Injo dari Joseon

(Dialihkan dari Injo dari joseon)


Injo dari Joseon (1595 - 1649, bertakhta 1623-1649) merupakan raja ke-16 Dinasti Joseon, Korea. Ia merupakan cucu Seonjo. Raja Injo mengalami serangan Manchu pertama dan kedua, yang berakhir dengan penyerahan Joseon ke Dinasti Qing pada tahun 1636.

Injo dari Joseon
Hangul
인조
Hanja
仁祖
Alih AksaraInjo
McCune–ReischauerInjo
Nama lahir
Hangul
이종
Hanja
李倧
Alih AksaraI Jong
McCune–ReischauerI Chong

Kelahiran & Latar Belakang

sunting

Raja Injo dilahirkan pada tahun 1595 sebagai putra Pangeran Jeongwon, yang ayahandanya adalah Raja Seonjo. Pada tahun 1607 putra Pangeran Jeongwon diberikan gelar putra Pangeran Neungyang (綾陽都正,능양도정) dan kemudian Pangeran Neungyang (綾陽君,능양군) dan hidup sebagai layaknya anggota keluarga kerajaan, tidak didukung oleh fraksi politik manapun yang memegang kekuasaan atas politik Korea pada masa itu.

Pada tahun 1608, Raja Seonjo jatuh sakit dan meninggal, dan putranya Gwanghaegun menggantikannya sebagai raja. Pada saat itu, pemerintah dibagi oleh berbagai fraksi politik; fraksi Timur yang bebas muncul kuat setelah Perang 7 Tahun, yang kebanyakan fraksi Timur yang secara aktif berperang melawan Jepang. Kemudian fraksi Timur terpisah selama hari-hari terakhir Raja Seonjo; fraksi Utara menginginkan reformasi radikal, sewaktu fraksi Selatan mendukung reformasi moderat. Pada saat Seonjo meninggal, fraksi Utara, yang memiliki kekuasaan pemerintah pada saat itu, dibagi menjadi sayap kiri fraksi Utara Besar dan fraksi Utara Kecil yang kurang radikal. Karena Gwanghaegun menjadi ahli waris takhtanya, fraksi Utara Besar, yang mendukungnya sebagai raja, menjadi fraksi politik mayoritas di dalam istana. Sementara itu, fraksi Barat yang konservatif tetap tinggal sebagai fraksi minor, jauh dari kekuasaan. Namun banyak anggota dari fraksi Barat yang mencari kesempatan untuk kembali ke politik sebagai fraksi yang meemerintah.

Kudeta tahun 1623

sunting

Meskipun Gwanghaegun (光海君,광해군) merupakan seorang administrator yang sukses dan seorang diplomat yang hebat, ia secara garis besar tidak didukung oleh banyak politisi, para sarjana dan aristokrat karena ia bukan kelahiran pertama dan hanyalah putra seorang selir. Fraksi Utara Besar mecoba untuk menginjak opini-opini tersebut, menekan fraksi Utara Kecil dan membunuh Pangeran Imhae (臨海君,임해군), putra tertua Seonjo, dan Pangeran Yeongchang (永昌大君,영창대군), anak ratu. Bukan rencana Gwanghaegun untuk menjaga tahtanya; ia sebenarnya mencoba untuk membawa fraksi kecil ke pemerintah, yang dicegah oleh fraksi Utara Besar seperti Jeong In-hong dan Yi Icheom. Aksi-aksi tersebut bahkan membuat Gwanghaegun menjadi lebih tidak populer lagi di mata aristokrat yang kaya dan akhirnya mereka mulai merencanakan pemberontakan.

Pada tahun 1623, fraksi Barat yang ultra-konservatif Kim Ja-jeom, Kim Ryu, Yi Gwi, Yi Gwal melancarkan sebuah kudeta dan memecat Gwanghaegun, yang dikirim ke pengasingan di Pulau Jeju. Jeong In-hong dan Yi Yicheom dibunuh, dan tiba-tiba orang-orang Barat menggantikan fraksi Utara Besar sebagai fraksi yang memerintah. Fraksi Barat membawa Injo ke istana dan memahkotainya sebagai raja baru Injo; meskipun Injo adalah raja, ia tidak memiliki otoritas apapun karena hampir seluruh kekuasaan berada di tangan fraksi Barat yang menggulingkan Gwanghaegun.

