Kabupaten Tanjung Jabung

nama bekas kabupaten di Provinsi Jambi

Kabupaten Tanjung Jabung (1965–1999) adalah sebuah bekas kabupaten yang pernah didirikan di pesisir pantai bagian timur Provinsi Jambi, Indonesia. Pembentukan Kabupaten Tanjung Jabung pada tahun 1965 dengan wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Batanghari. Luas wilayah Kabupaten Tanjung Jabung adalah 10.287 km2 dengan ibu kota terletak di Kuala Tungkal. Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung sebagian besar merupakan dataran rendah yang memiliki rawa-rawa dan hutan bakau.

Logo dari Kabupaten Tanjung Jabung.

Pada awal pembentukannya, wilayah Kabupaten Tanjung Jabung terbagi menjadi 3 kecamatan. Jumlah kecamatannya bertambah hingga menjadi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Tungkal Ilir, Kecamatan Muara Sabak, Kecamatan Nipah Panjang, dan Kecamatan Rantau Rasau. Pemerintahan di Kabupaten Tanjung Jabung dipimpin oleh Bupati Tanjung Jabung. Struktur pemerintahan daerah di Kabupaten Tanjung Jabung terbagi menjadi lima tingkatan.

Penduduk asli di Kabupaten Tanjung Jabung ialah suku Melayu Jambi yang hidup menetap, dan suku Kubu yang hidup mengembara dan berpindah-pindah tempat. Sedangkan penduduk pendatang di Kabupaten Tanjung Jabung berasal dari suku Palembang, suku Bajau, suku Bugis dan suku Jawa. Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Tanjung Jabung meliputi bidang pertanian padi dengan sawah pasang-surut, perkebunan karet dan kelapa, serta produksi minyak masakan dan pertukangan besi untuk peralatan pertanian dan peralatan masak.

Pada tahun 1999, sebagian wilayah Kabupaten Tanjung Jabung dimekarkan menjadi Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Bersamaan dengan pemekaran wilayah, Kabupaten Tanjung Jabung diubah menjadi sebuah kabupaten baru yang diberi nama Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Pembentukan

sunting

Kabupaten Tanjung Jabung didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dan Daerah Tingkat II Tanjung Jabung.[1] Undang-undang ini diterbitkan pada tanggal 14 Juni 1965.[2] Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung merupakan hasil pemekaran dari wilayah Kabupaten Batanghari.[2]

Kabupaten Tanjung Jabung berstatus sebagai salah satu daerah tingkat II di Provinsi Jambi.[3] Ibu kota Kabupaten Tanjung Jabung ditetapkan di Kuala Tungkal.[2] Secara resmi, Kabupaten Tanjung Jabung dibentuk pada tanggal 10 Agustus 1965.[1]

Geografi

sunting

Ketika dibentuk pada tahun 1965, Kabupaten Tanjung Jabung terletak di bagian paling timur dalam wiilayah Provinsi Jambi. Selain itu, Kabupaten Tanjung Jabung menjadi satu-satunya kabupaten di Provinsi Jambi yang memiliki wilayah perairan pantai.[4] Luas wilayah Kabupaten Tanjung Jabung adalah 10.287 km2.[5] Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung merupakan dataran rendah.[6] Sebagian besar wilayah Kabupaten Tanjung Jabung berupa rawa-rawa.[6]

Wilayah administratif

sunting

Kabupaten Tanjung Jabung hanya memiliki 3 kecamatan resmi ketika dibentuk pada tahun 1965. Ketiganya ialah Kecamatan Tungkal Ilir, Kecamatan Tungkal Ulu, dan Kecamatan Muara Sabak. Namun ada satu kecamatan yang telah dipersiapkan secara administratif, yakni Kecamatan Nipah Panjang. Pada tahun 1974, Kecamatan Nipah Panjang sepenuhnya menjadi salah satu kecamatan dalam wilayah Kabupaten Tanjung Jabung. Pengesahannya melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 45 yang diterbitkan pada bulan Maret 1974. Karena itu, jumlah kecamatan di Kabupaten Tanjung Jabung menjadi empat kecamatan. Keempatnya ialah Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Tungkal Ilir, Kecamatan Muara Sabak, dan Kecamatan Nipah Panjang.[2]

