Hendrik Tillema

apoteker asal Belanda



Hendrik Freerk Tillema (5 Juli 1870–26 November 1952) adalah apoteker, pengusaha, dan anggota dari Gemeente Raad (Dewan Kotapraja) Semarang pada masa kolonial Belanda.[1]

Infobox orangHendrik Tillema

Edit nilai pada Wikidata
Biografi
Kelahiran5 Juli 1870 Edit nilai pada Wikidata
Echten (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
Kematian26 November 1952 Edit nilai pada Wikidata (82 tahun)
Bloemendaal (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaanfotografer, apoteker, penulis, sineas, pengusaha, filantropi, benefactor (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
Keluarga
KerabatFreerk Leguit (en) Terjemahkan (cucu laki-laki) Edit nilai pada Wikidata

Kehidupan awal

sunting

Hendrik Tillema lahir pada 5 Juli 1870 di Echten, Belanda. Ia lulus sebagai apoteker dari sebuah sekolah di Groningen. Pada 1896, Tillema pindah ke Semarang, Hindia Belanda. Sebelumnya, ia bekerja di sebuah apotek di Bolsward.[1]

Kehidupan di Hindia Belanda

sunting

Pada 1896, Tillema pindah ke Semarang, Hindia Belanda.[1] Di sana, ia bekerja di Samarangsche-Apotheek milik perusahaan R. Klaasesz and Co. Selain apotek, perusahaan tersebut juga mempunyai anak usaha dalam bidang air minum.[2]

Pada 1899, Tillema mengakuisisi R. Klaasesz and Co. dan kemudian fokus pada pengolahan minuman kemasan.[1] Ia pun mengembangkan usahanya dengan memproduksi limun soda. Di Semarang, minuman limun itu dikenal dengan nama Limoen Klaasesz Tjap Koetjing. Di samping produk limun, Tillema juga menjual air mineral bermerek Hygeia.[2]

Hygeia dipasarkan secara masif. Reklamenya tersebar di berbagai lokasi; mulai dari taman kota, stasiun kereta api, bahkan dari angkasa dengan menggunakan balon udara. Pemasarannya tidak hanya di Semarang; tetapi juga sampai di Surabaya, Banjarmasin, Samarinda, Riau, dan lainnya.[1]

Pada 1901, Tillema mendirikan pabrik berbahan beton. Setiap tahun, pabrik tersebut memproduksi lebih dari 500.000 botol limun soda dan air mineral. Pada 1910, produksinya meningkat menjadi 10.000 botol/hari.[2] Setelah bertahun-tahun mengelola Hygeia, Tillema kemudian menjualnya pada 1914. Dari penjualan tersebut, ia mendapatkan uang sebesar 500.000 gulden.[1]

Gemeente Raad

sunting

Pada 1910, Tillema menjadi anggota dari Gemeente Raad (Dewan Kotapraja) Semarang. Tillema menyuarakan banyak ide soal kebersihan lingkungan. Ia mengusulkan pembangunan sarana air leding dari dari sumber mata air di Gunungpati, Semarang.[1]

Selain itu, Tillema juga mengusulkan penataan kampung-kampung di Semarang. Ia mengusulkan pembukaan kawasan permukiman di daerah perbukitan di kawasan Candi Baru, Semarang. Untuk mengenang jasanya, di kawasan tersebut terdapat taman atas namanya. Belakangan, taman tersebut tak lagi bernama Tillema Plein (bahasa Indonesia: Taman Tillema). Taman tersebut sudah berganti nama menjadi Taman Sudirman. Namun, masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai Taman Gajahmungkur—karena terletak di Kecamatan Gajahmungkur.[1]

Fotografi

sunting
 
Tarian menyambut masa tanam dan panen oleh para perempuan di Tering, Kutai Barat. Ini adalah salah satu foto karya Tillema.

Setelah tak mengelola Hygeia, Tillema memutuskan untuk berkeliling Hindia Belanda dan menjadi fotografer. Ia memotret beragam suasana sosio-kultur masyarakat pribumi. Ia memulai perjalanan keliling Hindia Belanda pada 1915. Perjalanan tersebut menghasilkan sebuah buku berjudul Kromoblanda. Hingga 1938, koleksi foto yang ia miliki mencapai 5.000 foto. Negatif dari foto-foto itu tersimpan di Museum Antropologi Nasional di Leiden.[1]

Karya tulis

sunting

Van Wonen en Bewonen, Van Bouwen, Huis en Erf

sunting

Pada 1913, Tillema menerbitkan buku berjudul Van Wonen en Bewonen, Van Bouwen, Huis en Erf [bahasa Inggris: Of House and Home; Building, House and Site]. Buku tersebut membahas tentang tata letak area perumahan, pengelolaan air, dan air minum berkualitas baik. Persoalan pada perumahan umum yang disoroti Tillema antara lain: perlindungan yang tidak memadai terhadap matahari, kondisi ventilasi yang buruk, vegetasi, aliran air yang tidak terpisah, saluran air yang tersumbat, dan air yang tergenang.[3]

Kromo Blanda

sunting
 
Rumah-rumah kampung di daerah Karang-Bidaro, Semarang sekitar tahun 1905–1915.

Pada 1915–1923, Tillema menerbitkan karyanya yang berjudul Kromo Blanda—serangkaian publikasi yang terdiri atas lima jilid, berisi tentang kebersihan kota dan perencanaan infrastruktur di Hindia Belanda.[3][4] Pada karyanya itu, Tillema menunjukkan keadaan permukiman pribumi yang sangat buruk dan mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit yang menelan korban ribuan penduduk setiap tahun. Ia mengharapkan perhatian pemerintah Hindia Belanda untuk mengadakan perbaikan permukiman penduduk, khususnya bagi pribumi. Tillema juga menguraikan tentang kebersihan rumah, jumlah sumur, dan alat-alat kebersihan; khususnya alat pengambil air sebagai sarana kebersihan.[5]

Pada Jilid I Kromo Blanda, Tillema lebih mengkhususkan menulis tentang permasalahan air, sanitasi, dan penyakit. Ia juga mengutip pidato De Vogel pada 15 September 1915 di Koloniaal Instituut, tentang banyaknya orang mati karena penyakit di Hindia Belanda, khususnya Jawa. Sementara, pada Jilid II, Tillema menganjurkan lagi agar pemerintah memperhatikan kesehatan rakyat pribumi dan perbaikan permukiman. Ia mengutip pendapat E. H. Ross bahwa masalah itu sudah banyak diteliti dan diterbitkan sebagai kenang-kenangan atau didiskusikan di dalam masyarakat ilmiah, tetapi berakhir ditimbun dalam lemari-lemari kantor selama bertahun-tahun.[6]

Saran dan anjuran Tillema kemudian mendapat sambutan baik dengan adanya Sociaal Technische Vereeniging Congres yang pertama pada 1922 di Semarang. Kongres ini dihadiri wakil-wakil dari kotapraja se-Jawa dan swapraja se-Surakarta.[6]

Referensi

sunting
Catatan kaki
Sumber daring
Daftar pustaka

Pranala luar

sunting