Hutan musiman Nusa Tenggara
Hutan musiman Nusa Tenggara atau Hutan gugur Nusa Tenggara merupakan kawasan ekologi hutan monsun tropis yang berada di wilayah Indonesia. Kawasan ekologi ini tersebar di beberapa pulau, yakni Pulau Lombok, Pulau Sumbawa, Pulau Komodo, Pulau Flores, Pulau Adonara, Pulau Lembata, Pulau Alor, dan beberapa pulau kecil lainnya yang berada di sekitar pulau-pulau tersebut.[3] [4] [5]
Hutan monsun Nusa Tenggara | |
---|---|
Ekologi | |
Wilayah | Lingkup Australasia |
Bioma | Hutan gugur tropis |
Geografi | |
Area | 38.842 km2 (14.997 sq mi) |
Negara | Indonesia |
Provinsi di Indonesia | Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur |
Koordinat | 8°36′S 120°37′E / 8.6°S 120.62°E |
Jenis iklim | Iklim sabana tropis |
Konservasi | |
Status konservasi | Terancam[1] |
Dilindungi | 3.228 km² (8%)[2] |
Geografi
suntingKawasan ekologi ini meliputi beberapa pulau vulkanis di gugusan Kepulauan Nusa Tenggara. Selat Lombok merupakan ujung barat dari kawasan ekologi ini, memisahkan Pulau Lombok dengan Pulau Bali. Selat ini pun merupakan bagian dari Garis Wallace yang merupakan sebuah garis biogeografi yang memisahkan dua wilayah biogeografi, yaitu Lingkup Indomalaya dan Lingkup Australasia. Kawasan ekologi hutan monsun Nusa Tenggara ini termasuk dari kawasan Wallacea, yaitu kawasan yang berisi sekumpulan pulau yang termasuk dalam lingkup Australasia, tetapi tidak pernah terhubung dengan benua Asia dan Australia. Kepulauan di kawasan Wallacea merupakan rumah bagi beragam flora dan fauna campuran dari dua kawasan tersebut serta mempunyai pelbagai spesies unik yang berkembang dan berevolusi secara terpisah dan dalam isolasi.[6]
Selat Ombai merupakan ujung timur dari kawasan ekologi ini, memisahkan Pulau Alor dengan pulau lainnya di sebelah timur dan tenggara, yakni Pulau Timor dan Pulau Wetar. Meskipun Pulau Timor, Pulau Wetar, dan Pulau Sumba yang berada di sebelah selatan juga merupakan bagian dari Kepulauan Nusa Tenggara, pulau-pulau tersebut dianggap memiliki kawasan ekologinya tersendiri.
Pulau Sumbawa merupakan pulau terbesar di kawasan ekologi ini dengan luas wilayah sebesar 15.414 km², kemudian disusul oleh Pulau Flores dengan luas wilayah sebesar 13.540 km2. Pulau-pulau di kawasan ekologi ini sebagian besar memiliki topografi berbukit-bukit serta bergunung-gunung dan Gunung Rinjani di Pulau Lombok menjadi titik tertinggi dengan ketinggian sebesar 3.726 mdpl.[6]
Iklim
suntingSeluruh kawasan ekologi Nusa Tenggara beriklim tropis. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, wilayah barat dan dataran tinggi kawasan ekologi ini beriklim muson tropis (Am) serta sebagian besar sisanya beriklim sabana tropis (Aw). Oleh karena beriklim tropis, suhu udara di wilayah ini cenderung konstan pada rentang 18°–35 °C, kecuali untuk wilayah dataran tinggi dan pegunungan dengan suhu udara yang tentunya lebih rendah beberapa derajat. Kawasan ekologi ini mempunyai iklim yang lebih kering jika dibandingkan kawasan ekologi lainnya di wilayah Indonesia, terutama wilayah barat Indonesia. Curah hujan tahunan di kawasan ekologi ini berkisar pada angka 800–2.000 mm per tahun. Oleh karena tipe iklimnya yang bermusim, curah hujan sebagian besar jatuh pada bulan November hingga April yang diikuti oleh periode kering pada bulan Mei hingga Oktober.[1]
Flora
suntingKomunitas tetumbuhan yang terutama di kawasan ekologi ini adalah hutan monsun dan padang sabana. Terdapat beberapa jenis hutan monsun yang dibedakan berdasarkan curah hujan dan ketinggian permukaan dataran. Jenis-jenisnya meliputi hutan gugur basah, hutan gugur kering, hutan berduri kering, serta hutan hijau pegunungan yang biasanya tumbuh di ketinggian lebih dari 1200 mdpl.[6]
Fauna
suntingKomodo (Varanus komodoensis) yang merupakan kadal terbesar di dunia merupakan hewan endemik kawasan ekologi ini dan hewan ini biasa ditemui di pulau Komodo, Padar, Rinca, Gili Motang, dan Flores.
