Habitat bakteri merupakan daerah tempat tinggal dan hidup bakteri.[1][2] Bakteri merupakan mikroorganisme ubikuotus, yang berarti melimpah dan banyak ditemukan di hampir semua tempat.[3] Habitatnya sangat beragam; lingkungan perairan, tanah, udara, permukaan daun, dan bahkan dapat ditemukan di dalam organisme hidup.[3] Diperkirakan total jumlah sel mikroorganisme yang mendiami muka bumi ini adalah 5x1030.[3]

Dalam tubuh manusia

sunting

Bakteri dapat ditemukan di dalam tubuh manusia, terutama di dalam saluran pencernaan.[4] Jumlah total sel bakteri yang berada di dalam tubuh manusia bahkan lebih dari jumlah total sel tubuh manusia itu sendiri, yaitu lebih banyak sekitar 10 kali lipat.[4] Oleh karena itu, kolonisasi bakteri sangatlah mempengaruhi kondisi tubuh manusia.[5]

Terdapat beragam jenis bakteri yang mampu menghabitasi daerah saluran pencernaan manusia, terutama pada usus besar.[6] Kelompok bakteri yang mendominasi usus besar manusia pada umumnya adalah bakteri asam laktat yang merupakan bakteri gram positif dan kelompok enterobacter yang merupakan bakteri gram negatif.[6] Mikroorganisme ini hidup secara anaerobik dan mampu melekat pada permukaan saluran pencernaan manusia.[6] Contoh bakteri yang biasa ditemukan adalah Lactobacillus acidophilus.[6] Beberapa jenis bakteri yang hidup di dalam saluran pencernaan ini tidak hanya menyerap nutrisi, tetapi juga berperan dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan dan meningkatkan imunitas tubuh.[7] Terdapat sekelompok bakteri menguntungkan yang mampu menunjang kesehatan dan bahkan mampu mencegah terbentuknya kanker usus besar.[8] Kelompok bakteri ini termasuk dalam kelompok bakteri probiotik.[8]

Selain di dalam saluran pencernaan, bakteri juga dapat ditemukan di permukaan kulit, mata, mulut, dan kaki manusia.[5] Pada permukaan kulit saja, diperkirakan terdapat 500 jenis bakteri yang hidup disana.[5] Di dalam mulut dan kaki manusia terdapat kelompok bakteri yang dikenal dengan nama metilotrof.[9] Kelompok bakteri ini mampu menggunakan senyawa berkarbon tunggal, seperti metanol dan metilamin, untuk menyokong pertumbuhannya.[10][11] Di dalam rongga mulut, bakteri ini menggunakan senyawa dimetil sulfida yang berperan dalam menyebabkan bau pada mulut manusia.[12] Contoh bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Methylobacterium extorquens.[13]

Lingkungan ekstrem

sunting

Bakteri merupakan kelompok organisme yang sangat beragam, baik dari segi metabolisme maupun morfologi tubuh.[14] Beberapa kelompok mikroorganisme ini mampu hidup di lingkungan yang tidak memungkinkan organisme lain untuk hidup.[14] Kondisi lingkungan yang ekstrem ini menuntut adanya toleransi, mekanisme metabolisme, dan daya tahan sel yang unik.[3] Selain bakteri, mikroorganisme yang termasuk dalam domain archaea juga cenderung memiliki ketahanan sel terhadap lingkungan ekstrem.[3] Kemampuan mikroorganisme untuk hidup pada kondisi ekstrem dapat membawa nilai dan aplikasi di berbagai bidang industri, seperti pangan, agrikultur, farmasi dan pengobatan, serta bioteknologi.[15][16]

 
Thermus aquatiqus, bakteri termofilik yang banyak diaplikasikan dalam bioteknologi.

Sebagai contoh, Thermus aquatiqus merupakan salah satu jenis bakteri yang hidup pada sumber air panas dengan kisaran suhu 60-80 oC.[3] Organisme yang mampu hidup di lingkungan dengan suhu tinggi ini termasuk dalam golongan termofilik.[3] Kemampuan bakteri ini untuk bertahan pada suhu tinggi disebabkan oleh stabilitas enzim, membran sel, dan makromolekul sel yang telah teradaptasi.[3] Enzim yang dimiliki oleh bakteri kelompok termofilik memiliki komposisi asam amino yang berbeda dengan bakteri pada umumnya.[3] Di samping itu, protein yang terdapat sel memiliki ikatan hidrofobik dan ikatan ionik yang sangat kuat.[3] Komposisi membran selnya didominasi oleh asam lemak jenuh sehingga bersifat lebih stabil dan fungsional pada suhu tinggi.[3] Hal ini disebabkan oleh kuatnya ikatan hidrofobik pada rantai asam lemak jenuh bila dibandingan dengan asam lemak tak jenuh.[3] Terdapat beberapa jenis enzim yang banyak digunakan di industri yang diperoleh dari kelompok organisme termofilik, seperti amilase, pullulanase, selulase, xilanase, kitinase, proteinase, esterase, dan alkohol dehidrogenase.[16]

