R.P. Jan Wolters, CM (26 Maret 1893 – 14 Agustus 1954) adalah seorang imam Katolik dan misionaris. Ia dikenal sebagai perintis pembangunan Gereja Puhsarang (1936 - 1937) dengan bantuan seorang insinyur kondang waktu itu, Henri Maclaine Pont.

Ditahbiskan sebagai imam CM (Congregatio Missionis) tahun 1921,[1] ia melakukan perjalanan misioner ke Indonesia (waktu itu dikenal sebagai Hindia Belanda) pada tahun 1923. Dengan menumpang kapal "Johan de Witt," Pater Jan Wolters tiba bersama empat imam yang lain, yakni Theophile de Backere, CM (yang menjadi Prefek Apostolik), Theodore Heuvelmans, CM., E. Sarneel, CM., dan C. Klamer, CM.[2] Kelima nama ini adalah imam - imam CM pertama yang datang di Indonesia.[3] Dalam dokumen perutusan dari Propaganda Fide, pada waktu mereka datang tahun 1923 (untuk menggantikan imam - imam Yesuit di Surabaya), terdapat hanya 40 orang Katolik dari Jawa (umat Katolik yang lain berasal dari Belanda atau Eropa atau yang disebut keturunan "Indo" dan Cina).[4] Propaganda Fide merupakan sebutan kongregasi suci Tahta Suci Vatican yang mengurusi karya pewartaan Injil (sekarang namanya menjadi Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa). Berkat kerja keras dan pengorbanan para misionaris bersama dengan umat, kini umat Katolik berkembang dengan baik. Merekalah para perintis wilayah Gereja yang saat ini dikenal dengan Keuskupan Surabaya.

Pribadi Pater Jan Wolters adalah seorang periang, berjiwa petualang, sangat giat berkarya terutama membangun umat di pedesaan, rajin mengunjungi umat yang terpencil. Pater Wolters kerap menyebut dirinya "pastor desa," mengingat tugasnya yang hampir tidak pernah di kota. Dari karakter Pater Jan Wolters, yang paling menonjol adalah bahwa dia seorang pastor yang sangat mencintai orang Jawa, menghormati tata nilai dan kebudayaan luhurnya, serta pandai berbahasa Jawa (krama inggil). Bersama Pater van Megen, CM. dan Pater Anton Bastiaensen, CM., Pater Jan Wolters disebut "rasul Katolik Jawa" (karena kecintaannya pada tugas mewartakan Injil kepada orang-orang Jawa).[5] Stasi-stasi Paroki di wilayah Blitar, Tulungagung, dan Kediri adalah buah-buah kegigihan pewartaan yang dia kerjakan bersama dengan umat setempat dan para misionaris yang lain. "Stasi" adalah wilayah atau daerah dimana tinggal umat Katolik yang membentuk komunitas. Biasanya disebut stasi, karena ada banyak umat dan memiliki satu gereja.

Pater L. Bartels, CM. menulis bahwa Pater Jan Wolters, CM. adalah seorang misionaris yang simpatik, penuh humor dengan kesederhanaan dan spontanitasnya.[6] Kecintaannya pada seni dan kebudayaan Jawa memungkinkan sebuah perjumpaan hebat dengan Henri Maclaine Pont. Keduanya kemudian merintis pembangunan Gereja Puhsarang yang menjadi harta rohani situs penting dalam kebudayaan dan keagamaan bukan saja bagi Gereja Katolik tetapi juga peradaban manusia di wilayah Kediri, Jawa Timur, dan Indonesia. Dalam kenyataannya, "gua kecil" di samping bangunan gereja yang estetik Jawa itu selalu dikunjungi oleh umat dari segala agama untuk bermeditasi dan melakukan ujub-ujub kehidupan.[7]

Referensi

sunting
  1. ^ Armada Riyanto CM, 80 Tahun Romo-Romo CM di Indonesia, CM Provinsi Indonesia, 2003, hlm. 204
  2. ^ Simak kisah perjalanan para misionaris CM ke Indonesia yang ditulis sendiri dengan rapi dan detail oleh Romo Jan Wolters, dalam Ibid., hlm. 32-42 (sebuah kisah yang sangat menyentuh).
  3. ^ J.C. Haest CM., De Geschiedenis der R.K. Kerk te Soerabaja van 1906-1931 (dokumen ketikan tangan), tulisan ini pernah dimuat dalam De Katholieke Gids tahun 1934 selama 15 nomor penerbitan.
  4. ^ St. Vincentius a Paulo. Missietijdschrift der Lazaristen, September 1923, hlm. 129-134.
  5. ^ Armada Riyanto CM, 80 Tahun Romo-Romo CM di Indonesia, CM Provinsi Indonesia, 2003, hlm. 204; bagian tentang kesaksian dari Romo Sjef van Mensvoort); Bdk. Piet Boonekamp CM., "Sejarah Gereja Katolik di Wilayah Keuskupan Surabaya", dalam H. Muskens, ed., Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Jilid 3b, Ende-Flores 1974, hlm. 949-999.
  6. ^ Ibid., hlm. 204.
  7. ^ Missiefront, Oktober 1954, hlm. 136-137.