Lalu sebagian wilayah Kecamatan Nipah Panjang dimekarkan menjadi satu kecamatan baru yaitu Kecamatan Rantau Rasau. Pembentukannya berdasarkan Pasal 10 dalam Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 60 Tahun 1991.[7] Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung kemudian terdiri dari lima kecamatan yakni Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Tungkal Ilir, Kecamatan Muara Sabak, Kecamatan Nipah Panjang, dan Kecamatan Rantau Rasau.[8]

Daftar Kecamatan di Kabupaten Tanjung Jabung
Nomor Nama kecamatan Ibu kota kecamatan Referensi
1 Kecamatan Tungkal Ulu Merlung [8]
2 Kecamatan Tungkal Ilir Kuala Tungkal
3 Kecamatan Muara Sabak Muara Sabak
4 Kecamatan Nipah Panjang Nipah Panjang
5 Kecamatan Rantau Rasau Rantau Rasau

Pemerintahan

sunting

Kepala pemerintahan

sunting

Kepala pemerintahan di Kabupaten Tanjung Jabung adalah Bupati Tanjung Jabung. Kantor Bupati Tanjung Jabung terletak di Kuala Tungkal yang merupakan ibu kota Kabupaten Tanjung Jabung. Lokasinya berada di muara sungai Tungkal yang disebut Sungai Pangabuan.[4]

Struktur pemerintahan

sunting

Pemerintahan daerah di Kabupaten Tanjung Jabung dibagi menjadi kecamatan, marga dan kepenghuluan.[9] Hierarki pemerintahan di Kabupaten Tanjung Jabung dimulai dari kecamatan, kemudian marga, dusun, kampung atau kemangkuan dan terakhir ialah parit.[10]

Ketika jumlah kecamatan di Kabupaten Tanjung Jabung masih sebanyak 4 kecamatan, hanya terdapat 5 marga dan 71 kepenghuluan. Kecamatan Tungkal Ilir dan Kecamatan Tungkal Ulu masing-masing memiliki satu marga dengan nama yang sama dengan nama kecamatannya. Kecamatan Muara Sabak memiliki dua marga yakni Marga Muara Sabak dan Marga Dendang. Sedangkan Kecamatan Nipah Panjang memiliki satu marga bernama Marga Berbak. Marga Tungkal Ilir terbagi menjadi 23 kepenghuluan. Marga Tungkal Ulu terbagi menjadi 22 kepenghuluan. Marga Muara Sabak dan Marga Dendang terbagi menjadi 15 kepenghuluan. Sedangkan Marga Berbak terbagi menjadi 8 kepenghuluan.[9]

Demografi

sunting

Penduduk

sunting

Asal penduduk

sunting

Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung telah dihuni oleh suku Melayu sejak 3500 SM.[11] Dalam wilayah Kabupaten Tanjung juga terdapat suku Kubu yang hidup dengan mengembara dan berpindah-pindah tempat di sekitar Lubuk Kambing dan Tungkal Ulu.[12]

Sejak masa Pemerintah Indonesia, wilayah Kabupaten Tanjung Jabung mulai menjadi tujuan transmigrasi dari penduduk suku Jawa.[13] Di Kabupaten Tanjung Jabung juga ada penduduk pendatang asal suku Palembang dari Kota Palembang.[14] Penduduk pendatang di Kabupaten Jabung ada juga yang berasal dari suku Bugis dan suku Banjar dalam wilayah Indonesia. Kedatangan mereka melalui proses transmigrasi spontan.[15]

Jumlah dan kepadatan penduduk

sunting

Jumlah penduduk di Kabupaten Tanjung Jabung sebanyak 117.340 jiwa pada tahun 1961. Pertambahan penduduk di Kabupaten Tanjung Jabung menjadi yang paling cepat bila dibandingkan dengan dengan kota dan kabupaten lain di Provinsi Jambi.[16] Pada tahun 1976, jumlah penduduk di Kabupaten Tanjung Jabung menjadi sebanyak 273.034 jiwa. Kepadatan penduduk di Kabupaten Tanjung Jabung sebanyak 27 jiwa per kilometer persegi pada tahun tersebut.[17]

