Jacob Corneliszoon van Neck

perwira angkatan laut Belanda dan penjelajah
(Dialihkan dari Jacob Cornelis van Neck)

Jacob Corneliszoon van Neck (sering dianglikanisasi menjadi Jacob Cornelius van Neck) (1564–1638) adalah seorang perwira angkatan laut dan penjelajah asal Belanda. Ia memimpin Ekspedisi Kedua Belanda ke Indonesia dari 1598 sampai 1599.

Jacob Cornelisz. van Neck
Lahir1564
Meninggal8 Maret 1638
KebangsaanBelanda
PekerjaanPerwira angkatan laut
Penjelajah

Latar belakang penjelajahan

sunting

Ketika terjadi Perang Delapan Puluh Tahun antara Belanda dengan Spanyol, Belanda yang selama ini mengambil rempah dari Lisbon (Portugal) dan menjualnya kembali ke Jerman dan sekitarnya mengalami kesulitan saat Spanyol menguasai Portugal dan melarang kapal-kapal dagang Belanda berlabuh di wilayah yang dikuasainya, akibatnya pemerintah Belanda berusaha mencari jalan untuk berhubungan langsung dengan pedagang rempah di Asia, namun usaha itu kurang membuahkan hasil karena kapal dagang mereka selalu menjadi incaran angkatan laut Spanyol dan Portugal (Portugal juga menyisir kapal-kapal Belanda karena statusnya pada masa itu berada dibawah Kerajaan Spanyol) juga orang-orang Inggris. Ketika Itineratio sebuah buku yang berisi informasi tentang Asia dan Hindia karya Jan Huyghen van Linschoten terbit pada tahun 1593, Belanda berusaha mencari jalan alternatif ke Asia guna menghindari patroli angkatan laut Spanyol, munculah ide untuk melewati kutub utara dengan kapal yang didesain khusus oleh pemerintah Belanda, tiga kali usaha dilakukan untuk melewati kutub utara, tiga kali pula usaha tersebut gagal, Jacob van Heemskerck yang memimpin misi melintasi kutub utara menemukan kapalnya terjepit es dan separuh anak buahnya meninggal karena kedinginan, dia dan yang lainnya kemudian kembali ke Belanda untuk melaporkan kegagalan tersebut. Dari laporan Jacob van Heemskerk Belanda kemudian menyiapkan misi menuju Asia melewati Tanjung Harapan (Afrika Selatan), misi itu dipimpin oleh Cornelis de Houtman, namun Jacob van Heemskerk tidak ikut dalam misi ini. Baru ketika Jacob van Neck akan menjalankan misi ke Asia mencari rempah-rempah ia ikut serta kedalamnya, mereka kemudian berlayar dengan mengikuti arahan dari seorang ahli astronomi dan kartografer (pembuat peta) kelahiran Flandria (sekarang bagian dari Belgia) yang bernama Pieter Platevoet. Jacob van Neck sebenarnya bukanlah orang yang ahli di bidang navigasi pelayaran, latar belakang keahliannya adalah bidang perdagangan, oleh karenanya dia memutuskan untuk mengambil kelas di bidang navigasi guna mendalami bidang tersebut.[1]

Kedatangan di Banten

sunting

Pada tanggal 28 November 1598, dua tahun setelah meninggalnya Sultan Maulana Muhammad di Banten, datanglah rombongan van Neck ditemani oleh wakil laksamana Wybrand van Warwijck dan Jacob van Heemskerk. Kedatangan para pedagang Belanda kali ini disambut baik oleh kesultanan Banten, tidak seperti pendahulunya yakni Cornelis de Houtman yang tercatat sempat berbuat tidak baik di Banten dengan menggerebek kapal-kapal pembawa rempah dari Sumatra dan Kalimantan yang datang ke Banten,[1] walaupun sebenarnya sikap Cornelis de Houtman dilatar belakangi kejadian buruk yang menimpanya ketika dia mencapai Banten pada tahun 1596, ketika dia berusaha membeli rempah, pihak Portugis membujuk orang Banten agar memberi harga yang sangat tinggi hingga tidak masuk diakal kepada rombongan de Houtman, bahkan rombongan ini pun tidak diberikan akses untuk memenuhi kebutuhan air bersih, akhirnya rombongan de Houtman pergi ke Sumatra untuk mendapatkan logistik dan lebih banyak rempah namun rombongannya ditangkap dan kemudian dibebaskan setelah tebusan dibayar,[1] kejadian itu membuat de Houtman jengkel hingga melakukan penggerebekan kepada kapal-kapal pembawa rempah yang menuju Banten.[2]

Pembawaan van Neck dan rekan-rekannya dikatakan berbeda oleh masyarakat Banten, sikapnya yang mudah membawa diri membuatnya diizinkan untuk bertemu dengan Sultan Abul Mafakhir yang ketika itu masih berumur sekitar 2 tahun, Jacob Corneliszoon van Neck kemudian memberikan sebuah piala berkaki emas sebagai hadiah untuk sultan dan tanda persahabatan.[3]

Rujukan

sunting
  1. ^ a b c Masselman, George. 1963. The Cradle of Colonialism. New Haven: Yale University Press
  2. ^ Hamka (2020-04-24). Sejarah Umat Islam: Pra-Kenabian hingga Islam di Nusantara. Gema Insani. ISBN 978-602-250-714-7. 
  3. ^ M.Hum, Ikot Sholehat. PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR ABAD XVI-XVII. Uwais Inspirasi Indonesia. ISBN 978-623-227-199-9.