Hipotik kapal adalah jaminan kebendaan yang diasumsikan kapal sebagai benda bergerak, dengan konteks di atas 20 m3, bukan barang gadai. Dalam hukum Indonesia masih diatur secara terpisah, belum diatur dalam kodifikasi peraturan yang khusus mengatur mengenai hipotik kapal. Terminologi kapal menurut hukum Indonesia diatur dalam pasal 309 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dimana kapal adalah semua alat berlayar tanpa melihat sifat dan namanya. Apabila tidak ditentukan lain/ tidak dijanjikan lain, maka kapal tersebut dianggap meliputi dengan segala alat perlengkapannya (asas accessie). Alat perlengkapan yang dimaksud adalah segala benda yang bukan bagian kapal, namun diperuntukkan untuk selamanya dipakai tetap dengan kapal itu.[1]

Kapal ini penting sekali untuk didaftarkan ke pejabat pegawai balik nama, yang bedasarkan Keppres Nomor 219 tahun 1958 biasa disebut dengan Bandar Syah.[2] Pendaftaran tersebut dapat berimplikasi perlindungan hukum oleh negara kepada pemilik kapal terdaftar. Kapal yang dapat didaftarkan sendiri diatur dalam pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yakni paling sedikit ukuran kotornya adalah 20 m3, kemudian kapal yang didaftarkan ini diperlakukan seperti benda tidak bergerak.[3]

Namun hal ini berbeda dengan kapal yang tidak didaftarkan, dan diperlakukan sebagaimana pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Apabila kapal sebagaimana yang dimaksud, lembaga jaminannya adalah gadai atau jaminan fidusia.[4]

Pendaftaran kapal ini selain dilindungi oleh negara, juga berdampak kepada akibat hukum, beberapanya adalah:

  1. Peralihan hak dilakukan oleh pejabat pendaftar kapal/ syah bandar, sehingga benar-benar terjaga.
  2. Pengikatan kapal sebagai jaminan, harus dilakukan dengan cara sebagaimana hipotik. Seperti halnya penjaminan tak bergerak berupa tanah, dengan Hak Tanggungan.

Bukan merupakan jaminan apabila orang yang namanya terdaftar adalah pemilik kapal yang sebenarnya, hal ini dinamakan stelsel negatif. Hubungan pemilik terakhir dengan cara memperoleh hak dari pemilik sebelumnya, yang mana stelsel negatif ini mengajarkan ajaran kausal.

Referensi

sunting
  1. ^ Pasal 309 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 
  2. ^ Keppres Nomor 219 tahun 1958. 
  3. ^ Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 
  4. ^ Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Perdata.