Jiddu Krishnamurti

Jiddu Krishnamurti (12 Mei 1895 – 17 Februari 1986), anak ke delapan dari sebuah keluarga brahmana. Beliau adalah seorang meditator, penulis dan sering memberikan ceramah tentang kehidupan.[1]

Jiddu Krishnamurti
J. Krishnamurti cir. 1920s
Lahir(1895-05-12)12 Mei 1895
Madanapalle, Andhra Pradesh, India
Meninggal17 Februari 1986(1986-02-17) (umur 90)
Ojai, California
Pekerjaanpublic speaker, Penulis, Filsuf
Orang tuaNarainiah dan Sanjeevamma Jiddu
Musicbrainz: a4d51195-b322-4a14-950d-2b08b727f012 Discogs: 1617488 Modifica els identificadors a Wikidata

Kisah Hidup

sunting

Pada usia 14 tahun, ia “ditemukan” oleh pemimpin Perhimpunan Teosofi, Nyonya Annie Besant dan Uskup C.W. Leadbeater,[2] yang melihat anak itu “memiliki aura sangat luar biasa, tanpa sedikit pun sikap mementingkan diri sendiri”. Sejak itu Krishnamurti dididik oleh para pemimpin Teosofi dan disiapkan untuk menjadi “wahana” bagi “Guru Dunia” (Lord Maitreya)—yang dipercaya oleh kaum Teosofi pada waktu itu akan datang kembali ke dunia 2000 tahun setelah kedatangannya yang terakhir sebagai Yesus Kristus. Untuk menyambut peristiwa itu dibentuklah Tarekat Bintang di Timur [The Order of the Star in the East], di mana ia menjadi ketuanya. Perkumpulan itu kemudian diubah namanya menjadi Tarekat Bintang. .[3]

Namun ternyata kemudian Krishnamurti menempuh jalan-nya sendiri, menyimpang dari garis yang ditetapkan oleh Teosofi. Pada tahun 1922, dalam usia 27 tahun, ia mengalami proses Pencerahan yang berlangsung selama 3 hari, di mana ia mengalami kesadaran yang berubah. Ia menceritakan: “... Ada seseorang tengah memperbaiki jalan, orang itu adalah aku; beliung yang dipegangnya adalah aku; batu yang tengah dipecahnya adalah bagian dariku; helai rumput yang rapuh adalah aku; dan pohon di samping orang itu adalah aku.” Dan pada akhir proses Pencerahan itu ia menyatakan: “Aku sangat berbahagia karena aku telah melihat. Tak ada yang akan kembali seperti dulu lagi. Aku telah minum air yang jernih dan murni dari sumber mata air kehidupan, dan dahagaku telah terpuaskan. Tak akan pernah lagi aku berada dalam kegelapan; aku telah melihat Cahaya itu. ... Aku telah menyentuh Welas Asih yang menyembuhkan segenap kesedihan dan penderitaan; itu bukan untukku sendiri, melainkan untuk dunia. Sumber Kebenaran telah terbuka bagiku dan kegelapan telah lenyap. Cinta dalam seluruh kemegahannya telah memabukkan hatiku; hatiku tak akan pernah tertutup lagi. Aku telah minum dari pancuran Sukacita dan Keindahan abadi. ” Ia menggambarkan dirinya “mabuk Illahi”.

Pada tahun 1929 terjadi hal yang tidak diduga-duga, karena ia membubarkan perkumpulan dan melepaskan serta mengembalikan uang dan harta milik yang telah bertumpuk atas namanya. Ia mengemukakan bahwa kebenaran tidak dapat ditemukan melalui suatu sekte atau agama, tetapi hanya dengan jalan membebaskan diri dari segala bentuk keterikatan. "Anda dapat membentuk organisasi-organisasi lain dan mengharapkan orang lain", katanya "Tentang hal itu saya tidak menaruh perhatian, juga tidak untuk menciptakan kurungan-kurungan baru. Perhatian saya satu-satunya adalah untuk membebaskan umat manusia secara tanpa syarat.[4]

