus sabineana, Pinus coulteri, Pinus torreyana, Pinus lambertiana, dan Pinus quadrifolia. Sebagian besar dipanen oleh penduduk asli benua Amerika.[5][6]

Karakteristik

sunting

Nutrisi dari kacang tusam cenderung bervariasi tergantung pada spesiesnya, dengan tusam batu (Pinus pinea) memiliki kadar protein tertinggi.[2] Kacang tusam juga merupakan sumber serat pangan yang signifikan. Kacang tusam terlindungi oleh cangkang yang relatif tebal tergantung spesiesnya. Sebagian besar nutrisi tersimpan di dalam embrio dari biji. Kacang tusam yang telah dikupas dapat dimakan langsung. Kacang tusam memiliki usia simpan yang relatif lama meski telah dikupas, selama disimpan di udara kering dan dingin.

Kacang tusam Eropa dapat dibedakan dari kacang pinus produksi Asia dari ukurannya, dengan kacang produksi Eropa berukuran lebih panjang relatif terhadap lebarnya. Sedangkan kacang tusam produksi Amerika dicirikan dengan ukurannya yang besar dan relatif mudah dikupas.

Pemanfaatan kuliner

sunting

Kacang tusam dapat dimanfaatkan selayaknya buah geluk, seperti dihaluskan menjadi tepung untuk membuat marzipan, digoreng kering menjadi makanan ringan, hingga dibakar dan dihaluskan untuk dijadikan bahan baku minuman pengganti kopi. Kacang pinus merupakan bahan baku saus pesto di Italia. Di Timur Tengah kacang tusam digunakan pada masakan kibbeh, sambusak, baklava, dan sebagainya.

Bagi beberapa orang, kacang tusam dapat meninggalkan rasa yang tidak menyenangkan di lidah[7] dan mampu bertahan selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Rasa ini cenderung bersifat pahit dan seperti logam. FDA menyatakan bahwa hal ini tidak menimbulkan dampak yang signifikan bagi kesehatan.[8] Fenimena ini disebut dengan "sindrom kacang tusam".[9] Nestle Research Centre mengeluarkan hipotesis bahwa spesies tusam Pinus armandii yang banyak tumbuh di China merupakan penyebab dari masalah ini.[10] Studi lainnya menguatkan hal tersebut dan menambahkan kemungkinan bahwa bahan kimia yang digunakan dalam pengupasan kacang pinus mungkin ikut memberikan pengaruh.[11] Gangguan rasa pada lidah umumnya terasa satu sampai tiga setelah kacang tusam dikonsumsi dan dapat berlangsung hingga 2 minggu.[12][13] FDA masih melakukan penelitian mengenai sindrom ini.[14]

Minyak kacang tusam

sunting

Kacang tusam dapat diekstrak untuk mendapatkan minyak kacang tusam yang dihargai karena memiliki rasa yang unik. Sebuah studi menemukan bahwa minyak kacang tusam Korea kemungkinan dapat menahan nafsu makan.[15]

Referensi

sunting
  1. ^ Farjon A (2005). Pines. Drawings and descriptions of the genus Pinus. Koninklijke Brill. ISBN 90-04-13916-8. 
  2. ^ a b Lanner RM (1981). The Piñon Pine. A Natural and Cultural History. University of Nevada Press. ISBN 0-87417-066-4. 
  3. ^ Lanner RM (1981). Made for Each Other. A Symbiosys of Birds and Pines. Oxford University Press. ISBN 0-19-508903-0. 
  4. ^ "Pine Nuts Profile". Agricultural Marketing Resource Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-02. Diakses tanggal 1 Mei 2014. 
  5. ^ "History of Pine Nuts & The People of the Great Basin." Diarsipkan 2011-07-17 di Wayback Machine. Goods from the Woods. 2004 (Diakses 8 Des 2009)
  6. ^ Frazier, Penny. "Pine Nuts, Politics and Public Lands." Diarsipkan 2016-03-06 di Wayback Machine. Raw Foods News Magazine. (Diakses 8 Des 2009)
  7. ^ Mostin, M. (2001). "Taste disturbances after pine nut ingestion". European Journal of Emergency Medicine. 8: 76. doi:10.1097/00063110-200103000-00036. 
  8. ^ "Pine Mouth" and Consumption of Pine Nuts
  9. ^ Christopher Middleton (May 2009). "Pine mouth puzzle: Why do these nuts leave you with a bitter taste?". Daily Mail. Diakses tanggal 2009-09-01. 
  10. ^ "The Great Pine Nut Mystery". 
  11. ^ Destaillats, Frédéric; Cruz-Hernandez, Cristina; Giuffrida, Francesca; Dionisi, Fabiola; Mostin, Martine; Verstegen, Geert (2011). "Identification of the Botanical Origin of Commercial Pine Nuts Responsible for Dysgeusia by Gas-Liquid Chromatography Analysis of Fatty Acid Profile" (PDF). Journal of Toxicology. 2011: 1–7. doi:10.1155/2011/316789. PMC 3090612 . PMID 21559093. 
  12. ^ Munk, Marc-David (2010). ""Pine Mouth" Syndrome: Cacogeusia Following Ingestion of Pine Nuts (Genus: Pinus). An Emerging Problem?". Journal of Medical Toxicology. 6 (2): 158–159. doi:10.1007/s13181-009-0001-1. PMID 20049580. 
  13. ^ Ballin, Nicolai Z. (Feb 17, 2014). "A Trial Investigating the Symptoms Related to Pine Nut Syndrome". Journal of Medical Toxicology. 8: 278–280. doi:10.1007/s13181-012-0216-4. 
  14. ^ U.S Food and Drug Administration. "'Pine Mouth' and Consumption of Pine Nuts". 
  15. ^ Hughes GM, Boyland EJ, Williams NJ; et al. (2008). "The effect of Korean pine nut oil (PinnoThin™) on food intake, feeding behaviour and appetite: A double-blind placebo-controlled trial". Lipids Health Dis. 7: 6. doi:10.1186/1476-511X-7-6. PMC 2289823 . PMID 18307772. 

Bahan bacaan terkait

sunting
  • Farris, Glenn J. (1982). "Pine Nuts as an Aboriginal Food Source in California and Nevada: Some Contrasts". Journal of Ethnobiology. 2 (2): 114–122. 
  • Farris, Glenn J. "Quality Food: The Quest for Pine Nuts in Northern California." In Before the Wilderness: Environmental Management by Native Californians, comp. and ed. T. C. Blackburn, and K. Anderson, 229-240. Ballena Press Anthropological Papers, no. 40. Menlo Park, Calif.: Ballena Press, 1993.