Homeostasis asam–basa

1

Homeostasis asam–basa adalah mekanisme pengaturan pH pada cairan ekstraseluler tubuh (CES) secara homeostatis. Keseimbangan antara asam dan basa (direpresentasikan dengan nilai pH) di CES penting untuk fungsi fisiologi tubuh dan metabolisme sel. Nilai pH cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler perlu dipertahankan pada tingkatan yang konstan.

Struktur tiga dimensi protein ekstraseluler sangat sensitif terhadap perubahan pH ekstraseluler, sama seperti protein plasma dan protein membran . Oleh karena itu, terdapat mekanisme untuk mempertahankan pH dalam batas-batas yang sangat sempit. Apabila pH ekstraseluler keluar dari batas-batas tersebut, protein dapat terdenaturasi akibat perubahan struktur tiga dimensinya. Peristiwa tersebut dapat menyebabkan enzim dan saluran ion mengalami kerusakan.

Pada manusia dan banyak hewan lain, homeostasis asam–basa dipertahankan oleh beberapa mekanisme yang terbagi dalam tiga garis pertahanan. Garis pertahanan pertama adalah berbagai larutan penyangga kimia yang meminimalkan perubahan pH. Larutan penyangga tidak mengoreksi penyimpangan pH, tetapi hanya berfungsi untuk mengurangi tingkat perubahan yang terjadi. Larutan penyangga tersebut diantaranya adalah sistem penyangga bikarbonat, sistem penyangga fosfat, dan sistem penyangga protein.[butuh rujukan]

Garis kedua dan ketiga pertahanan adalah koreksi pH secara fisiologis. Mekanisme koreksinya adalah dengan membuat perubahan pada larutan penyangga, yang masing-masing terdiri dari dua komponen: asam lemah dan basa lemah. Rasio dari asam lemah dengan basa lemah akan menentukan pH larutan penyangga. Dengan memanipulasi konsentrasi asam lemah dan kemudian basa lemah, pH cairan ekstraseluler (CES) dapat disesuaikan dengan sangat akurat pada nilai yang normal. Sistem penyangga bikarbonat, yang terdiri dari campuran asam karbonat (H2CO3) dan garam bikarbonat (HCO3) dalam larutan, adalah larutan penyangga yang paling umum terdapat di cairan ekstraseluler. Sistem penyangga tersebut juga merupakan larutan yang rasio asam terhadap bassanya dapat berubah dengan sangat mudah dan cepat.

Dengan demikian, garis pertahanan kedua dari homeostasis pH CES terdiri dari pengendalian konsentrasi asam karbonat di CES. Hal ini dapat dicapai dengan perubahan laju dan volume pernapasan (melalui mekanisme hiperventilasi atau hipoventilasi), yang melepaskan atau mempertahankan karbon dioksida (dan dengan demikian asam karbonat) dalam plasma darah. Garis pertahanan ketiga adalah sistem ginjal, yang dapat menambah atau menghilangkan ion bikarbonat di CES. Bikarbonat berasal dari metabolisme karbon dioksida yang secara enzimatis dikonversi menjadi asam karbonat dalam sel-sel tubulus ginjal. Asam karbonat secara spontan berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Ketika pH dalam CES cenderung menurun (yaitu menjadi lebih asam) dan ion hidrogen mulai diekskresikan ke dalam urin, ion bikarbonat yang disekresikan ke dalam plasma darah dan menyebabkan pH plasma akan meningkat (mengoreksi awal penurunan pH pada awalnya). Hal yang sebaliknya terjadi jika pH di CES cenderung naik: ion bikarbonat kemudian diekskresikan ke dalam urin dan ion hidrogen ke dalam plasma darah sehingga pH plasma akan menurun.

Sebuah ketidakseimbangan asam–basa dikenal sebagai kondisi acidaemia ketika keasaman tinggi, atau alkalaemia ketika keasaman rendah.

Keseimbangan asam–basa

sunting

pH dari cairan ekstraseluler, termasuk plasma darah, biasanya diatur secara ketat pada rentang 7.32 hingga 7.42, oleh larutan penyangga, sistem pernapasan, dan sistem ginjal.

Larutan penyangga akan bereaksi dengan asam kuat atau basa kuat sehingga menyerap kelebihan ion hidrogen H+, atau ion hidroksida OH. Reaksi tersebut akan menggantikan asam kuat dan basa kuat menjadi asam lemah dan basa lemah. Peristiwa tersebut mengurangi rentang perubahan pH. Akan tetapi, larutan penyangga tidak mengoreksi secara langsung nilai pH yang telah melawati batas pH normal cairan ekstraseluler. Senyawa penyangga biasanya terdiri dari sepasang senyawa dalam larutan, yaitu asam lemah dan basa lemah. Larutan penyangga yang paling banyak ditemukan di CES adalah larutan asam karbonat (H2CO3), dan bikarbonat garam (HCO3), biasanya, natrium (Na+). Apabila terjadi kelebihan ion-ion OH di dalam larutan, sebagian asam karbonat menetralkan ion-ion tersebut dengan membentuk H2O dan ion-ion bikarbonat (HCO3). Demikian pula apabila terjadi kelebihan ion H+, sebagian akan dinetralkan oleh bikarbonat dan membentuk asam karbonat (H2CO3). Asam karbonat adalah asam lemah sehingga sebagian besar masih dalam bentuk terdisosiasi dan melepaskan jauh lebih sedikit ion-ion H+ ke dalam larutan dibandingkan asam kuat yang seharusnya.

