Jürgen Todenhöfer
Jürgen Todenhöfer adalah seorang jurnalis dari Jerman. Dia diklaim sebagai jurnalis asing pertama yang berhasil masuk ke sarang ISIS dan keluar dengan selamat.[1] Selama 10 hari, dia berada di negara yang dikuasai ISIS, yakni Irak dan Suriah.[2] Berdasarkan pengalamannya yang berharga itu, dia menerbitkan sebuah buku dengan judul “My Journey Into the Heart of Terror: Ten Days in the Islamic State".
Jürgen Todenhöfer | |
---|---|
Lahir | Jerman | 12 November 1940
Kebangsaan | Jerman |
Pekerjaan | Penulis Wartawan Hakim Politikus |
Karya terkenal | e.g. “Who cries for Abdul and Tanaya?”; My Journey Into the Heart of Terror: Ten Days in the Islamic State; Andy und Marwa. Zwei Kinder und der Krieg; Why Do You Kill?: The Untold Story of the Iraqi Resistance |
Partai politik | Christian Democratic Union (CDU) |
Suami/istri | Françoise Laval (pisah tahun 2004) |
Kehidupan Awal dan Pendidikan
suntingJürgen lahir pada tanggal 12 November 1940. Ayahnya adalah seorang hakim di Offenburg/Baden, kota di Jerman.
Dia menamatkan pendidikan SMA-nya di kota Freiburg pada tahun 1959. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di bidang hukum dan ilmu politik di universitas-universitas di Munich, Paris, Bonn, dan Freiburg.
Tahun 1969, dia menyelesaikan pelatihannya sebagai pengacara dan ahli hukum yang tersertifikasi. Dia juga mendapat gelar doktor di bidang hukum dari University of Freiburg.
Politik
suntingJürgen pada tahun1970 bergabung dengan partai politik CDU (Christian Democratic Union). Tak lama kemudian, dia menjadi penasihat pribadi sekretaris jenderal partai CDU, Dr Bruno Heck di Bonn. Selama di partai, dia disebut sebagai pendukung konservatif garis keras. Dia dikenal sebagai advokat dalam reunifikasi Jerman.[3]
Pada awal tahun 1980-an, dia mendesak para politikus Jerman untuk mengeluarkan komitmen kuat untuk reunifikasi Jerman. Dia juga menjadi delegasi CDU pertama yang membeberkan secara terbuka kepada masyarakat mengenai sumber pendapatannya.
Dia pernah bekerja sebagai hakim di pengadilan kriminal di kota Kaiserslautern tahun 1972. Pada pengujung tahun 1972, dia dipilih untuk masuk ke Parlemen Jerman. Dia menjadi anggota “Bundestag” atau Parlemen Jerman hingga tahun 1990. Dia kemudian menyatakan pensiun dari dunia politik pada tahun 1990.
Tahun 1987, dia bergabung dengan perusahaan Hubert Burda Media, salah satu perusahaan penerbitan terbesar di Eropa. Dia menduduki jabatan tertinggi di perusahaan itu.
Setelah peristiwa penyerangan terhadap menara kembar WTC pada 11 Sepetember 2001 di Amerika Serikat, dia pun kembali ke hadapan publik. Dia secara terbuka menyatakan sikap politiknya terhadap perang yang dilakukan Negeri Paman Sam di Afganistan. Dia juga melakukan kritik keras terhadap rencana kampanye yang akan menyerang Irak. Dia beranggapan bahwa jalan terbaik untuk menyelesaikan konflik adalah dengan solusi diplomatis.
Selain dikenal publik karena aktivitas politiknya, dia juga aktif dalam kegiatan sosial kemanusiaan. Tahun 1975, dia bepergian ke Cile. Di sana, dia bertemu dengan Augosto Pinochet, yang dikenal sebagai diktator. Pertemuan ini untuk membahas pembebasan terhadap 4.500 orang tahanan politik. Lima tahun kemudian tepatnya tahun 1980, dia bersama pewarta foto dan beberapa pejuang kebebasan Afganistan pergi ke Pakistan. Mereka pergi melalui Soviet untuk mencapai Afganistan.
Jurnalistik
suntingJürgen bukanlah wartawan biasa. Dia mempunyai latar belakang sebagai mantan hakim, eksekutif media, dan anggota Parlemen Jerman. Dia juga menghasilkan banyak karya tulis dari hasil investigasinya selama perjalanan mengunjungi zona perang.
Dia dikenal sebagai tokoh yang menyuarakan opini antiperang, terutama penolakan terhadap invasi Amerika Serikat terhadap Afganistan dan Irak.[4] Dia mendesak Pemerintah Amerika Serikat untuk menyelesaikan konflik dengan Irak, Suriah, dan Iran melalui soft diplomacy atau negosiasi. Dia mengangkat masalah ini dengan melakukan kontak langsung dengan pemerintah di negara-negara Muslim.
Jürgen telah menaruh perhatiannya kepada hubungan antara dunia Barat dan dunia Muslim. Semasa muda, ketika berusia 20 tahun dan masih berkuliah, dia melakukan perjalanan ke Algiers selama perang Aljazair dan Tunisia selama terjadi krisis Bizerte. Sejak itu, dia banyak mengunjungi negara Arab dan beberapa negara Muslim. Kunjungannya ke sana pun kini sudah tidak terhitung jumlahnya.
