Joni Ariadinata
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Joni Ariadinata (lahir 23 Juni 1966) adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal sebagai penulis cerpen. Ia telah memenangi sejumlah penghargaan atas karya-karyanya. Joni merupakan salah satu redaktur majalah sastra Horison, pemimpin redaksi Jurnal Cerpen, dan penggagas Kongres Cerpen Indonesia. Selain itu, Joni Ariadinata juga merupakan pengelola Akar Indonesia, yaitu sebuah lembaga budaya yang menerbitkan Jurnal Cerpen Indonesia.[1]
Latar belakang
suntingJoni Ariadinata lahir di Majalengka, Jawa Barat. Menamatkan SMA di Leuwimunding, Majalengka. Kemudian hijrah ke Yogyakarta dan menyelesaikan pendidikan di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Muhammadiyah Yogyakarta. Sebelum menjadi penulis, ia pernah menjadi pekerja serabutan, mulai dari kuli bangunan, penarik becak sampai menjadi pengamen ke tempat-tempat kos mahasiswa. Perkenalannya dengan dunia kepenulisan awalnya karena pertemanannya dengan seorang penulis yang kemudian mendorongnya untuk menjadi penulis. Belajar secara otodidak, akhirnya tahun 1993 cerpen pertamanya dimuat di Surabaya Post, setelah empat ratusan lebih karyanya dikirimkan ke beberapa media. Pertengahan 1994, secara mengejutkan, ia meraih penghargaan sebagai Cerpenis Terbaik Pilihan Kompas atas karyanya Lampor. Setelah itu karya-karya yang ia tulis mulai mendapat pengakuan dan banyak di muat di berbagai media massa di antaranya majalah Horison, Matra, Basis, Jurnal Kebudayaan Kalam, Jurnal Sastra Bahana (Brunei Darussalam), Kompas, Republika, Media Indonesia, Suara Pembaruan, The Jakarta Post, Pikiran Rakyat, dan Jawa Pos.[2]
Dalam proses kepengarangannya ia dikenal sebagai penulis yang kerap bereksperimental mencari bentuk kepenulisannya sendiri dengan melakukan reduksi bahasa, hingga menampakkan citra puisi dalam narasi-narasinya. Terkesan pada cerpen-cerpen karyanya terpilih diksinya, pekat, padat, dan bernas. Ia bisa menghadirkan borok, nanah kehidupan, realitas yang sangat runyam ke dalam teks sastra yang penuh simbol, tanda, dan pemaknaan. Dengan mereduksi bahasa, ia berhasil menghilangkan beban sosiologis pada cerpen-cerpennya, menghindar untuk menjadi nyinyir dan tendensius.[3]
Karya
sunting- Kali Mati (1999)
- Kastil Angin Menderu (2000)
- Air Kaldera (2000)
- Malaikat Tak Datang Malam Hari (2004)
- Guru Tarno (Bigraf, 1995)
- Negeri Bayang-Bayang (DKS, 1996)
- Candramawa (Pustaka Nusatama, 1996)
- Pistol Perdamaian (Kompas, 1996)
- Gerbong (Pustaka Pelajar, 1998)
- Aceh Mendesah Dalam Nafasku (KaSUHA, Banda Aceh, 1999)
- Embun Tajjali (Aksara Indonesia, 2000)
- Begini Begini Begitu (esai, Pustaka Pelajar, 1997)
Editor
suntingBersama Taufiq Ismail, ia menjadi editor sejumlah buku, antara lain:
- Horison Sastra Indonesia 1 (Kitab Puisi)
- Horison Sastra Indonesia 2 (Kitab Cerpen)
- Horison Sastra Indonesia 3 (Kitab Novel)
- Horison Sastra Indonesia 4 (Kitab Drama)
- Horison Esei Indonesia 1 dan 2 (Kitab Esei)
Buku-buku tersebut, disebarkan untuk menjadi bacaan di perpustakaan-perpustakaan SMA di seluruh Indonesia. Di samping itu, ia bersama dengan Agus R. Sarjono, dan Jamal D. Rahman, juga secara aktif membantu Taufiq Ismail dalam menggerakkan “Sastrawan Bicara Siswa Bertanya” di Sekolah Lanjutan Atas maupun pesantren di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi.
Penghargaan
sunting- Pada tahun 1997 ia mendapat penghargaan sebagai Cerpenis Terbaik Nasional versi BSMI atas karyanya Keluarga Mudrika
- Penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta, atas nominasi karyanya berjudul Keluarga Maling pada Pemilihan Cerita Pendek Indonesia Terbaik 1999
- Penghargaan Sastrawan Muda dari Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), yang diberikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional Dodi Nandika, dalam Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara di Hotel Santika, Jakarta, 27 September 2010.
- Cerpenis Terbaik Pilihan Kompas lewat karya ‘Lampor’ (1994),
- Cerpenis Terbaik Nasional versi BSMI atas karyanya ‘Keluarga Mudrika’ (1997),
- Penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta, atas karyanya berjudul ‘Keluarga Maling’ pada Pemilihan Cerita Pendek Indonesia Terbaik 1999,
- Anugerah Pena 2005 atas kumpulan cerpennya Malaikat tak Datang Malam Hari,
- Meraih Hadiah Sastra Pusat Bahasa lewat kumpulan cerpen Malaikat Tak Datang Malam Hari kembali (2007),
- Penghargaan Sastrawan Muda dari Majelis Sastra Asia Tenggara/Mastera (2010)
Sebagai penggiat sastra, tercatat beberapa kali ia di undang untuk turut serta dalam sejumlah kegiatan sastra, di antaranya pada tahun 1998 mengikuti Writing Program pada Majelis Sastra Asia Tenggara, mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara X, dan Pertemuan Sastrawan Malaysia I di Johor Bahru Malaysia pada tahun 1999. Kemudian Januari hingga April 2001, mengunjungi Eropa atas undangan Festival Winternachten di Deen Haag Belanda, tinggal di Amsterdam, serta berkeliling membacakan cerpen dan ceramah-ceramah sastra di Paris-Prancis, dan lain-lain. Kini selain menjadi Redaktur majalah sastra Horison dan Pemimpin Redaksi Jurnal Cerpen, Penggagas Kongres Cerpen Indonesia ini juga mengelola Akar Indonesia (sebuah lembaga budaya yang menerbitkan Jurnal Cerpen Indonesia).[4]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Website resmi Taman Ismail Marzuki Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine., diakses 28 Februari 2015
- ^ Sosbud Kompasiana Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine., diakses 28 Februari 2015
- ^ Jakarta Berlin: Joni Ariadinata, diakses 28 Februari 2015
- ^ Eka Kurniawan: Corat-coret di Toilet dan Hal-hal Lain Tentang Cerpen Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine., diakses 28 Februari 2015