Istano Silinduang Bulan

museum di Indonesia

Istano Silinduang Bulan atau Istana Silindung Bulan merupakan istana yang terletak di Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Kini istana tersebut telah direnovasi setelah mengalami kebakaran pada tanggal 21 Maret 2010.[1]

Istana Silindung Bulan

Sejarah

sunting

Nama Silinduang Bulan adalah nama yang diberikan kepada Istana Raja Pagaruyung setelah dipindahkan dari Ulak Tanjuang Bungo ke Balai Janggo pada tahun 1550 oleh Daulat Yang Dipertuan Raja Gamuyang Sultan Bakilap Alam (Sultan Alif Kalifatullah Johan Berdaulat Fil’Alam I), Raja Alam sekaligus pemegang jabatan Raja Adat dan Raja Ibadat Pagaruyung. Tahun ini sebagai penanda awal diberlakukannya secara resmi hukum syariat Islam di seluruh kerajaan Pagaruyung menggantikan hukum-hukum yang bersumber dari agama Buddha Tantrayana.[2][3]

Istano Silinduang Bulan dibangun kembali pada tahun 1750, karena bangunan lama telah tua dan mulai runtuh.[2]

Rentetan kebakaran

sunting

Pada tahun 1821, istana ini terbakar dalam kecamuk Perang Padri. Pada tahun 1869, Istano Silinduang Bulan dibangun lagi oleh Yang Dipertuan Gadih Puti Reno Sumpu, kemenakan dari Sultan Tangkal Syariful Alam Bagagar Syah Yang Dipertuan Hitam, serta putri dari Yang Dipertuan Gadih Reno Sori dengan Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang (pemegang jabatan Raja Adat, Raja Ibadat, dan Raja Alam).[4]

Selama bertahun-tahun, Istano Silinduang Bulan berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Pada tanggal 4 Agustus 1961, istana ini dibakar oleh orang-orang dari Partai Komunis Indonesia (PKI).[5]

Pada tahun 1987, pembangunan kembali istana dimulai dan diresmikan pada tahun 1989. Di antara tokoh yang memprakarsai yakni Sutan Usman Yang Dipertuan Tuanku Tuo Ahli Waris Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung, Tan Sri Raja Khalid bin Raja Harun, Raja Syahmenan bin Raja Harun, dan Aminuzal Amin Datuk Raja Batuah.[6]

Pada tanggal 21 Maret 2010, istana ini kembali terbakar.[1]

Bentuk dan tata ruang

sunting

Istano Silinduang Bulan disebut juga rumah gadang sambilan ruang dengan ukuran 28 x 8 meter. Di halamannya, berdiri dua rangkiang yang bernama Si Bayau-bayau dan Si Tinjau Lauik. Istano Silinduang Bulan mengadopsi bentuk rumah gadang model alang babega yang merupakan ciri khas rumah gadang seorang raja.

Istano Silinduang Bulan mempunyai empat buah bilik (kamar tidur) dan dua buah anjung. Di samping kanan bernama Anjung Emas dan di samping kiri Anjung Perak. Di bagian belakangnya terdapat dapur.

Tiang penyangga rumah gadang ini berjumlah 52 buah, terdiri dari: delapan buah di barisan depan disebut tiang tetapi panagua alek, barisan kedua memanjang bangunan terdapat 12 buah tiang yang disebut tiang tamban suko mananti, barisan ketiga memanjang bangunan terdapat 12 buah tiang yang disebut tiang tangah manti salapan. Salah satu dari 12 tiang ini disebut tonggak tuo, atau disebut juga tiang panjang simajolelo yang terletak di bagian kanan setelah pintu masuk. Barisan keempat berjumlah 12 tiang disebut tiang dalam puti bakuruang yang menjadi penopang bagian tengah rumah.

Selanjutnya 12 tiang lagi disebut tiang salek dindiangnyo samiek. Barisan tiang ini membatasi dinding belakang dengan bagian muka bilik. Delapan tiang lagi di bagian belakang disebut tiang dapua suko dilabo. Kedua anjung di ujung kiri dan kanan rumah adalah tempat tahta raja, yakni Rajo Tuo di Anjung Emas dan Tuan Gadih di Anjung Perak.

Ukiran

sunting
 
Ukiran Istana Silindung Bulan

Ukiran yang membalut Istano Silinduang Bulan berjumlah lebih dari 200 macam motif ukiran. Hampir seluruh motif ukiran Minangkabau terdapat di Istano Silinduang Bulan. Ukiran itu mendominasi bentuk luar fisik bangunan yang kaya dengan simbol-simbol. Setiap ukiran dan penempatannya mempunyai makna sendiri-sendiri, sebagai tanda bahwa Istano Silinduang Bulan adalah rumah gadang raja atau sebagai pusat adat.

Beberapa motif ukirannya antara lain terdapat di bandua ayam bagian memanjang di bawah jendela, dihiasi tiga jenis ukiran: aka cino, sikambang manih dan siriah gadang. Pada bagian dinding yang lebih luas dihiasi dengan ukiran: pucuak rabuang dan aka Cino ditambah dengan hiasan kaca tabentang kalangik. Pada jalusi di atas jendela dihiasi dengan ukiran tembus dengan motif si kambang manih. Pada bagian bawah pinggir atap yang disebut dampa-dampa dihiasi dengan tiga jenis ukiran: pisang sasikek, aka Cino, dan tantadu bararak. Pada pintu masuk ditemukan berbagai ukiran: tupai managun, daun bodi, saik wajik, bungo lado, buah palo bapatah, dan itiak pulang patang.

Banyak lagi bagian pada dinding istana yang diukir dengan berbagai jenis ukiran. Umumnya ukiran-ukiran itu didominasi oleh warna-warna: merah, kuning, hitam dan diselingi oleh warna coklat (warna tanah), serta warna perak dan emas.

Di bagian dalam, semua bagian ditutupi dengan kain tabir dan langik-langik dengan sulaman bertatah warna emas dengan berbagai motif. Ini semua merupakan hasil kerajinan rakyat dari nagari-nagari di sekitar Pagaruyung antara lain Sungayang dan Pandai Sikek.

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b https://nasional.tempo.co/read/234157/istana-silinduang-bulan-di-pagaruyung-terbakar
  2. ^ a b F, Fachrul Rasyid H. (2008). Dari Pagaruyung sampai Semenanjung: refleksi sejarah Minangkabau. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, UPTD Museum "Aditiyawarman". 
  3. ^ Istano Si Linduang Bulan. Diarsipkan 20 November 2011 di Wayback Machine.
  4. ^ Nain, Sjafnir Abu (2006). Sirih pinang adat Minangkabau: pengetahuan adat Minangkabau tematis. Sentra Budaya. 
  5. ^ Yusra, Abrar (1997). Tokoh yang berhati rakyat: biografi Harun Zain. Yayasan Gebu Minang. ISBN 978-979-8428-01-2. 
  6. ^ Sumbar, Antara. "Istano Silinduang Bulan". ANTARA News. Diakses tanggal 2021-10-15.