Pada tahun 1983, jumlah penduduk di Kabupaten Tanjung Jabung sebanyak 327.756 jiwa. Jumlah ini menjadikan Kabupaten Tanjung Jabung sebagai kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Jambi pada tahun tersebut.[18]

Permukiman

sunting

Permukiman suku Melayu Jambi di Kabupaten Tanjung Jabung dibangun di sekitar sungai Batang Hari.[19] Kawasan tepi pantai di Kabupaten Tanjung Jabung dimukimi secara menyebar oleh suku Bajau.[20] Kemargaan di Kabupaten Tanjung Jabung juga memiliki pembagian permukiman khas yang disebut parit. Parit hanya digunakan sebagai nama bagi lingkungan permukiman di sekitar Sungai Batang Hari yang sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah berawa-rawa dan hutan bakau.[21]

Bahasa

sunting

Bahasa yang digunakan dalam penuturan sehari-hari pada penduduk Kabupaten Tanjung Jabung ialah bahasa Melayu Jambi, bahasa Bugis dan bahasa Bajau.[22]

Pendidikan

sunting

Sebelum dimulainya Pembangunan Lima Tahun di Kabupaten Tanjung Jabung, ketersediaan lembaga pendidikan formal sangat minim. Di Kabupaten Tanjung Jabung hanya terdapat belasan sekolah dasar negeri dan sekolah dasar swasta yang hanya tersebar di Kecamatan Tungkal Ilir. Sementara itu, satu-satunya sekolah tingkat lanjutan yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung pada masa ini hanya sekolah lanjutan tingkat pertama yang terletak di Kuala Tungkal.[23]

Perekonomian

sunting

Mata pencaharian

sunting

Petani padi

sunting

Kondisi alam di Kabupaten Tanjung Jabung membuat wilayahnya menjadi subur.[17] Kabupaten Tanjung Jabung merupakan daerah pemasok beras karena mengalami kelebihan produksi beras hasil pertanian padi. Kelebihan produksi beras terjadi karena penanaman padi oleh petani di Kabupaten Tanjung Jabung dilakukan pada sawah pasang surut. Daerah di sekitar Kabupaten Tanjung Jabung yang menerima pasokan beras meliputi kabupaten-kabupaten di Provinsi Jambi dan Kepulauan Riau.[15] Sentra utama produksi padi di Kabupaten Tanjung Jabung berada di Kecamatan Tungkal Ilir.[24]

Pekebun dan pengekspor hasil perkebunan

sunting

Usaha perkebunan dilakukan oleh penduduk Kabupaten Tanjung Jabung yang berasal dari suku Jawa, suku Melayu dan suku Bugis. Suku Jawa dan suku Melayu telah mengusahakan perkebunan karet sejak menetap di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung dalam masa kekuasaan Belanda di Jambi.[25] Sebelum dimulainya masa Pembangunan Lima Tahun, Kuala Tungkal telah menjadi salah satu pelabuhan pengekspor karet mentah ke Singapura.[26] Sementara itu, suku Bugis yang menjadi penduduk Kabupaten Tanjung Jabung melalui transmigrasi spontan, mengusahakan perkebunan kelapa.[24] Suku Bugis dan suku Banjar kemudian menjadi pedagang utama untuk ekspor karet mentah dan kopra dari Kuala Tungkal ke Singapura menjelang dimulainya Pembangunan Lima Tahun.[26]

Pembuat minyak masakan

sunting

Pada waktu-waktu tertentu, suku Melayu Jambi di Kabupaten Tanjung Jabung memperoleh sumber penghasilan melalui pembuatan minyak masakan dari bahan kelapa. Pembuatannya hanya dalam jumlah sedikit sehingga dilakukan di dapur dalam lingkup rumah tangga.[27]

Tukang besi

sunting

Di Kabupaten Tanjung Jabung terdapat para penduduk pendatang dari Kalimantan Selatan yang umumnya bekerja sebagai tukang besi. Produk yang dihasilkan berupa alat pertanian dan alat memasak.[28]

Pemekaran

sunting
Kedua kabupaten baru yang terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Tanjung Jabung

