Yanisari

Pasukan elit milik Kesultanan Utsmaniyah (1363-1826)
(Dialihkan dari Janissari)

Yanisari (berasal dari Turki Utsmaniyah: يڭيچرى (yeniçeri) yang berarti "pasukan baru") adalah anggota unit infanteri elit yang membentuk pasukan Sultan Utsmani, pengawal, dan tentara permanen modern pertama di Eropa.[1] Nama ini diberikan oleh seorang ulama mukmin pada masa kesultanan Orkhan yang bernama Haji Baktasy. Pasukan ini adalah infanteri atau pasukan reguler yang dibentuk dari pasukan para mujahid serta para pemimpin dan komandan Romawi yang masuk Islam untuk siap siaga dalam medan pertempuran juga kedamaian serta sebagai pengawal pribadi sultan Utsmaniyah. Pasukan ini didirikan pada masa kesultanan yang kedua yaitu kesultanan Orkhan Bin Utsman/Osman anak dari Sultan Ertugrul. Pasukan ini muncul pada abad ke-14.

Janissari
Tentara Baru
Aktif1363–1826 (1830 untuk Algier)
Aliansi Kekaisaran Ottoman
Tipe unitInfantri
Jumlah personel1,000 (1400)
Ibu pejabat[butuh rujukan]Adrianople (Edirne), Constantinople (Istanbul)
PelindungHajji Bektash Wali
Warna seragamBiru, Merah dan Hijau
PertempuranPertempuran Kosovo, Pertempuran Nicopolis, Pertempuran Ankara, Pertempuran Varna, Pertempuran Chaldiran, Pertempuran Mohács, Pengepungan Vienna, Penaklukan Konstantinopel, dan lain-lain
Tokoh
PertamaMurad I
TerakhirMahmud II

Asal Muasal

sunting

Yanisari dapat dilacak hingga kepada era rezim Orkhan penguasa Ottoman Kedua .[2] Dari tahun 1327-an hingga ke tahun 1360 sistem perekrutan dilakukan melalui sistem Islami.

Kisah Yanisari dimulai sebagai sekelompok elit budak yang terdiri dari anak-anak lelaki Kristen yang diambil oleh kesultanan atau dipersembahkan oleh keluarganya agar di beri kehidupan mulia dan kemudian masuk Islam (rata rata Syiah Alawiyah), yang dikenal dengan sistem devşirme dan menjadi terkenal karena jiwa korsa yang terbentuk dengan disiplin dan ketertiban. Berbeda dengan budak seperti umumnya, mereka dibayar secara teratur. Yanisari boleh menikah dan terlibat dalam perdagangan, namun mereka diharapkan mempunyai loyalitas penuh kepada sultan. Yanissari dikenal terutama karena kemampuan memanahnya, namun pada abad ke-16 mereka juga menjadi kontingen daya tembak yang tangguh. Namun pada abad ke-17, karena peningkatan kebutuhan akan pasukan Utsmaniyah secara drastis maka kebijakan rekrutmen korps yang awalnya ketat menjadi longgar. Warga sipil membeli jalan untuk menjadi yanisari demi mendapatkan manfaat peningkatan status sosial ekonomi kepada yanisari. Akibatnya, korps secara bertahap kehilangan karakter militernya, menjalani proses yang digambarkan sebagai 'sipilisasi'.[3] Korps Yanissari dihapuskan oleh Sultan Mahmud II pada tahun 1826 setelah 135.000 yanisari memberontak terhadap sultan. Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan ada 6.000 yanisari lebih yang dieksekusi. [4]

Referensi

sunting
  1. ^ Balfour & Kinross 1977, hlm. 52.
  2. ^ Kafadar, Cemal (2019). Muhammad Al Fatih. Ali Muhammad Ash Salabi Press. hlm. 71. ISBN 978-602-6563-82-4 Periksa nilai: checksum |isbn= (bantuan). 
  3. ^ Ágoston, Gábor (2014). "Firearms and Military Adaptation: The Ottomans and the European Military Revolution, 1450–1800". Journal of World History. 25: 119–20. 
  4. ^ Balfour & Kinross 1977, hlm. 456-457.

Pranala luar

sunting