Nilai pH suatu larutan penyangga bergantung pada rasio dari konsentrasi molar konsentrasi asam lemah dengan basa lemah. Semakin tinggi konsentrasi asam lemah dalam larutan maka pH larutan penyangga akan semakin rendah. Demikian pula, jika basa lemah lemah mendominasi sehingga menghasilkan pH yang lebih tinggi.

Prinsip tersebut digunakan dalam mengatur pH cairan ekstraselular. Untuk sistem penyangga asam karbonat-bikarbonat, apabila rasio molar dari asam lemah dengan basa lemahnya adalah 1:20 maka nilai pH yang dihasilkan adalah 7,4. Sebaliknya, apabila pH cairan ekstraselular adalah 7.4 maka rasio dari asam karbonat dengan ion bikarbonat dalam cairan adalah 1:20.

Prinsip tersebut dijabarkan secara matematis dalam persamaan Henderson–Hasselbalch. Apabila diterapkan untuk sistem penyangga asam karbonat-bikarbonat dalam cairan ekstraselular dapat dinyatakan sebagai:

 
dimana:
  • pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi molar ion hidrogen di dalam CES. Persamaan tersebut menunjukkan derajat keasaman dalam CES diinterpretasikan dengan cara terbalik: semakin rendah nilai pH, maka semakin besar tingkat keasaman pada larutan.
  • pKa H2CO3 adalah logaritma negatif dari konstanta asam disosiasi asam karbonat. Dalam hal ini sama dengan 6.1.
  • [HCO3] adalah konsentrasi molar bikarbonat dalam plasma darah.
  • [H2CO3] adalah konsentrasi molar asam karbonat dalam CES.
Namun, karena konsentrasi asam karbonat konsentrasi berbanding lurus secara langsung dengan tekanan parsial karbon dioksida () dalam cairan ekstraseluler, persamaan tersebut dapat ditulis ulang sebagai berikut:
 
dimana:
  • pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi molar ion hidrogen dalam CES, seperti sebelumnya.
  • [HCO3] adalah konsentrasi molar bikarbonat dalam plasma
  • PCO2 adalah tekanan parsial dari karbondioksida dalam plasma darah.

Dari modifikasi persamaan Henderson-Hasselbach, dapat dilihat bahwa nilai pH cairan ekstraseluler dapat dikendalikan dengan mengatur tekanan parsial karbon dioksida (yang menentukan konsentrasi asam karbonat), dan konsentrasi ion bikarbonat dalam cairan ekstraselular.

Setidaknya terdapat dua sistem umpan balik negatif sistem dengan mekanisme homeostatis yang bertanggung jawab dalam pengaturan pH plasma. Pertama adalah kontrol homeostatis dari tekanan parsial karbon dioksida di darah, yang menentukan konsentrasi asam karbonat dalam plasma dan dapat mengubah pH arteri plasma dalam beberapa detik. Tekanan parsial karbon dioksida dalam pembuluh arteri dipantau oleh kemoreseptor sentral dari medulla oblongata yang merupakan bagian dari sistem saraf pusat. Kemoreseptor tersebut sensitif terhadap pH dan kadar karbon dioksida di dalam cairan serebrospinal.

Pusat kemoreseptor mengirim informasi ke pusat pernapasan di medulla oblongata dan pons di batang otak. Pusat pernapasan kemudian menentukan laju rata-rata ventilasi alveoli di paru-paru sebagai upaya menjaga tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri konstan. Pusat pernapasan melakukan pengaturan tersebut melalui sestem neuron motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi (khususnya diafragma). Kenaikan tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri plasma di atas 5.3 kPa (40 mmHg) menyebabkan peningkatan laju dan kedalaman pernapasan. Pernapasan Normal dilanjutkan ketika tekanan parsial karbon dioksida telah kembali ke 5.3 kPa. Hal yang sebaliknya terjadi jika tekanan parsial karbon dioksida turun di bawah kisaran normal. Pernapasan dapat terhenti sementara, atau melambat untuk memungkinkan karbon dioksida menumpuk sekali lagi di paru-paru dan pembuluh darah arteri.

