Hotel Toegoe
Hotel Toegoe adalah sebuah hotel yang terletak di Jalan Margo Utomo 2, Yogyakarta, tepatnya di sebelah timur Stasiun Yogyakarta.[1] Saat ini bangunan Hotel Toegoe masih berdiri dan ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan SK Menteri No. PM.25/PW.007/MKP/2007 dan SK Menteri No013/M/2014 sebagai bangunan cagar budaya peringkat nasional.[2]
Hotel Toegoe | |
---|---|
Informasi umum | |
Gaya arsitektur | Hindia |
Alamat | Jalan Margo Utomo 2 |
Koordinat | 7°47′21″S 110°21′59″E / 7.78924°S 110.36641°E |
Tahun dibangun | 1876 |
Dibuka | 1 Mei 1876? |
Ditutup | 2012 |
Pemilik | Probosutedjo |
Informasi lain | |
Jumlah kamar | 40 |
Akses transportasi umum | 1A 2A 8 13 Grand Zuri 1A 2A 3A 8 10 13 15 Malioboro 1 |
Cagar budaya Indonesia | |
Peringkat | Nasional |
No. Regnas | KB000110 |
No. SK | PM.25/PW.007/MKP/2007 |
Tanggal SK | 26 Maret 2007 |
Tingkat SK | Menteri |
Nama sebagaimana tercantum dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya |
Sejarah
suntingAbad ke-19
suntingHotel Toegoe memiliki asal usul yang tidak jelas. Koran De Locomotief tanggal 12 April 1876 memberitakan bahwa "sebuah hotel di Toegoe" dibuka, dengan harapan untuk meningkatkan kunjungan wisata di Yogyakarta pada masa itu.[3] Pada 26 April 1876, seorang manajer bernama H.L. Oldenwalder mengiklankan dalam sebuah koran De Locomotief bahwa logement (losmen) dengan nama "Logement Toegoe" dibuka pada 1 Mei 1876 dan ditawarkan untuk penumpang kereta api yang turun di Station Djokja NIS (sekarang Stasiun Lempuyangan). Logement Toegoe menyediakan transportasi dari stasiun menuju penginapan.[4]
Pada tanggal 1 November 1878, Logement Toegoe ditutup karena manajemen di bawah Odenwalder terus menunggak utang.[5] Di bawah manajemen barunya, C. von Kriegenberg, mengiklankan bahwa akan dibuka sebuah hotel baru bernama Hotel de Volharding, yang dibuka pada 1 Juni 1882.[6]
Koran De Locomotief 20 Mei 1884 adalah koran terawal yang menampilkan iklan dengan menyebut langsung nama "Hotel Toegoe".[7] Pada saat Stasiun Yogyakarta sedang dibangun di depannya, hotel ini menjadi semakin berkelas. Bahkan, seorang Tionghoa mencoba menyaingi hotel ini dengan menjadikan rumahnya sebagai penginapan.[8]
Tamu hotel yang terkenal pada periode tahun 1890-an adalah Raja Siam, Chulalongkorn, saat ia melawat ke Hindia Belanda. Ia menginap di situ pada Juni–Juli 1896.[9]
Pada September 1896, Hotel Toegoe pun dibentuk sebagai sebuah perusahaan Maatschappij Hotel Toegoe, N.V. pada saat hotel tersebut dimiliki oleh firma A.A. Don Griot & Co. dengan modal 100.000 gulden. Ditunjuk 2 komisaris dan satu direktur.[10]
Abad ke-20
suntingMembuka awal abad ke-20, Hotel Toegoe terus mengklaim untuk menjadi hotel terbaik di kawasan Malioboro, menyaingi Hotel Mataram dari segi fasilitas dan pelayanan.[11] Pada awal 1908, di dekat Hotel Toegoe yang saat itu sudah berpindah kepemilikan, dibuka sebuah toko roti dan kue.[12] Saat manajemen Hotel Toegoe dipegang oleh A. Herscheit, manajemen hotel diperbaiki dan bangunannya dimodernisasi. Di bawah manajemennya, hotel yang terdiri dari 40 kamar ini mulai dilengkapi dengan bel listrik untuk memanggil pelayan hotel.[13]
Pada tahun 1911, Grand Hotel de Djokja (sekarang Grand Inna Malioboro) mulai dibangun.[14] Hotel-hotel yang telah lama beroperasi berusaha berinvestasi agar tetap mampu bersaing dengan Grand Hotel de Djokja. Pada 1912, Hotel Toegoe mulai menyelenggarakan bus pariwisata Fiat untuk mengantar wisatawan ke Borobudur dengan tarif 10 gulden.[15]