Motivasinya untuk melakukan laporan perjalanan ke negara-negara yang dikuasai ISIS adalah keinginannya untuk menulis buku tentang ISIS, tapi terkendala oleh minimnya informasi. Untuk mendapat sumber data yang diperlukan, dia mewawancarai banyak pejuang ISIS melalui media sosial, Facebook, terutama mengenai ideologi kelompoknya. Namun, hanya separuh dari mereka yang memberikan respons dan jawaban.[4]
Sebelum mengunjungi negara konflik yang dikuasai ISIS tahun 2014, dia terlebih dulu bernegosiasi dengan para pejuang ISIS selama berbulan-bulan lewat skype. Dia akhirnya mendapat jaminan keamanan dan keselamatan dari Kalifah ISIS yang tertinggi untuk berkunjung ke Suriah dan Irak.[5] Dia merupakan jurnalis veteran yang selamat keluar dari negara tersebut karena tidak sedikit jurnalis asing yang menjadi korban pembunuhan atau penculikan selama bertugas di sana.
Dia menuangkan perjalanannya selama 10 hari menyusuri Kota Mosul (Irak) dan Raqqa (Suriah) dalam catatan,[6] yang kemudian dibukukan dengan judul “My Journey Into the Heart of Terror: Ten Days in the Islamic State". Dia menyatakan bahwa kelompok ISIS ini lebih kuat dan berbahaya daripada yang diperkirakan oleh Barat.[1] Pengakuan mengejutkan yang ia dapatkan setelah berbincang dengan militan ISIS adalah soal Israel. Militan ISIS mengatakan kepadanya bahwa Israel merupakan negara yang paling ditakuti mereka. Jadi, bukan Prancis, Rusia, Inggris, Amerika Serikat, dan sejumlah negara lain yang menggempur militan dari udara. Mereka juga mengetahui bahwa orang-orang Israel adalah yang paling sulit sejauh ini dilawan gerilyawan dan teroris.[7]
Penulis Jerman ini menimbulkan kontroversi pada tahun 2012 setelah mewawancarai Presiden Suriah kala itu, Bashar Assad.
Karya-karya
suntingJürgen merupakan penulis yang produktif. Dia memublikasikan buku-buku yang mendapat predikat ‘best selling’. Buku-bukunya cenderung berpusat pada keyakinannya bahwa perdamaian hanya dapat tercapai dengan hanya melakukan negosiasi.
Tahun 2003, dia menulis “Who cries for Abdul and Tanaya?” atau Wer weint schon um Abdul und Tanaya?. Buku ini mendeskripsikan perjuangan hidup di daerah perang dari seorang anak laki-laki di Afganistan dan anak perempuan di Irak.
Dia menulis “Andy and Marwa” (Andy und Marwa. Zwei Kinder und der Krieg) pada tahun 2005. Di dalam buku itu, dia mengungkapkan takdir seorang Amerika bernama Andi dan seorang anak perempuan Irak bernama Marwa selama perang Irak.
Karyanya ini pada tahun 2008 disusul dengan dipublikasikannya buku yang berjudul “Why do you kill, Zaid?” (Warum tötest du, Zaid?). Kesuksesan buku berpenjualan terbaik itu kemudian diikuti dengan penerbitan buku terakhirnya, yaitu “Thou shalt not kill” pada tahun 2013.
Pada tahun 2010, dia menulis buku semibiografi berjudul “Share your happiness” atau Teile Dein Glück. Hasil royalti dari penerbitan buku-bukunya dan sebagian besar kekayaan pribadinya, ia donasikan ke kegiatan atau proyek yang berfokus pada anak-anak di negara-negara yang mengalami konflik perang. Negara-negara itu, antara lain, Afganistan, Irak, dan Suriah. Selain itu, dia juga mencetuskan kegiatan sosial bagi para orang tua yang hidup sendiri di Munich, Jerman.
Karya lainnya, antara lain, "Why Do You Kill?: The Untold Story of the Iraqi Resistance" (2008), "Du sollst nicht töten: Mein Traum vom Frieden" (2013), Inside IS - 10 Tage im "Islamischen Staat" (2015).
Kehidupan pribadi
suntingDia menikah dengan Françoise Laval, anak seorang pejabat Prancis. Dari penikahan itu, mereka dikaruniai tiga orang anak. Pasangan itu berpisah pada tahun 2004.[8]
Jürgen mempunyai beberapa hobi, termasuk saat muda, ia menyukai terjun payung. Saat ini, dia banyak meluangkan waktu untuk berski dan pergi menonton pertandingan sepak bola yang diadakan secara reguler pada Sabtu sore. Dia juga tertarik dengan sejarah dan filsafat.
Referensi
sunting- ^ a b http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/inside-isis-the-first-western-journalist-ever-given-access-to-the-islamic-state-has-just-returned-9938438.html
- ^ http://www.actvism.org/en/events/interview-mit-juergen-todenhoefer-der-erste-westliche-journalist-bei-isis/
- ^ http://www.dw.com/en/our-guest-on-22012012-j%C3%BCrgen-todenh%C3%B6fer-politician-top-executive-and-author/a-6701892
- ^ a b https://www.huffingtonpost.com/2015/01/12/jurgen-todenhofer-islamic-state-reporting_n_6452436.html
- ^ http://www.huffingtonpost.co.uk/2014/12/23/jurgen-todenhofer-islamic-state_n_6371516.html
- ^ https://www.theguardian.com/world/2016/apr/04/behind-isis-lines-jurgen-todenhofer-journalist-syria-iraq-my-journey-into-the-heart-of-terror
- ^ https://dunia.tempo.co/read/731726/mengejutkan-ternyata-ini-negara-yang-paling-ditakuti-isis
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-21. Diakses tanggal 2017-12-07.
Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang sesuai. Tolong bantu Wikipedia untuk menambahkan kategori. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |