I Kadek Suardana (lahir di Denpasar, Bali, 1956 – meninggal di Guangzhou, Tiongkok, 8 Oktober 2013 pada umur 57 tahun) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa komposisi musik dan koreografi tari yang dipentaskan di berbagai panggung pertunjukan, dalam negeri maupun luar negeri. Kadek merupakan salah satu penerima Piala Vidia pada Festival Sinetron Indonesia, sebagai penata soundtrack drama televisi untuk sinetron berjudul Api Cinta Antonio Blanco (1998).[1]

Latar belakang

sunting

I Kadek Suardana lahir di Banjar Tainsiat, Denpasar, Bali, 1956. Menyelesaikan pendidikan di Konservatori Musik Tradisional (KOKAR) dan kemudian melanjutkan belajar di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), tetapi tidak tamat. Dia sempat bermukim di Jakarta mendalami pengetahuan tentang produksi teater. Sekembalinya ke Bali, ia mendirikan Grup Teater kontemporer Sanggar Putih (1980-1990) yang mementaskan karya-karya Shakespeare, Macbeth, dalam berbagai versi.[2]

Kadek juga menjadi komposer dan menulis dramaturgi untuk Australian based The One Extra Company’s production Dancing Demons (1990) berdasarkan cerita Ramayana dan komposer pada Goetenberg Opera Ballet (Swedia) untuk pementasan karya, Bima (1996). Tahun 1998 ia ikut mengarap soundtrack untuk drama televisi Api Cinta Antonio Blanco produkis Jatayu Cakraawala Film, yang berhasil meraih Piala Vidia pada Festival Sinetron Indonesia. Tahun itu pula, dia mendirikan Yayasan Arti Denpasar bersama Gde Aryantha Soethama, Dewa Gede Palguna dan Ulf Gadd. Yayasan Arti Denpasar telah memproduksi berbagai pementasan tari yang yang didasarkan pada seni tradisional seperti Gambuh Macbeth (1998), Ritus Legong (2002), Tajen I (2002), dan Tajen II (2006).

Kemampuannya di bidang seni tari dicurahkan melalui pelatihan-pelatihan seni tari Bali yang diselenggarakan di beberapa organisasi kebudayaan antara lain di Tokyo dan Kanagawa (Jepang). Pada 8 Maret 2009, bersama Mari Nabeshima, Kadek menggarap drama tari Sri Tanjung: The Scent of Innocence, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. I Kadek Suardana dikenal juga sebagai penyelenggaraan Festival Seni Perdamaian (FSP) di Taman Budaya Denpasar (2002). FSP bertujuan memberi pengaruh bahwa keberagaman itu indah, dapat muncul dari dunia kesenian, tetapi tak akan membuat dunia hancur.[3]

Meninggal

sunting

I Kadek Suardana meninggal di Guangzhou, Tiongkok, pada 8 Oktober 2014 karena penyakit kanker pankreas. Beberapa waktu sebelumnya, dia berada di Guangzhou untuk menjalani perawatan terapi kanker.[4][5]

Referensi

sunting