Sensor untuk konsentrasi plasma HCO3 dalam tubuh tidak diketahui secara pasti. Sel-sel tubulus ginjal di saluran tubulus distal mungkin sensitif terhadap pH plasma. Metabolisme dari sel-sel tersebut menghasilkan CO2, yang dengan cepat dikonversi menjadi H+ dan HCO3 oleh enzim karbonat anhidrase. Ketika pH cairan ekstraselular cenderung ke arah keasaman, sel-sel tubulus ginjal mensekresi ion-ion H+ ke cairan tubular yang akan keluar dari tubuh melalui urin. Secara bersamaan, ion-ion HCO3 disekresikan ke dalam plasma darah, sehingga meningkatkan konsentrasi ion bikarbonat dalam plasma dan menurunkan rasio ion asam karbonat/bikarbonat. Akibatnya adalah peningkatan pH plasma. Hal sebaliknya terjadi ketika pH plasma meningkat di atas normal, ion bikarbonat diekskresikan ke dalam urin, dan ion hidrogen ke dalam plasma. Ion-ion tersebut bergabung dengan ion bikarbonat dalam plasma untuk membentuk asam karbonat (H+ + HCO3 = H2CO3), sehingga meningkatkan easio asam karbonat:bikarbonat dalam cairan ekstraselular, dan pH kembali normal.

Secara umum metabolisme menghasilkan lebih banyak asam dibandingkan basa. Oleh karena itu, urin umumnya bersifat asam. Keasaman urin dinetralkan dalam batas tertentu dengan amonia (NH3) yang diekskresikan ke dalam urin ketika glutamat dan glutamin dideaminasi oleh sel epiterl tubulus distal ginjal. Dengan demikian, beberapa "kandungan asam" dari urin tersimpan dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terkandung di urin, meskipun mekanisme tersebut tidak mempengaruhi pH homeostasis cairan ekstraselular.

Ketidakseimbangan

sunting
 
Nomogram asam basa untuk plasma manusia, menunjukkan efek pada plasma pH ketika asam karbonat (tekanan parsial karbondioksida) atau bikarbonat terjadi kelebihan atau kekurangan dalam plasma

Ketidakseimbangan asam–basa pH darah bergeser keluar dari kisaran normal (7.32 untuk 7.42). Kondisi pH CES yang lebih rendah dari normal disebut acidaemia dan Kondisi pH CES yang lebih tinggi dari normal disebut alkalaemia.

Istilah lain yang digunakan dalam patofisiologi asam-basa adalah "asidosis" dan "alkalosis". Kedua istilah ini sering digunakan sebagai sinonim untuk "acidaemia" dan "alkalaemia", meskipun hal tersebut dapat menyebabkan kerancuan. "Acidaemia" dapat diartikan secara jelas sebagai perubahan pH aktual CES, sedangkan "asidosis" diartikan sebagai kenaikan jumlah asam karbonat dalam CES atau penurunan jumlah HCO3 di CES. Demikian pula dengan alkalosis yang mengacu pada kenaikan konsentrasi bikarbonat dalam CES, atau penurunan tekanan parsial karbon dioksida, keduanya dengan sendirinya akan menaikkan pH CES di atas nilai normal. Istilah asidosis dan alkalosis harus selalu diiringi dengan kata sifat yang menunjukkan penyebab kedua kondisi tersebut, seperti "pernapasan" (menunjukkan perubahan dalam tekanan parsial karbon dioksida), atau "metabolisme" (menunjukkan perubahan dalam konsentrasi bikarbonat di CES). Oleh karena itu, ada empat macam gangguan kesetimbangan asam-basa: asidosis metabolik, asidosis pernafasan, alkalosis metabolik dan alkalosis pernapasan. Salah satu atau kombinasi dari kondisi-kondisi tersebut dapat terjadi secara bersamaan. Misalnya, asidosis metabolik (seperti yang terjadi saat diabetes mellitus) hampir selalu diikuti dengan alkalosis pernapasan (hiperventilasi), atau asidosis pernafasan dapat diikuti dengan alkalosis metabolik.

Apakah asidosis menyebabkan acidaemia atau tidak tergantung pada besarnya alkalosis yang menyertai. Jika salah satu membatalkan yang lain (yaitu rasio dari asam karbonat dengan bikarbonat kembali ke 1:20) maka baik acidaemia atau alkalaemia tidak terjadi. Jika alkalosis yang menyertai lebih besar pengaruhnya dari asidosis, maka alkalaemia akan terjadi; sedangkan jika asidosis lebih besar dari alkalosis, maka acidaemia pasti akan terjadi. Pertimbangan yang sama akan menentukan apakah alkalosis akan menyebabkan alkalaemia atau tidak.

Rentang pH normal pada janin berbeda daripada orang dewasa. Pada janin, pH dalam vena umbilikalis umumnya berkisar 7.25-7,45 dan pH pada arteri umbilikalis umumnya 7.18-7.38.

Pranala luar

sunting