Haruku, Pulau Haruku, Maluku Tengah
Haruku dalah negeri di Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah, Maluku, Indonesia.
Haruku Pelasona Nanuroko | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Maluku |
Kabupaten | Maluku Tengah |
Kecamatan | Pulau Haruku |
Luas | 2930 hektare[1] |
Jumlah penduduk | 3409 jiwa[1] |
Kepadatan | ... jiwa/km² |
Etimologi
suntingCerita rakyat di Haruku menyebutkan bahwa nama negeri ini berasal dari kata haru ukui, yang bermakna pucuk atau bunga pohon waru. Penamaan ini berkaitan dengan mekarnya bunga waru di pesisir Negeri Haruku yang sekarang. Syahdan, saat itu pelaut-pelaut Portugis menanyakan nama daerah tersebut. Masyarakat lokal mengira orang asing tersebut menanyakan bunga apa yang tengah bermekaran dengan indah di pesisir, yang dijawab oleh Raja Haruku bahwa yang mekar adalah bunga waru. Nama negeri ini pula nanti menginspirasi nama Pulau Haruku dan kecamatan yang bernama sama.
Sejarah
suntingSejarah negeri Haruku berawal dari kedatangan kelompok-kelompok penduduk dari Nusa Ina (Pulau Seram) pada awal abad ke-14 akibat perang saudara antara pengikut Patasiwa dan Patalima. Saat kedatangan masyarakat dari Nusa Ina, ternyata sudah ada penduduk yang menghuni pulau Haruku. Mereka inilah penduduk asli Pulau Haruku yang dalam bahasa Tana disebut Ma’a Tupa Umea.
Bagian utara Pulau Haruku pada masa itu sudah berpenghuni dan penduduknya memiliki tata atau struktur pemerintahan yang baik. Mereka tergabung dalam suatu uli atau persekutuan yang dikenal dengan nama Uli Hatuhaha. Uli ini berbentuk kerajaan, dengan pusatnya di Gunung Alaka. Dikarenakan terdiri dari lima bagian, Hatuhaha dikenal pula sebagai Amarima Hatuhaha. Kelimanya meliputi Rohomoni, Kabauw, Kailolo, Pelauw, dan Hulaliu.
Ada pula di Haruku bagian selatan, penduduknya belum terorganisasi. Kedatangan para leluhur dari Pulau Seram diterima dengan baik dan terjadi pembauran kebudayaan. Lambat laun, meeka mendirikan aman atau kampung-kampung di pegunungan. Tujuh kampung di antaranya, yakni Heratu, Hendatu, Huin, Wei, Sipauw, Hatu, dan Toumoi di kemudian hari menjelma menjadi Negeri Haruku yang dikenal saat ini tatkala mereka diperintahkan untuk turun dan bermukim di pesisir. Negeri Haruku serta negeri-negeri lain di selatan Pulau Haruku kemudian menggabungkan diri dalam suatu persekutuan adat yang dikenal sebagai Uli Hatulohu, disebut juga Uli Buangbesi, dengan Negeri Oma sebagai pemimpin.
Kedatangan bangsa Portugis dan nantinya VOC ke wilayah ini sejak abad ke-XVI telah membawa perubahan sosial yang besar, yakni terbentuknya masyarakat di pesisir, masuknya agama Katolik dan Protestan, serta integrasi masyarakat negeri-negeri beragama Kristen ke dalam struktur masyarakat kolonial Belanda. Peninggalan Portugis di wilayah Haruku dapat dilihat dari sisa-sisa benteng mereka, yang saat ini dikenali penduduk sebagai Benteng Zeelandia. Benteng ini rusak dalam persaingan Portugis dengan Belanda. Guna mempertahankan posisinya, Belanda mendirikan Benteng Zeelandia Baru.
Kondisi wilayah
suntingBatas-batas
suntingHaruku memiliki batas-batas sebagai berikut.[1]
- Sebelah utara berbatasan dengan pertuanan darat dan laut dari Negeri Rohomoni dan Kabau.
- Sebelah timur berbatasan dengan pertuanan darat Negeri Rohomoni, Kabau, dan Oma.