Pada tahun 1917, Hotel Toegoe semakin terpuruk karena terus berkompetisi dengan Grand Hotel, sehingga Herscheit menawarkan hotelnya itu kepada N.V. Grand Hotel de Djokja. Hotel itu ditawarkan sebesar 176.000 gulden, bertujuan untuk menambah kamar Grand Hotel yang selalu penuh terutama selama puncak liburan. Pembelian disepakati pada 30 Januari. Dengan demikian, ketika hotel tersebut penuh, Hotel Toegoe siap menampung wisatawan.[16][17]
Pada tanggal 6 Juni 1921, jaringan hotel bernama Nederlandsch-Indische Hotel Vereeniging (Perhimpunan Hotel Hindia Belanda/NIHV), mengakuisisi N.V. Hotel Toegoe dan N.V. Grand Hotel de Djokja sebagai perusahaan pengelola kedua hotel tersebut.[18] NIHV dikenal sebagai operator hotel-hotel yang dibangun di kawasan pegunungan seperti Hotel Tosari, Nongkodjadjar, Tjisoeroepan, serta Ngamplang.[19] NIHV terus menjadi induk dari perusahaan hotel tersebut hingga akhirnya bangkrut tahun 1932. Agar tetap beroperasi, manajemen mengangkat Stigter yang menjadi direktur Grand Hotel sebagai Direktur ad interim Hotel Toegoe.[20][21]
Hotel Toegoe dan Grand Hotel de Djokja pun semakin diminati wisatawan karena masakan rijstaffel-nya yang sangat nikmat.[22]
Memasuki Perang Dunia II, pada 10 November 1939, sirene dipasang di sudut-sudut Yogyakarta, dan diuji coba, termasuk satu di pucuk menara Hotel Toegoe.[23] Selama masa pendudukan Jepang, hotel ini ditempati oleh para perwira dan tentara Jepang.
Perkembangan pascakemerdekaan
suntingPascakemerdekaan, Hotel Toegoe menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1947, Hotel Toegoe dijadikan sebagai markas TKR Djawatan Penerbangan. Karena markas yang terletak di Jalan Taman Terban 1 hanya menampung 30 personel, personel TKR Djawatan Penerbangan yang tidak tertampung ditempatkan di kantor personalia Jetis, serta hotel ini, yang juga dijadikan Mess Perwira serta kantor urusan pendidikan.[24]
Pada tahun 1949, Hotel Toegoe dipakai sebagai tempat rapat antara Indonesia dengan Komisi Jasa-jasa Baik (Komisi Tiga Negara beranggotakan Australia, Belgia dan Amerika Serikat) sebagai persiapan Konferensi Meja Bundar yang akan dilaksanakan pada tahun yang sama di Den Haag, Belanda.[2] Rapat tersebut dikenal sebagai "Konferensi Inter-Indonesia." Pada tahun yang sama, Hotel Toegoe pernah menjadi salah satu sasaran dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 karena dipakai sebagai markas tentara Belanda.[2]
Setelah peristiwa tersebut, Hotel Toegoe digunakan untuk markas Komando Distrik Militer pada dasawarsa 1960- hingga 1970-an. Pada tanggal 26 Mei 1982, kepemilikan Hotel Toegoe akhirnya berpindah ke keluarga besar Probosutedjo hingga sekarang.[25] Pada tanggal 10 Februari 1986, bangunan tersebut dijadikan sebagai gedung Bank Jakarta, yang merupakan bank milik Probosutedjo.[26] Bank tersebut dinyatakan dilikuidasi pada 1 November 1997.[27]
Pada pertengahan 2000-an, Kedaung Group (KIG) menjadikan Hotel Toegoe sebagai toko perabotan rumah tangga dan pecah belah. Kedaung menamai bangunan tersebut, "Kedaung Table Top Plaza". Pada tahun 2008, bangunan tersebut dijadikan sebagai unit II dari kampus Universitas Mercu Buana Yogyakarta.[28] Pada tahun 2012, bangunan tersebut tidak pernah lagi digunakan, dan pihak Probosutedjo menutup bangunan hotel tersebut dengan seng meski dikritik oleh komunitas pelestari warisan budaya, Madya, mengingat hotel tersebut sedang didaftarkan sebagai cagar budaya.[29]