Pada tahun 1929 dibubarkannya Tarekat Bintang dengan berkata: “Saya nyatakan bahwa kebenaran adalah negeri tanpa jalan [Truth is a pathless land], dan kalian tak dapat mendekati-nya melalui jalan apa pun, melalui agama apa pun, melalui sekte apa pun. Itulah sudut pandangku, dan saya berpegang pada itu secara mutlak dan tanpa syarat. Kebenaran, yang tanpa batas, tak terkondisi, tak dapat didekati melalui jalan apa pun, tak dapat diorganisir; tidak semestinya dibentuk suatu organisasi untuk menuntun atau memaksa orang menempuh suatu jalan tertentu. ... Anda mungkin membentuk tarekat-tarekat lain, Anda akan terus masuk organisasi lain untuk mencari kebenaran. ... Aku tidak ingin masuk organisasi spiritual apa pun; harap pahami ini. Jika suatu organisasi dibentuk untuk tujuan itu, itu akan menjadi tongkat penopang, kelemahan, belenggu, dan pasti akan melumpuhkan manusia, dan menghalanginya tumbuh, untuk menegakkan keunikannya, yang terletak pada penemuannya sendiri akan Kebenaran mutlak yang tak terkondisi. ... Aku tidak menginginkan pengikut. Pada saat kalian mengikuti seseorang, kalian tidak lagi mengikuti Kebenaran. ... Oleh karena aku bebas, tak terkondisi, utuh, bukan bagian, bukan relatif, melainkan seluruh kebenaran yang abadi, aku menghendaki mereka yang ingin memahamiku, untuk bebas pula, bukan mengikutiku, bukan membuat dariku sebuah kurungan, yang akan menjadi sebuah agama, sebuah sekte. ... Kini aku telah memutuskan untuk membubarkan Tarekat ini, karena kebetulan aku menjadi Ketuanya. Kalian boleh membentuk organisasi-organisasi lain dan mengharapkan orang lain. Aku tak peduli dengan itu, tidak pula dengan menciptakan kurungan-kurungan baru, dan hiasan-hiasan baru untuk kurungan itu. Satu-satunya minatku hanyalah membuat manusia bebas secara mutlak, tanpa terkondisi.” Pada tahun 1930 ia keluar dari Perhimpunan Teosofi.[5]

Sejak itu ia berkelana ke banyak kota di berbagai benua, berbicara kepada setiap orang yang mau mendengarkannya. Ajarannya menarik banyak tokoh-tokoh dunia seperti Jawaharlal Nehru, Bernard Shaw, Aldous Huxley, Dr. Bohm dan lain-lain. Buku-bukunya yang telah diterbitkan dalam bahasa Inggris ada kira-kira tigapuluh buah dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk 13 buku dalam bahasa Indonesia. Beberapa sekolah yang menyelenggarakan pendidikan berdasarkan ajarannya didirikan di India, Inggris dan California. Pada tanggal 17 Februari 1986, dengan tenang ia meninggal dunia di Ojai, California dan jenazahnya diperabukan di situ juga.[4]

Karyanya

sunting

Karya-karya Krishnamurti berupa buku-buku yang merupakan kutipan-kutipan yang diambil dari ceramah, dialog dan tulisan yang pernah diterbitkan atau tidak di antara tahun 1933 dan 1968. Buku karya Krishnamurti pertama yang popular dan dibaca oleh masyarakat luas, Education and the Significance of Life’, yang ditulisnya di bawah sebatang pohon oak besar di Ojai, California, dan diterbitkan pada tahun 1953 oleh Harper & Row, yang selama lebih dari tiga puluh tahun terus menerbitkan karya-karyanya di Amerika. Bukunya yang berikut, ‘’The First and the Last Freedom’’, juga diterbitkan oleh Harper & Row dalam tahun 1954, disertai kata pengantar panjang oleh Aldous Huxley.

Serangkaian buku Commentaries on Living ditulis dengan tangan antara tahun 1949 dan 1955 di atas kertas tanpa garis pinggir dan tanpa koreksi atau penghapusan. Aldous Huxley mendorong Krishnamurti untuk menulis, dan naskahnya, yang diedit oleh D. Rajagopal, diterbitkan pada tahun 1956. Pada dasarnya, buku itu memuat kisah wawancara-wawancara yang diberikan oleh Krishnamurti kepada orang-orang yang datang dan berbicara dengannya, dan dalam halaman-halaman buku itu terasa suasana pertemuan antara dua sahabat yang berbicara dan menyelidik tanpa ragu atau takut. Bab-bab dalam buku-buku itu sering dimulai dengan uraian singkat tentang pemandangan alam, iklim atau binatang yang ada di sekitar situ. Dari kesederhanaan alam ini terjadilah transisi yang wajar kepada panorama batin yang penuh kebingungan, kecemasan, kepercayaan—masalah-masalah umum atau pribadi yang dibawa orang ke dalam pertemuannya dengan Krishnamurti. Beberapa wawancara tidak diterbitkan dalam ketiga jilid pertama The Commentaries on Living dan muncul dalam buku ini untuk pertama kali. Di dalam beberapa wawancara yang sebelumnya belum pernah diterbitkan, Krishnamurti menggunakan istilah “pikiran-perasaan” untuk menguraikan suatu respons yang merupakan kesatuan.[6]

Buku Life Ahead' dan Think on These Things’ diedit oleh sahabat Krishnamurti, Mary Lutyens, pada tahun 1963 dan 1964 dan diterbitkan oleh Harper & Row. Kedua buku ini merupakan kumpulan tanya-jawab yang terpilih dan diedit dari ceramah-ceramahnya kepada kaum muda, dan mendapat sambutan begitu baik sehingga dipandang sebagai buku klasik sastra religius. Setelah itu masih diterbitkan lagi lebih dari lima puluh buku.