Pemberontakan Yi Gwal

sunting

Pada tahun 1624, Yi Gwal, yang mengira ia diperlakukan dengan tidak adil dan menerima penghargaan terlalu kecil atas perannya di dalam kudeta, memberontak melawan Injo, karena hampir setiap pemimpin bagian lain kudeta dipanggil ke istana ketika ia dikirimkan ke bagian depan Utara sebagai komandan militer Pyongyang untuk melawan Manchu yang sedang berkembang. Yi Gwal memimpin 12,000 pasukan termasuk 100 orang Jepang (yang menyerah kepada Joseon selama Invasi Jepang ke Korea (1592-1598)) ke ibu kota, Hanseong. Di dalam perang Jeotan, Yi Gwal mengalahkan pasukan biasa di bawah pimpinan Jenderal Jang Man, dan mengelilingi Hanseong. Injo melarikan diri ke Gongju dan Hanseong jatuh ke tangan pemberontak.

Pada tanggal 11 Februari, 1624, Yi Gwal memahkotai Pangeran Heungan (興安君, 흥안군) sebagai raja yang baru; namun, Jenderal Jang Man segera kembali dengan sejumlah besar pasukan dan mengalahkan pasukan Yi Gwal. Tak lama kemudian pasukan Korea dapat memenangkan kembali ibu kota dan Yi Gwal dibunuh oleh pengawal pribadinya, dan pemberontakan berakhir. Meskipun Injo dapat menjaga tahtanya, pemberontakan menunjukkan bahwa otoritas kerajaan melemah dan superioritas aristokrat terbukti, yang bahkan mendapatkan lebih banyak kekuasaan dengan berperang melawan pemberontakan. Juga, ekonomi, yang sedikit pulih dari rekonstruksi Gwanghaegun, dirusak lagi dan Korea tetap miskin selama beberapa abad.

Perang dengan Manchu

sunting

Gwanghaegun, yang merupakan seorang diplomat yang bijaksana, menyimpan kebijakan netral antara Manchu yang sedang berkembang dan Dinasti Ming, Tiongkok, yang merupakan sekutu tradisional Joseon. Namun, setelah kejatuhan Gwanghaegun, orang-orang Barat yang konservatif mengambil kebijakan yang keras terhadap Manchu, menjaga hubungan mereka dengan Dinasti Ming. Manchu, yang tetap bersahabat kepada Joseon, mulai menganggap Joseon sebagai musuhnya. Han Yun, yang berpartisipasi di dalam pemberontakan Yi Gwal, melarikan diri ke Manchuria dan mendesak pemimpin Manchu Nurhaci untuk menyerang Joseon; dengan demikian hubungan baik antara Manchu dan Korea berakhir.

Pada tahun 1627, 30,000 pasukan berkuda Manchu di bawah pimpinan Jenderal Amin (阿敏) dan bekas Jenderal Korea Gang Hong-rip menyerang Joseon, terpanggil untuk restorasi Gwanghaegun dan eksekusi pemimpin orang-orang Barat termasuk Kim Ja-jeom. Jenderal Jang Man sekali lagi berperang melawan Manchu, tetapi tidak dapat mengusir invasi tersebut. Sekali lagi, Injo melarikan diri ke Pulau Ganghwa; sementara waktu, Manchu tidak memiliki alasan untuk menyerang Korea dan memutuskan untuk kembali untuk mempersiapkan perang, dan tak lama kemudian kedamaian dapat dibentuk; Jin Akhir dan Joseon diumumkan sebagai negara bersaudara dan Manchu mundur dari Korea. Perang itu disebut Serangan Pertama Manchu di Korea.

Namun, banyak orang-orang Barat menyimpan kebijakan keras mereka walaupun perang. Nurhaci, yang umumnya memiliki opini bagus terhadap Korea, tidak menyerang Korea lagi. Namun, ketika Nurhaci meninggal dan Huang Taiji menggantikannya sebagai pemimpin Manchu, Manchu kembali mencari kesempatan untuk berperang lagi. Ketika Jenderal Ming Mao Wenrong datang ke Korea melarikan diri dari Manchus bersama dengan unitnya, Injo menampung mereka dan hal tersebut mengakibatkan Manchu menyerang Korea sekali lagi.

Pada tahun 1636, Huang Taiji secara resmi menyebut negaranya Dinasti Qing, dan menyerang sendiri Joseon. Manchu menghindari perang dengan Jenderal Im Gyeong Eop, yang menjaga benteng Uiju; karena ia merupakan komandan pasukan yang terkenal. 128,000 pasukan Manchu langsung menuju Hanseong sebelum Injo dapat melarikan diri ke Pulau Ganghwa, dan mereka mendesaknya ke Namhansanseong dan memutuskan seluruh dukungan bahan makanan. Injo, yang kehabisan bahan makanan akhirnya menyerah kepada Dinasti Qing, dan setuju untuk mengadakan Perjanjian Samjeondo, di mana Injo menyembah Huang Taiji sebanyak 9 kali sebagai pelayannya, dan putra pertama dan keduanya dibawa ke Tiongkok sebagai tawanan. Joseon menjadi Negara upeti Qing, yang menguasai Dinasti Ming pada tahun 1644. Perang itu disebut Serangan Kedua Manchu di Korea.