Bangunan
suntingHotel Toegoe dibangun di atas lahan seluas 6.320 m2 dengan luas bangunan 1.527,63 m2. Hotel Toegoe terdiri dari 1 (satu) bangunan induk yang diapit oleh dua bangunan lain yang lebih kecil di samping kanan dan kirinya. Bangunan utama hotel memiliki luas 642,68 m2 dan terdiri dari 2 (dua) lantai. Lantai 1 (satu) memiliki ukuran panjang 31,8 m dan lebar 17,50 m, sedangkan lantai 2 (dua) memiliki panjang 11,46 m, lebar 7,52 m, dengan tinggi seluruh bangunan yaitu 14,40 m. Sayap utara bangunan memiliki luas 553,65 m2 dengan rincian ukuran panjang 63,42 m, lebar 8,73 m, tinggi bangunan depan 8,00 m, dan tinggi bangunan belakangnya yaitu 6,00 m. Sedangkan sayap selatan bangunan memiliki luas 331,30 m2 dengan ukuran panjang 41,31 m, lebar 8,02 m, tinggi bangunan depan 8,20 m, serta bangunan belakangnya memiliki ketinggian 6,90 m.
Bangunan Hotel Toegoe yang bergaya kolonial ini beratap pelana dengan kemiringan tajam, berdenah persegi panjang yang menghadap ke barat, serta memiliki fasad yang sangat menonjol dan tinggi hingga menutupi atapnya. Fasad bangunan pengapit pada bagian atas memiliki ornamen berupa tiang-tiang pendek berjenjang yang tersusun secara simetris memuncak di bagian tengahnya. Sedangkan bangunan induk yang meski memiliki bentuk fasad yang sama dengan bangunan pengapitnya memiliki dua menara yaitu di sisi kanan dan kiri pada bagian atapnya. Berdirinya kedua menara inilah yang membedakan bentuk fasad serta atap antara bangunan induk dan pengapitnya. Bangunan Hotel Toegoe memiliki pintu dan jendela yang berukuran besar dengan plafon yang tinggi sehingga pencahayaan dan sirkulasi udara relatif baik. Jendela bagian atas (bouvenlicht) berbentuk lengkung dengan hiasan kaca patri berwarna-warni. Dinding bagian luar terlihat polos, tetapi dinding bagian dalam hall dihiasi panil-panil relief dengan motif bunga.
Kondisi
suntingBerdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor PM.25/PW.007/MKP/2007 tentang Penetapan Situs dan Bangunan Tinggalan Sejarah dan Purbakala yang berlokasi di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Benda Cagar Budaya, Situs, atau Kawasan Cagar Budaya yang dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992, Hotel Toegoe ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya yang memiliki luas 2.395 m2.[2] Namun pada tahun 2004 terjadi pembongkaran bagian belakang bangunan induk dan bangunan di sisi selatan untuk bangunan baru sehingga luasnya berkurang menjadi 1.527,63 m2.[2] Hal ini menyebabkan adanya permohonan revisi peraturan terkait luas area Hotel Toegoe yang tercantum dalam surat Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman kepada Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 712/srt/Dir.PCBM/Bud/IV/2013 tgl 1 April 2013 perihal ralat Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.25/PW.007/MKP/2007.[2]
Pada awal tahun 2019, sebagian atap Hotel Toegoe dikabarkan roboh.[30] Sebelumnya, kondisi atap banyak yang bocor dan beberapa kayu penyangga telah lapuk. Dalam rangka pembersihan, Hotel Toegoe dikelilingi pagar dengan pintu masuk terkunci.[30]
Referensi
sunting- ^ "Hotel Toegoe Perlu Difungsikan Kembali". krjogja.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-07-15.