Krishnamurti melihat dirinya tidak penting dan tidak diperlukan dalam proses memahami kebenaran, proses melihat diri kita sendiri. Suatu kali ia mengacu dirinya sebagai sebuah telepon, suatu alat untuk digunakan oleh si pendengar. Katanya; “Apa yang dikatakan pembicara sangat tidak penting. Yang benar-benar penting ialah bahwa batin sadar tanpa upaya bahwa ia berada dalam keadaan paham sepanjang waktu. Jika kita tidak paham dan sekadar mendengar kata-kata, mau tidak mau kita pergi dengan serangkaian konsep atau gagasan, dan dengan demikian menciptakan suatu pola, yang kepadanya kita lalu mencoba menyesuaikan diri dalam kehidupan kita sehari-hari atau dalam apa yang dinamakan kehidupan spiritual kita.” [6]

Intisari Ajaran

sunting

Dalam sebuah tulisan singkat pada tahun 1980, ia menguraikan intisari ajarannya, yang disebutnya The Core of the Teachings:[7]

‘Kebenaran adalah negeri tanpa jalan’. Manusia tidak bisa sampai ke situ melalui organisasi apa pun, melalui kepercayaan apa pun, melalui dogma, pendeta atau ritual apa pun, tidak pula melalui pengetahuan filosofis atau teknik psikologis. Ia harus menemukannya melalui cermin relasi, melalui pemahaman akan isi batinnya sendiri, melalui pengamatan dan bukan melalui analisis intelektual atau pembedahan introspektif. Manusia telah membangun di dalam dirinya citra-citra [images] sebagai pagar keamanan—religius, politis dan pribadi. Ini terwujud sebagai simbol, ide dan kepercayaan. Beban citra-citra ini mendominasi pemikiran, relasi dan kehidupan sehari-hari manusia. Citra-citra inilah penyebab dari masalah-masalah kita, oleh karena mereka memisahkan manusia dari manusia. Persepsinya mengenai kehidupan dibentuk oleh konsep-konsep yang telah tertanam dalam batinnya. Isi kesadarannya adalah seluruh eksistensinya. Isi ini sama bagi seluruh kemanusiaan. Individualitas adalah nama, wujud dan budaya superfisial yang diperolehnya dari tradisi dan lingkungan. Keunikan manusia bukan terletak pada yang superfisial, melainkan pada kebebasan sepenuhnya dari isi kesadarannya, yang sama bagi seluruh umat manusia. Jadi ia bukanlah individu.”

“Kebebasan bukanlah reaksi, kebebasan bukanlah pilihan. Hanyalah anggapan manusia saja yang merasa bebas karena ia mempunyai pilihan. Kebebasan adalah pengamatan murni tanpa arah, tanpa takut akan hukuman dan ganjaran. Kebebasan adalah tanpa motif; kebebasan bukan terletak pada akhir evolusi manusia, melainkan pada langkah pertama dari eksistensinya. Dalam pengamatan orang mulai menemukan tidak adanya kebebasan. Kebebasan ditemukan dalam kesadaran tanpa-memilih akan eksistensi dan kegiatan kita sehari-hari.”

Pikiran adalah waktu. Pikiran lahir dari pengalaman dan pengetahuan, yang tidak terpisah dari waktu dan masa lampau. Waktu adalah musuh psikologis manusia. Tindakan kita didasarkan pada pengetahuan dan dengan demikian pada waktu, sehingga manusia selalu menjadi budak masa lampau. Pikiran selalu terbatas dan dengan demikian kita hidup dalam konflik dan pergulatan terus-menerus. Tidak ada evolusi psikologis.”

“Bila manusia sadar akan gerak pikirannya sendiri, ia akan melihat pemisahan antara si pemikir dan pikirannya, antara si pengamat dan yang diamati, antara yang mengalami dan yang dialami. Ia akan menemukan bahwa pemisahan ini ilusi. Maka hanya di situlah terdapat pengamatan murni, yang adalah pencerahan tanpa secercah bayangan dari masa lampau atau dari waktu. Pencerahan tanpa-waktu [timeless] ini menghasilkan perubahan mendalam dan radikal dalam batin.”

“Negasi total adalah esensi dari yang positif. Bila terdapat negasi dari semua hal yang telah dibuat oleh pikiran secara psikologis, maka hanya di situlah terdapat cinta, yakni welas asih [compassion] dan kecerdasan.”

Buku Elektronik (E-book) J. Krishnamurti

sunting

Situs J. Krishnamurti

sunting

Situs Lainnya

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Jiddu Krishnamurti". Encyclopædia Britannica Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 27-06-2019. 
  2. ^ *J. Krishnamurti, Hidup Tanpa Konflik, Yayasan Krishnamurti Indonesia,2009, hal.3 ]]
  3. ^ * J. Krishnamurti, Duduk Diam dengan Batin yang Hening, Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 133
  4. ^ a b J. Krishnamurti, Jaringan Kerja Pikiran, Yayasan Krishnamurti Indonesia,1991.
  5. ^ * J. Krishnamurti, Duduk Diam dengan Batin yang Hening, Yayasan Krishnamurti Indonesia, 2006, hal. 133-136
  6. ^ a b J. Krishnamurti, The Book of Life, Yayasan Krishnamurti Indonesia, Jakarta,2005, hal. vii
  7. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-16. Diakses tanggal 2009-11-17.