Kawasan ekologi ini mempunyai 50 spesies mamalia yang melingkupi enam spesies endemik, yaitu Celurut Flores (Suncus mertensi), Kalong Lombok (Pteropus lombocensis), Kelelawar biasa (Nyctophilus heran), Tikus Hidung Panjang Flores (Paulamys naso), Tikus raksasa flores (Papagomys armandvillei), dan Tikus Komodo (Komodomys rintjanus). Selain itu, ada pula mamalia Rusa timor (Rusa timorensis) yang merupakan jenis rusa endemik yang dibawa oleh manusia dari Jawa & Bali[7] serta Babi Celeng (Sus scrofa vittatus) yang dibawa oleh manusia dari kepulauan di barat Indonesia ke Kepulauan Nusa Tenggara dan kedua hewan ini menjadi santapan hewan predator dan juga manusia.
Kawasan ekologi ini pun menjadi rumah bagi 273 spesies burung. Berikut merupakan burung endemik dari Kepulauan Nusa Tenggara sebelah utara.[8] 17 species are endemic:[6]
- Burung Punai Flores (Treron floris)
- Burung Serindit Flores (Loriculus flosculus)
- Burung Cekakak Tunggir (Caridonax fulgidus)
- Burung Pengisap madu Lombok (Lichmera lombokia)
- Burung Garugiwa (Pachycephala nudigula)
- Burung Kipasan Flores (Rhipidura diluta)
- (Symposiachrus sacerdotum)
- Burung Gagak Flores (Corvus florensis)
- Burung Celepuk Flores (Otus alfredi)
- Burung Celepuk Wallacea (Otus silvicola)
- Burung Cabai Emas (Dicaeum annae)
- Burung Cabai dahi hitam (Dicaeum igniferum)
- Burung Cabai Lombok (Dicaeum maugei)
- Burung Sepah kerdil (Pericrocotus lansbergei)
- Burung Sepah kecil (Pericrocotus cinnamomeus)
- Burung Opior Flores (Lophozosterops superciliaris)
- Burung Opior Jambul (Lophozosterops dohertyi)
- Burung Opior paruh tebal (Heleia crassirostris)
- Burung Tesia Timor (Tesia everetti)
Selain itu, terdapat pula beberapa spesies burung endemik kawasan ekologi ini yang juga endemik di kawasan ekologi lainnya seperti Burung Uncal Kelam (Macropygia magna), Burung Pergam Katanjar (Ducula rosacea), Burung Pergam punggung hitam (Ducula lacernulata), Burung Cekakak kalung cokelat (Todirhamphus australasia), (Trichoglossus euteles), (Edolisoma dohertyi), (Zoothera dohertyi), (Rhinomyias oscillans), (Zosterops wallacei), Burung pengicau (Phylloscopus presbytes), dan Burung madu matari (Nectarinia solaris).[6]
Lihat pula
suntingPranala luar
sunting- "Lesser Sundas deciduous forests". Terrestrial Ecoregions. World Wildlife Fund.
- Kawasan burung endemik utara Nusa Tenggara (Birdlife International)
Referensi
sunting- ^ a b "Lesser Sundas deciduous forests". Terrestrial Ecoregions. World Wildlife Fund.
- ^ Eric Dinerstein, David Olson, et al. (2017). An Ecoregion-Based Approach to Protecting Half the Terrestrial Realm, BioScience, Volume 67, Issue 6, Juni 2017, Pages 534–545; Supplemental material 2 table S1b. [1]
- ^ "Map of Ecoregions 2017" (dalam bahasa Inggris). Resolve. Diakses tanggal 20 Agustus 2021.
- ^ "Lesser Sundas deciduous forests" (dalam bahasa Inggris). Digital Observatory for Protected Areas. Diakses tanggal 20 Agustus 2021.
- ^ "Lesser Sundas deciduous forests" (dalam bahasa Inggris). The Encyclopedia of Earth. Diakses tanggal 20 Agustus 2021.
- ^ a b c d e Wikramanayake, Eric; Eric Dinerstein; Colby J. Loucks; et al. (2002). Terrestrial Ecoregions of the Indo-Pacific: a Conservation Assessment. Washington, DC: Island Press.
- ^ Grubb, P. (2005). "Rusa timorensis". Dalam Wilson, D. E.; Reeder, D. M. Mammal Species of the World (edisi ke-3). Percetakan Unoversitas Johns Hopkins. hlm. 670. ISBN 978-0-8018-8221-0. OCLC 62265494.
- ^ BirdLife International (2020). "Endemic Bird Areas factsheet: Northern Nusa Tenggara." Downloaded from http://www.birdlife.org on 20/05/2020.