Handojo Tjandrakusuma

Handojo Tjandrakusuma (terlahir Tjan Dhiam Bo; lahir 20 November 1938 adalah seorang dokter yang mengabdikan dirinya bagi rehabilitasi para penderita cacat tubuh. Ia belajar kedokteran di Universitas Airlangga, Surabaya, lulus 1966.

Menangani orang cacat

sunting

Sebagai dokter muda, ia diperhadapkan dengan pilihan: bekerja di kota besar atau memikul tanggung jawab dan menemani orangtuanya yang sudah lanjut usia yang saat itu tinggal di Solo. Ia memutuskan untuk ke Solo. Untuk memudahkan mencari kerja, ia melamar untuk bekerja di RC (Rehabilitation Center) Solo. Dasar pilihannya sederhana saja, hanya karena tidak banyak dokter yang berminat akan bidang ini.

Di RC, Handojo bekerja di bawah dr. Soeharso, direktur pusat rehabilitasi itu. Lama-kelamaan ia semakin tertarik akan pelayanan itu, dan akhirnya jatuh cinta untuk berkarya di RC dan YPAC (Yayasan Penderita Anak-anak Cacat). Setelah tiga bulan melayani di RC, Handojo akhirnya bertekad untuk menutup praktik pribadinya di sore hari. Padahal praktiknya itu cukup laris. Setiap hari tidak kurang dari 30 orang pasien yang datang berobat. Handojo menutup praktiknya setelah ia berunding dengan istrinya. Kini kehidupannya sepenuhnya bergantung kepada gaji pegawai negeri. Ibunya dan teman-teman dekatnya menganggap Handojo agak sinting.

Beberapa bulan sesudah tutup praktik, anaknya sakit parah dan harus dirawat di rumah sakit. Sesudah sembuh, ternyata ia tidak punya cukup uang untuk melunasi biaya rumah sakit. Terpaksa ia pinjam uang kepada ibunya.

Pendidikan di Lebanon

sunting

Tahun 1968 Handojo dikirim tugas belajar di Lebanon selama enam bulan. Ia belajar bersama sejumlah dokter dari negara-negara lain, yang dikirim oleh WHO, organisasi kesehatan dunia dari PBB. Lebanon dipilih karena di sana ada banyak sekali korban perang yang membutuhkan latihan ketrampilan untuk bisa mengatasi cacat tubuh mereka.

Dr. Soeharso memang membangun RC seusai perang kemerdekaan, setelah melihat banyaknya korban cacat tubuh yang perlu ditangani.

Mengembangkan pelayanan berbasis masyarakat

sunting

Ketika menangani klinik Cerebral Palsy (CP) di Solo, Handojo mengamati tempat asal para pasien. Ternyata di antara mereka ada pula penderita yang berasal dari desa-desa terpencil. Mereka tidak terjangkau oleh pelayanan RC karena miskin dan tidak mampu pergi ke kota untuk mendapatkan perawatan. Karena itu, Handojo melibatkan masyarakat untuk menjadi kaki-tangannya. Ia memberikan latihan-latihan sederhana, mencari penderita, dan memberikan bantuan dasar hingga kualitas hidup mereka meningkat.

Untuk upaya ini, Handojo memanfaatkan tenaga-tenaga yang sudah ada di pedesaan, seperti bidan dan para petugas Keluarga Berencana. Hasilnya sangat positif, sebab para petugas itu kini mempunyai nilai lebih, dan waktu luangnya di desa dapat lebih dimanfaatkan. Semua ini jelas sangat mengurangi biaya perawatan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu.

Berdasarkan pengalamannya itu, Handojo mendirikan lembaga yang bernama Community Base Rehabilitation Development and Training Center (CBR DTC) Prof. Dr. Soeharso di Colomadu, Solo. Kini, banyak tenaga ahli dari segala penjuru dunia datang ke Solo untuk belajar di sana.

Selain aktivitasnya di pusat rehabilitasi ini, Dr. Handojo juga aktif sebagai Ketua Pembina Yayasan Kesehatan Panti Kosala di Solo.

Penghargaan internasional

sunting

Apa yang dikerjakan Handojo bagi masyarakat ternyata diperhatikan oleh dunia internasional. Tahun 1992 ia menerima penghargaan Sasakawa Health Prize dari WHO atas jasa-jasanya mengelola usaha rehabilitasi cacat tubuh berbasis masyarakat setempat. Ia juga mendapatkan penghargaan serupa dari Universitas Alberta, Kanada.

Pranala luar

sunting