Inseminasi traumatis

Inseminasi traumatis merupakan praktik perkawinan dengan cara melakukan penetrasi sperma pada perut betina menggunakan aedeagus milik pejantan dan melalui luka ke dalam rongga perut sang betina (hemocoel)[1]. Sperma akan menyebar melalui hemolimfa betina hingga mencapai ovarium dan menghasilkan pembuahan. Beberapa spesies invertebrata juga mempraktikan teknik perkawinan ini.

A female bed bug is held upside-down by a male bed bug, as he traumatically inseminates her abdomen.
Kutu busuk jantan (Cimex lectularius) melakukan inseminasi terhadap kutu busuk betina (atas) secara traumatis. Eksoskeleton ventral betina terlihat retak di sekitar titik inseminasi.

Proses ini kerap merugikan bagi pihak betina lantaran penetrasi akan menciptakan luka menganga yang membuatnya menjadi rentan terinfeksi. Dampak dari proses ini juga dapat menstimulasi reaksi imun sang betina. Adanya teknik perkawinan tersebut beberapa serangga pun berevolusi hingga memiliki organ-organ tubuh yang dapat membantu dan mengakomodasi inseminasi traumatis. Salah satunya adalah kutu busuk yang memiliki sepasang wadah sperma yang dikenal sebagai <i>spermalege</i>. Bagian ini diketahui berfungsi sebagai resistansi kerusakan langsung pada kutu busuk betina selama proses penetrasi berlangsung. Akan tetapi, banyak penelitian tidak menemukan benang merah untuk dugaan tersebut hingga pada 2003 pemutusan fungsi dari organ tersebut sebagai sistem perlindungan higienis terhadap bakteri[2].

Masih banyak perdebatan mengenai asal mula praktik inseminasi traumatis pada invertebrata. Namun, inseminasi traumatis paling banyak diadaptasi dan dipelajari secara keseluruhan pada kutu busuk, khususnya Cimex lectularius[1][3], meskipun para invertebrata banyak mengalami evolusi secara konvergen. Inseminasi traumatis tidak hanya ditemukan pada praktik perkawinan jantan-betina, atau bahkan praktik perkawinan dari spesies yang sama. Baik inseminasi traumatis pada praktik perkawinan homoseksual dan antarspesies juga telah banyak diamati.

Mekanisme

sunting
 
Aedeagus dari kumbang kacang Callosobruchus analis . Beberapa spesies serangga telah berevolusi hingga memiliki duri aedeagal yang bisa merusak saluran reproduksi betina. Hal ini menyebabkan sang betina menggunakan berbagai teknik untuk menolak dikawinkan.
Video inseminasi traumatis pada Stylops ovinae (Strepsiptera)

Manusia dan makhluk bertulang belakang lainnya memiliki sistem peredaran terbuka. Bagian darah dan limfa memiliki alur sistem peredarannya masing-masing, yaitu sistem peredaran darah dan sistem limfatik. Kedua sistem peredaran ini diapit oleh sistem kapiler, vena, arteri, dan kelenjar getah bening. Di samping itu, serangga memiliki sistem peredaran darah terbuka. Pada sistem tersebut, darah dan limfa beredar secara terbuka. Karena tidak memiliki alur sistem peredaran yang pasti, darah dan limfa pada serangga bercampur dan membentuk zat yang disebut hemolimfa. Semua organ pada serangga dialiri oleh hemolimfa yang menyediakan oksigen dan nutrisi ke semua bagian tubuh serangga. [4]

Sesaat seusai melakukan praktik inseminasi traumatis, sperma dari pejantan akan bergerak melalui hemolimfa ke ovarium sang betina untuk melanjutkan proses pembuahan. Mekanisme serupa terdapat pada variasi takson lain. Pada beberapa ordo serangga, alat kelamin jantan (<i>paramere</i>) memasuki saluran kelamin betina, kemudian duri pada bagian ujungnya akan menembus dinding bursa copulatrix sang betina. Pada cara yang lain, pejantan juga menusuk dinding tubuh bagian luar sang betina. Setelah melakukan penetrasi, pejantan akan berejakulasi ke dalam tubuh sang betina dan tahap tersebut dilakukan juga oleh dua keadaan injeksi tersebut. Sperma dan cairan ejakulasi menyebar di seluruh hemolimfa betina. Inseminasi dikatakan berhasil jika sperma mencapai ovarium dan membuahi sel telur[1].

Ketahanan sang betina terhadap penetrasi dari inseminasi traumatis cukup berbeda-beda dari satu spesies ke spesies lainnya. Betina dari beberapa genus seperti Cimex akan menunjukkan tingkah laku pasif sebelum dan selama proses inseminasi traumatis berlangsung[5]. Betina-betina di genus lain ada yang menolak kawin dan berusaha melarikan diri[6]. Perlawanan ini diduga bukan atas keengganan terhadap rasa sakit akibat inseminasi semata lantaran adanya bukti dari observasi menunjukkan dugaan bahwa serangga tidak dapat merasakan rasa sakit[7].

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Arnqvist, Göran; Rowe, Locke (2005-07-05). Sexual Conflict (Monographs in Behavior and Ecology). Princeton, NJ: Princeton University Press. hlm. 87–91. ISBN 978-0-691-12218-2. 
  2. ^ Reinhardt, K.; Naylor R.; Siva-Jothy, M. T. (2003-11-22). "Reducing a cost of traumatic insemination: female bedbugs evolve a unique organ". Proceedings of the Royal Society B. 270 (1531): 2371–2375. doi:10.1098/rspb.2003.2515. PMC 1691512 . PMID 14667353. 
  3. ^ Carayon, J. (1966). "Paragenital system". Monograph of Cimicidae (Hemiptera, Heteroptera). College Park, MD: Entomological Society of America. hlm. 81–166. ISBN 978-0-9776209-2-0. 
  4. ^ Ruck, B.N.; Villares, G.J.; Welch, C.M.; Facey, D.E. "Circulatory System". Saint Michael's College. Diarsipkan dari versi asli tanggal June 19, 2009. Diakses tanggal 2009-08-19. 
  5. ^ Arnqvist, citing A.D. Stutt, Reproductive Strategies and Sexual Conflict in the Bed Bug. PhD thesis. University of Sheffield, England.
  6. ^ Arnqvist 89, citing personal observations and Monograph of Cimicidae
  7. ^ Smith, Jane A. (1991). "A Question of Pain in Invertebrates". ILAR Journal. 33 (1-2): 25–31. doi:10.1093/ilar.33.1-2.25. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 April 2009.