Kematian Putra Mahkota

sunting

Pada tahun 1644, setelah Qing menguasai seluruh Tiongkok, kedua pangeran kembali ke Korea. Putra pertama Injo, Putra Mahkota Sohyeon, membawa banyak produk baru dari dunia barat termasuk Kekristenan, dan mendesak Injo untuk reformasi. Namun, Injo yang konservatif tidak akan menerima opini itu; dan putra mahkota ditemukan tewas di dalam kamar raja, terluka berat di kepalanya. Banyak orang termasuk istrinya mencoba untuk mencari tahu penyebab kematiannya, tetapi Injo memerintahkan pemakaman dan kemudian ia menuduh istri Sohyeon telah berkhianat dan mengeksekusinya. Pangeran Bongrim, yang juga kembali dari Tiongkok, ditunjuk sebagai Putra Mahkota yang baru dan kemudian menjadi Raja Hyojong.

Warisan

sunting

Pada hari ini, Injo lebih banyak dianggap sebagai seorang pemimpin yang lemah, ragu-ragu dan tidak stabil; karena ia menyebabkan terjadinya pemberontakan Yi Gwal, dua perang dengan Manchu, dan kehancuran ekonomi. Ia sering dibandingkan dengan pendahulunya, Gwanghaegun, yang mencapai banyak hal dan dipecat, sewaktu Injo hampir tidak memiliki prestasi apapun selama masa pemerintahannya dan masih diberikan nama kuil. Banyak orang yang menganggapnya sebagai model yang tidak patut ditiru oleh para politisi, dan ia juga disalahkan untuk tidak menjaga kerajaannya. Namun, ia mereformasi militer dan mengembangkan pertahanan negara untuk mempersiapkan perang, karena negara memiliki beberapa konflik militer yang terjadi sejak tahun 1592 sampai dengan tahun 1636. Ia meninggal pada tahun 1649.

Keluarga

sunting
  • Ayahanda: Raja Wonjong[1]
  • Ibunda: Ratu Inheon dari Wangsa Neungsung Gu (인헌왕후 구씨)[2]
  • Selir-selir:
  1. Ratu Inryeol dari Wangsa Cheongju Han (인렬왕후 한씨)
  2. Ratu Jangryeol dari Wangsa Yangju Jo (장렬왕후 조씨)
  3. Yang diasingkan Jo Gwi-in (폐귀인 조씨)
  4. Jang Gwi-in (귀인 장씨)
  • Keturunan:
  1. Pangeran Sohyeon (소현세자, 1612-1645) - Putra Pertama Ratu Inryeol dari Wangsa Cheongju Han.
  2. Pangeran Bongrim (봉림대군, 1619-1659) - Putra Kedua Ratu Inryeol dari Wangsa Cheongju Han.
  3. Pangeran Inpyeong (인평대군, 1622-1658) - Putra Ketiga Ratu Inryeol dari Wangsa Cheongju Han.
  4. Pangeran Yongseong (용성대군) - Putra Keempat Ratu Inryeol dari Wangsa Cheongju Han.
  5. Pangeran Sungseon (숭선군) - Putra Pertama yang diasingkan Jo Gwi-in.
  6. Pangeran Nakseon (낙선군) - Putra Kedua yang diasingkan Jo Gwi-in.
  7. Putri Hyomyeong (효명옹주) - Putri Tunggal yang diasingkan Jo Gwi-in.

Nama Lengkap Anumertanya

sunting
  • Raja Injo Gaecheon Joun Jeonggi Seondeok Heonmun Yeolmu Myeongsuk Sunhyo yang Agung Korea
  • 인조개천조운정기선덕헌문열무명숙순효대왕
  • 仁祖開天肇運正紀宣德憲文烈武明肅純孝大王

Kebudayaan Modern

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ As the sixth illegitimate son of King Seonjo, he became Prince Jeongwon. In 1623, he was given the posthusmous title Daewongun as a birth father of King Injo. After considerable opposition, he was posthusmously honoured as King Wonjong in 1632.
  2. ^ In 1623, she was given the title Gyeoungung as a birth mother of King Injo. Daughter of Gu Sa-maeng (구사맹).

Lihat pula

sunting
Injo dari Joseon
Lahir: 1595 Meninggal: 1649
Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Gwanghaegun
Raja Joseon
1623–1649
Diteruskan oleh:
Hyojong