- Sebelah selatan berbatasan dengan pertuanan darat dan laut Negeri Sameth.
- Sebelah barat berbatasan dengan pertuanan laut Negeri Tulehu dan Tengah-Tengah di Selat Haruku.
Kelembagaan
suntingNegeri ini terdiri dari lima soa, yakni Soa Raja, Moni, Lesirohi, Suneth, dan Rumalessi. Semua matarumah asli negeri tergabung ke dalam soa-soa tersebut. Lembaga adat pemerintahan yang berlaku di Haruku adalah saniri besar, sebuah dewan adat yang beranggotakan raja, kewang, kepala soa, kapitan, dan tuan negeri.[1] Raja berkedudukan sebagai kepala pemerintahan negeri (KPN) dan diawasi oleh saniri negeri yang berfungsi sebagai BPD/pengawas pemerintahan.
Matarumah
suntingBeberapa matarumah yang bermukim di Haruku, antara lain sebagai berikut.
- Bremer
- Bernardus
- Dobberd
- Ferdinandus
- Hendatu
- Jordan
- Kaihatu
- Kakisina
- Kissya
- Lappy
- Lappya
- Latuharhary
- Lesimanuaya
- Mantouw
- Mustamu
- Nirahua
- Pasalbessy
- Ririmasse
- Rugebregt
- Sellanno
- Silvera
- Silahooy
- Sitania
- Souisa
- Talabessy
- Titapasanea
- Risakahu
Jabatan raja di negeri ini dipegang oleh matarumah parentah Ferdinandus.
Adat
suntingBaileo Haruku bernama Asari Amano Pelasona Nanuroko yang bercirikan Patalima dan dibangun sejajar dengan tanah.[2]
Hubungan sosial
suntingSameth merupakan negeri yang bersebelahan langsung dengan Haruku. Batas-batas keduanya juga tidak terlalu jelas. Kedua negeri bertetangga ini disatukan dalam satu jemaat Gereja Protestan Maluku Ebenhaezer yang berlokasi di Negeri Haruku. Dalam sejarahnya, Haruku dan Sameth tidak pernah bersumpah atau berikrar menjadi saudara pela atau gandong. Hanya saja sebagai balas budi atas bantuan Sameth mempertahankan Haruku dari serangan Amarima Hatuhaha di satu sisi, dan kemurahan hati Negeri Haruku memberikan sepetak tanah di sebelah utara negerinya bagi penduduk Sameth yang sebelumnya bermukim di Tanjung Batu Kapal, masyarakat Sameth mengikrarkan persaudaraan dengan Haruku yang berbunyi,Pelasona hee meito, Samasuru hee meito, Pelasona hee darato, Samasuru hee darato yang berarti Negeri Haruku pergi ke laut, Sameth pergi ke laut, Negeri Haruku pergi ke darat, Sameth pergi ke darat.[3]
Haruku terikat pela dengan Nolloth di Pulau Saparua.[4] Ikatan pela kedua negeri terjadi menyusul perkawinan antara Markus Risaluan dari Nolloth dengan Au Apareta Narani dari Haruku. Kedua negeri dilarang untuk saling mengawini.
Referensi
sunting- ^ a b c d "Wilayah Adat Haruku (Haru-Ukui Pelasona Nanuroko)". brwa.or.id. Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Diakses tanggal 7 April 2024.
- ^ "Sejarah Negeri Haruku (Pelasona Nanuroko)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-28. Diakses tanggal 2022-01-28.
- ^ Sialana, Fatimah "Tinjauan Tentang Ikatan Persekutuan Masyarakat Negeri Haruku dan Masyarakat Negeri Sameth" pp. 26-35 from Jendela Pengetahuan: Jurnal Pendidikan, Volume 6, Cetakan # 14, p. 31.
- ^ Sialana, Fatimah "Tinjauan Tentang Ikatan Persekutuan Masyarakat Negeri Haruku dan Masyarakat Negeri Sameth" pp. 26-35 from Jendela Pengetahuan: Jurnal Pendidikan, Volume 6, Cetakan # 14, p. 34.