Pada tahun 1999, terjadi reformasi di Indonesia termasuk dalam bidang pemerintahan daerah. Setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, setiap daerah memiliki kemungkinan mengalami pemekaran kabupaten. Pada tahun 1999, Provinsi Jambi mengalami pemekaran dari 5 kabupaten menjadi 9 kabupaten, Pada tanggal 4 Oktober 1999, diterbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 1999. Salah satu ketetapan dalam undang-undang ini ialah pemekaran wilayah Kabupaten Tanjung Jabung menjadi kabupaten baru.[29]

Sebagian dari wilayah Kabupaten Tanjung Jabung dimekarkan menjadi Kabupaten Tanjung Jabung Timur.[30] Pembentukan Kabupaten Tanjung Jabung Timur disertai dengan pengubahan nama Kabupaten Tanjung Jabung menjadi Kabupaten Tanjung Jabung Barat.[31] Wilayahnya dibagi untuk dimekarkan menjadi dua kabupaten baru yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Ibu kota Kabupaten Tanjung Jabung Timur ditetapkan di Muara Sabak, sedangkan ibu kota Kabupaten Tanjung Barat ditetapkan di Kuala Tungkal.[29]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b Bupati Tanjung Jabung Barat (7 Juni 2021). "Peraturan Bupati Tanjung Jabung Barat Nomor 16 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peringatan Hari Jadi Kabupaten Tanjung Jabung Barat" (PDF). Database Peraturan BPK. Pasal 1 Ayat 4. Diakses tanggal 1 September 2024. 
  2. ^ a b c d Erdianto 2011, hlm. 56.
  3. ^ Ja'far, Purwaningsih, dan Zakaria 1993, hlm. 6.
  4. ^ a b Nazir, dkk. 1993, hlm. 52.
  5. ^ Margono, Mujilan dan Chaniago 1984, hlm. 6.
  6. ^ a b Margono, Mujilan dan Chaniago 1984, hlm. 7.
  7. ^ Presiden Republik Indonesia (22 Oktober 1991). "Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1991 tentang Pembentukan Kecamatan Batin Xxiv, Maro Sebo dan Pemayung di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat Ii Batang Hari, Kecamatan Jujuhan, Tanah Sepenggal dan Rimbo Bujang di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat Ii Bungo Tebo, Kecamatan Pengabuan, Mendahara dan Rantau Rasau di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat Ii Tanjung Jabung dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jambi". Database Peraturan Perundang-undangan. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan. hlm. 10. 
  8. ^ a b Ja'far, Purwaningsih, dan Zakaria 1993, hlm. 7.
  9. ^ a b Nazir, dkk. 1993, hlm. 53.
  10. ^ Nazir, dkk. 1993, hlm. 71.
  11. ^ Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 72.
  12. ^ Margono, Mujilan dan Chaniago 1984, hlm. 19.
  13. ^ Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 74.
  14. ^ Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 76-77.
  15. ^ a b Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 73.
  16. ^ Margono, Mujilan dan Chaniago 1984, hlm. 14.
  17. ^ a b Margono, Mujilan dan Chaniago 1984, hlm. 15.
  18. ^ Ja'far, Purwaningsih, dan Zakaria 1993, hlm. 8.
  19. ^ Margono, Mujilan dan Chaniago 1984, hlm. 21.
  20. ^ Ja'far, Purwaningsih, dan Zakaria 1993, hlm. 10.
  21. ^ Nazir, dkk. 1993, hlm. 10-11.
  22. ^ Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 103-104.
  23. ^ Nazir, dkk. 1993, hlm. 61.
  24. ^ a b Nazir, dkk. 1993, hlm. 58.
  25. ^ Nazir, dkk. 1993, hlm. 58 dan 60.
  26. ^ a b Nazir, dkk. 1993, hlm. 60.
  27. ^ Ja'far, Purwaningsih, dan Zakaria 1993, hlm. 41-42.
  28. ^ Ja'far, Purwaningsih, dan Zakaria 1993, hlm. 147.
  29. ^ a b Erdianto 2011, hlm. 58.
  30. ^ Presiden Republik Indonesia 1999, hlm. 4.
  31. ^ Presiden Republik Indonesia 1999, hlm. 5.

Daftar pustaka

sunting