- ^ a b c d e f "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-22. Diakses tanggal 2019-02-22.
- ^ "Vervolg der Nieuwstijdingen". De Locomotief. 12 April 1876. Diakses tanggal 2023-07-14.
- ^ Odenwalder, H.L. (26 April 1876). "Bekendmaking". De Locomotief. Diakses tanggal 2023-07-14.
- ^ Odenwalder, H.L. (30 Oktober 1878). "Bekendmaking". De Locomotief. hlm. 4. Diakses tanggal 2024-08-15.
- ^ von Kriegenberg, C. (26 Mei 1882). "Bekendmaking". De Locomotief. Diakses tanggal 2024-08-15.
- ^ "Het Hotel Toegoe (advertentie)". De Locomotief. 20 Mei 1876.
- ^ "Uit Djokja". De Locomotief. 16 Juni 1887.
- ^ "Nederlandsch-Indie". Bataviaasch nieuwsblad. 1 Juli 1896.
- ^ van Kesteren, C.E. (ed.). De Indische gids. Amsterdam: J.H. de Bussy. hlm. 1791.
- ^ "Hotel Toegoe". De Locomotief. 19 Maret 1900. Diakses tanggal 2023-07-15.
- ^ "Brieven uit Djokja". Soerabaijasch handelsblad. 13 Januari 1908.
- ^ "Zaterdagsche Causerie". Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië. 29 Februari 1908.
- ^ "Gemengd". De Locomotief. 12 September 1911. hlm. 5.
- ^ "Vreemdelingenverkeer". Provinciale Geldersche en Nijmeegsche courant. 24 Mei 1912. hlm. 6.
- ^ "Hotelwezen". Bataviaasch nieuwsblad. 30 Januari 1917. hlm. 6.
- ^ "Verspreide berichten". De nieuwe vorstenlanden. 31 Januari 1917. hlm. 2.
- ^ "Uitbreiding van de hotel-trust". Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië. 16 Juni 1921. hlm. 3.
- ^ "N.I. Hotel Vereeniging" (PDF). Sin Po. 4 Juni 1924. hlm. 2.
- ^ "Hotelbedrijf Failiet: N.I. Hotel Vereeniging zal faillissement aanvragen". De Locomotief. 29 Agustus 1932. hlm. 9.
- ^ "Leiding Hotel Toegoe". Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië. 7 September 1932. hlm. 2.
- ^ Rahman, Fadly (2016). Rijsttafel: budaya kuliner di Indonesia masa kolonial 1870-1942. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 58. ISBN 978-602-03-3603-9.
- ^ "Proeven met sirenes". De Locomotief. 10 November 1939. hlm. 4.
- ^ Dinas Penerangan TNI AU (2004). Sejarah TNI Angkatan Udara. 1 (1945-1949). Subdisjarah Diswatpersau. hlm. 49.
- ^ "Hotel Toegoe". Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY. 01 April 2012. Diakses tanggal 2023-07-15.
- ^ "Indikator". Majalah Tempo: 74. 15 Februari 1986.
- ^ Edward, D. (2010). BLBI extraordinary crime. Bantul: LKiS. hlm. 37. ISBN 9789792553109.
- ^ Media, Harian Jogja Digital. "Bangunan di Depan Stasiun Tugu Ini Bikin Warganet Penasaran, Ada yang Punya Kenangan?". Harianjogja.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-07-15.
- ^ "Madya Pertanyakan Bangunan Cagar Budaya Ditutup Seng". Tribunjogja.com. Diakses tanggal 2023-07-15.
- ^ a b https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4393762/atap-eks-hotel-toegoe-yogya-milik-probosutedjo-ambrol