Ikhtilaf dalam pemikiran hukum Islam merupakan perbedaan pendapat di antara para ahli hukum Islam dalam menetapkan sebagian hukum yang bersifat furu'iyah[1] (hukum yang berkaitan dengan perkara yang bersifat cabang, bukan prinsip). Kata ikhtilaf berakar dari kata dalam bahasa Arabkhalafa, yakhlifu, khalfan”, yang artinya berlawanan.[1] Kata ikhtilaf sering pula disebut bersama dengan kata "khilafiyah".

Ikhtilaf dalam furu'iyah fikih mulai tampak pada masa sahabat Nabi Muhammad dan semakin terlihat pada periode tabiin dan periode-periode setelahnya seiring dengan meluasnya wilayah Islam dan persoalan-persoalan baru yang muncul.[1]

Alquran sebagai pedoman hidup bagi umat Islam menyebutkan kata ikhtilaf pada tujuh ayat dan kata jadiannya pada sembilan tempat.[2] Kata ikhtilaf yang memiliki arti perbedaan dan perselisihan dapat dilihat pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 176, 213, dan 253.

Dalil yang menunjukkan tentang ikhtilaf ada dalam surah Al-Baqarah ayat 176, 213, dan 253.

Macam-macam

sunting

Menurut Syekh Salim bin Shalih, sesuai dengan penelitian para ulama terhadap sumber ikhtilaf, ikhtilaf terbagi pada tiga macam, yaitu:

  1. Ikhtilaf tercela: Ikhtilaf tercela ini didasarkan pada Alquran surah Al-Maaidah ayat 14.
  2. Ikhtilaf yang boleh: Ikhtilaf yang boleh dalam Islam berdasarkan pada surah Al-Hajj ayat 78.
  3. Ikhtilaf tanawwu: Ikhtilaf tanawwu ini semisal perbedaan pendapat di antara para sahabat tentang masalah bacaan Alquran.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Kholidah, Kholidah (2023-12-19). "Akar ikhtilaf dalam pemikiran hukum Islam dan cara mensikapi perbedaan". Yurisprudentia: Jurnal Hukum Ekonomi. 9 (2): 327–341. doi:10.24952/yurisprudentia.v9i2.9450. ISSN 2580-5134. 
  2. ^ Dewan Redaksi, Ensklopedia Islam (2001). ensklopedia Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. hlm. 193. ISBN 979-8276-66-3. 
  3. ^ Salim, Bin Shalih (23-07-2018). "macam-macam Ihktilaf".