Hubungan Indonesia dengan Takhta Suci
Hubungan Indonesia dengan Takhta Suci Vatikan sudah berlangsung sejak zaman Hindia Belanda. Walaupun kebanyakan orang Eropa di Indonesia menganut ajaran Protestan, tetapi ajaran Katolik mulai berkembang pada abad ke-19. Hubungan resmi antara Republik Indonesia dengan Vatikan dimulai pada tahun 1950 dengan status Internunciatur Apostolik. Barulah pada bulan Desember 1965, status ini diubah menjadi Nunciatur Apostolik.
Kunjungan kenegaraan
suntingPaus Paulus VI mengunjungi Indonesia pada Desember 1970, yang disusul dengan kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia pada Oktober 1989. Kedua paus tersebut bertemu dengan Presiden Soeharto. Pada September 2024, Paus Fransiskus berkunjung ke Indonesia. Ia bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Duta besar Vatikan untuk Indonesia
suntingBerikut ini adalah daftar Duta Besar Vatikan untuk Indonesia.[1]
- Georges Marie Joseph Hubert Ghislain de Jonghe d'Ardoye M.E.P. † (6 Juli 1947–2 Maret 1955)
- Domenico Enrici † (17 September 1955–30 Januari 1958)
- Ottavio de Liva † (18 April 1962–23 Agustus 1965)
- Salvatore Pappalardo † (7 Desember 1965–7 Mei 1969)
- Joseph Mees † (14 Juni 1969-10 Juli 1973)
- Vincenzo Maria Farano † (8 Agustus 1973–25 Agustus 1979)
- Pablo Puente Buces (18 Maret 1980–15 Maret 1986)
- Francesco Canalini (28 Mei 1986–20 Juli 1991)
- Pietro Sambi † (28 November 1991–6 Juni 1998)
- Renzo Fratini (8 Agustus 1998–27 Januari 2004)
- Albert Malcolm Ranjith Patabendige Don (29 April 2004–10 Desember 2005)
- Leopoldo Girelli (13 April 2006–13 Januari 2011)
- Antonio Guido Filipazzi (23 Maret 2011–26 April 2017)[2]
- Piero Pioppo (8 September 2017–sekarang)
Kontroversi
suntingPada 2012, muncul sebuah klaim dari film Soegija yang menyatakan bahwa Vatikan merupakan negara pertama yang memberikan pengakuan kedaulatan Indonesia yang diberikan melalui Albertus Soegijapranata.[3] Klaim tersebut juga dibuat oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ketika masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta saat menerima kedatangan Duta Besar Vatikan Antonio Guido Filipazzi di Balai Kota Jakarta pada 15 Maret 2013.[4] Inilah.com berdalih bahwa negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia adalah Mesir, seperti halnya yang diketahui masyarakat selama ini, pada 22 Maret 1946. Sementara Vatikan baru mengakui Indonesia pada 6 Juli 1947 yang ditandai dengan pembukaan kedutaan yang disebut Delegatus Apostolik dan menugaskan Georges de Jonghe d'Ardoye sebagai duta besar Vatikan pertama di Jakarta untuk masa 1947 hingga 1955.[5]
Para pendukung klaim tersebut membela klaim tersebut dengan berpendapat bahwa Mesir pada waktu itu belum sepenuhnya merdeka karena masih berada di bawah pengaruh Inggris dan baru sepenuhnya merdeka pada tahun 1953[6] sementara Vatikan sendiri telah berdiri secara independen dan absolut sejak 11 Februari 1929 melalui Perjanjian Lateran.[7]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ "Nunciature to Indonesia". catholic-hierarchy.org. Catholic Hierarchy. Diakses tanggal 20 August 2013.
- ^ "Paus Benediktus XVI Ganti Dubes Vatikan di Indonesia". Tribunnews.com. Tribun News. 24th March 2011. Diakses tanggal 20 August 2013.
- ^ http://filmindonesia.or.id/article/murti-hadi-sj-soegija-bukan-film-dakwah#.V7mqqqKKDIU
- ^ Ahok: Vatikan Negara Pertama Akui Kemerdekaan Indonesia
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-22. Diakses tanggal 2016-08-21.
- ^ Blaustein, Albert P.; Sigler, Jay A.; Beede, Benjamin R., ed. (1977). Independence Documents of the World. Volume 1. Dobbs Ferry, NY: Oceana Publications. hlm. 204–205. ISBN 978-0-379-00794-7.
- ^ Lateran Treaty, article 1: "L'Italia riconosce e riafferma il principio consacrato nell’articolo 1° dello Statuto del Regno 4 marzo 1848, pel quale la religione cattolica, apostolica e romana è la sola religione dello Stato." (Italy recognizes and re-affirms the principle consecrated in Article 1 of the Statute of the Kingdom 4 March 1848, by which the Catholic, Apostolic and Roman Religion is the sole religion of the State.)