Hubungan Indonesia dengan Swedia
Hubungan Indonesia–Swedia merujuk kepada hubungan bilateral Indonesia dan Swedia. Pada tahun-tahun terkini, kedua negara tersebut mengalami pertumbuhan pengaruh hubungan bilateral, karena masing-masing kepala pemerintahannya saling berbalas kunjungan.[1] Indonesia memiliki sebuah kedutaan besar di Stockholm yang juga terakreditasi untuk Latvia, sementara Swedia memiliki sebuah kedutaan besar di Jakarta yang juga terakreditasi untuk Timor Leste.
Indonesia |
Swedia |
---|
Sejarah
suntingSetelah Revolusi Indonesia, Swedia mengakui negara baru Indonesia pada 1949. Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Swedia dijalin pada 1950, disusul oleh pendirian kedutaan-kedutaan besar di masing-masing ibu kota negara tersebut. Presiden Indonesia pertama Sukarno mengunjungi Swedia pada 3–5 Mei 1959.[2] Kedutaan besar Swedia di Jakarta juga diakreditasikan untuk Timor Leste yang menjalin hubungan diplomatik dengan Swedia sejak 2002.
Pada sebagian besar 1980an dan 1990an, hubungan bilateralnya agak merenggang, karena terdapat sejumlah pemimpin separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang bermukim di Swedia, dan menjadikan Stockholm sebagai basis luar negeri mereka untuk menggalang dukungan dan pengakuan internasional.[3] Setelah Tsunami Aceh, Swedia menjadi salah satu negara internasional yang membantu menyediakan bantuan kepada kawasan-kawasan yang terkena dampaknya di Indonesia. Pada tahun berikutnya, pemerintah Indonesia dan para pemimpin GAM merekonsiliasi perbedaan mereka melalui negosiasi perdamaian pada 2005, konflik di Aceh pun berakhir. Swedia juga giat berkontribusi dalam proses perdamaian Aceh dan memberikan bantuan kepada pemulihan dari tsunami.
Kunjungan tingkat tinggi
suntingPada 2008, Menteri Luar Negeri Swedia Carl Bildt mengunjungi Jakarta. Pada awal 2012, Raja Carl XVI Gustaf dari Swedia mengunjungi Indonesia, ini yang pertama bagi seorang penguasa monarki Swedia. Pada November 2012, Perdana Menteri Fredrik Reinfeldt menyusulnya, juga sebagai yang pertama bagi seorang kepala pemerintah Swedia. Bujukan untuk membalas kunjungan tersebut diwujudkan dengan kunjungan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ke Swedia pada 27–29 Mei 2013.[4]
Perjanjian
suntingDua negara tersebut menandatangani Memorandum Pemahaman untuk memperkuat kerjasama bilateral pada pengembangan perkotaan terpadu, ilmu pengetahuan, inovasi dan riset, perawatan kesehatan dan lingkungan hidup.[4] Indonesia juga banyak mempelajari pengalaman Swedia dalam mengurusi lingkungan hidupnya, seperti pengembangan sumber-sumber energi terbarukan.[5]
Perdagangan dan investasi
suntingSwedia adalah salah satu mitra dagang paling berpengaruh bagi Indonesia di Eropa, dan perdagangan bilateralnya dengan Indonesia adalah yang tertinggi di negara-negara Skandinavia. Kadar dagang antara Indonesia-Swedia telah mencapai US$1.05 miliar pada 2011 dan naik menjadi US$1.46 miliar pada 2012.[5] Pada 2011, investasi Swedia di Indonesia berkisar sekitar US$916,000 dalam 9 proyek. Pada 2012, jumlahnya jects, pada 2012 nilainya naik menjadi US$5.200.000 dalam 11 proyek.[1][5]
Lihat pula
suntingCatatan
sunting- ^ a b Santo Darmosumarto (May 31, 2013). "Beyond ABBA and IKEA: Indonesia-Sweden relations". The Jakarta Post. Diakses tanggal 19 June 2013.
- ^ "Yudhoyono to Start Official Visit Program in Sweden". Tempo.co. Tempo. 28 May 2013. Diakses tanggal 19 June 2013.
- ^ "Aceh's Gam separatists". BBC News. 24 January 2005. Diakses tanggal 2008-10-11.
- ^ a b "President Yudhoyono to meet with Prime Minister Reinfeldt and the King of Sweden Carl XVI Gustaf". Embassy of Sweden, Jakarta. 28 May 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 19 June 2013.
- ^ a b c Heru (May 29, 2013). Purwanto, Heru, ed. "Number of Swedish companies in Indonesia up 50 pct". ANTARA News. Antara News. Diakses tanggal 20 June 2013.