Tidak hanya di lingkungan bersuhu tinggi, bakteri juga dapat ditemukan pada lingkungan dengan suhu yang sangat dingin.[17] Pseudomonas extremaustralis ditemukan pada Antartika dengan suhu di bawah 0 oC.[17] Bakteri ini bersifat motil dan hidup membentuk struktur biofilm yang membantunya dalam menghadapi kondisi ekstrem.[17] Contoh bakteri lainnya yang dapat hidup di suhu rendah adalah Carnobacterium.[18] Kelompok bakteri yang mampu hidup di lingkungan bertemperatur rendah termasuk dalam golongan psikrofilik.[15] Kemampuan bakteri ini untuk bertahan pada kondisi temperatur rendah cukup bertolak belakang dengan kelompok bakteri termofilik.[3] Enzim yang disintesis memiliki struktur α-heliks yang lebih banyak bila dibandingkan dengan struktur β-sheet.[3] Struktur α-heliks yang lebih fleksibel menyebabkan enzim tetap dapat bekerja walaupun pada suhu yang rendah.[3] Di samping itu, enzim bakteri psikrofilik harus lebih bersifat polar dan hanya mengandung sedikit asam amino yang bersifat hidrofobik.[3] Selain enzim dan protein yang teradaptasi, membran sitoplasma kelompok bakteri ini juga telah mengalami penyesuaian dengan mengandung lebih banyak asam amino tidak jenuh.[3]

Di samping pengaruh ekstrem temperatur, bakteri juga dapat hidup pada berbagai lingkungan lain yang hampir tidak memungkinkan adanya kehidupan (lingkungan steril).[19] Halobacterium salinarum dan Halococcus sp. adalah contoh dari bakteri yang dapat hidup pada kondisi garam (NaCl) yang sangat tinggi (15-30%).[19][20] Kelompok bakteri yang hidup optimal pada kisaran kadar garam tersebut termasuk dalam golongan ekstrem halofil.[3] Tedapat pula beberapa jenis bakteri yang mampu hidup pada kadar gula tinggi (kelompok osmofil), kadar air rendah (kelompok xerofil), derajat keasaman pH sangat tinggi, dan rendah.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ Dickinson, C.I. 1963. British Seaweeds. The Kew Series
  2. ^ Abercrombie, M., Hickman, C.J. and Johnson, M.L. 1966.A Dictionary of Biology. Penguin Reference Books, London
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Madigan MT (2009). Brock Biology of Microorganisms Twelfth Edition. Pearson Benjammin Cummings. 
  4. ^ a b Wenner M. 2007. Humans Carry More Bacterial Cells than Human Ones. http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=strange-but-true-humans-carry-more-bacterial-cells-than-human-ones Diarsipkan 2013-11-10 di Wayback Machine.. Diakses pada 22 Juni 2011.
  5. ^ a b c Science Daily. 2008. Humans Have Ten Times More Bacteria Than Human Cells: How Do Microbial Communities Affect Human Health?. http://www.sciencedaily.com/releases/2008/06/080603085914.htm Diarsipkan 2011-05-18 di Wayback Machine.. Diakses pada 22 Juni 2011.
  6. ^ a b c d Todar K. 2008. Online Textbook of Bacteriology. http://www.textbookofbacteriology.net/index.html Diarsipkan 2023-07-29 di Wayback Machine. [diakses pada 21 Juni 2011].
  7. ^ Heilig HGHJ. Zoetendal EG, Vaughan EE, Marteau P, Akkermans ADL, de Vos WM. 2001. Molecular Diversity of Lactobacillus spp. and Other Lactic Acid Bacteria in the Human Intestine as Determined by Specific Amplification of 16S Ribosomal DNA. Appl Environ Microbiol 68(1):114-123. DOI: 10.1128/AEM.68.1.114-123.2002
  8. ^ a b Rafter JJ. 1995. The role of lactic acid bacteria in colon cancer prevention. Scandinavian Journal of Gastroenterology 30(6):497-502.
  9. ^ Hanson RS, Hanson TE. 1996. Methanotrophic bacteria. Microbiol Rev 60:439-471.
  10. ^ Lengeler JW, DrewsGerhart, Schlegel HG. 1999. Biology of the Prokaryotes. Stuttgart: Blackwell Science.
  11. ^ Trotsenko YA, Doronina NV, Govorukhina NI. 1985. Metabolism of non-motile obligately methylotrophic bacteria. FEMS Microbiol Letters 33:293-297.
  12. ^ Anesti V, McDonald IR, Ramaswamy M, Wade WG, Kelly DP, Wood AP. 2005. Isolation and molecular detection of methylotrophic bacteria occurring in the human mouth. Environ Microbiol 7(8):1227-38.
  13. ^ Liu Q, Kirchhoff JR, Faehnle CR, Viola RE, Hudson RA. 2005. A rapid method for the purification of methanol dehydrogenase from Methylobacterium extorquens. Prot Exp Pur 46:316-320.
  14. ^ a b Wassenaar TM. 2009. Extremophiles. http://www.bacteriamuseum.org/cms/Evolution/extremophiles.html Diarsipkan 2011-08-09 di Wayback Machine.. Diakses pada 22 Juni 2011.
  15. ^ a b Cavicchioli R, Siddiqui KS, Andrews D, Sowers K. 2002. Low-temperature extremophiles and their applications. Current Opinion Biotechnol 13(3)253-261. doi:10.1016/S0958-1669(02)00317-8.
  16. ^ a b NIehaus F, Bertoldo, Kahler M, Antranikian G. 1999. Extremophiles as a source of novel enzymes for industrial application. Appl Microbiol Biotechnol 51(6)711-729. DOI: 10.1007/s002530051456
  17. ^ a b c Tribelli PM, Lopez NI. 2011. Poly(3-hydroxybutyrate) influences biofilm formation and motility in the novel Antarctic species Pseudomonas extremaustralis under cold conditions. Extremophiles. DOI: 10.1007/s00792-011-0384-1.
  18. ^ Lamosa P, Mingote AI, Groudieva T, Klippel B, Egorova K, Jabbour D, Santos H, Antranikian G. 2011. Gluconeotrehalose is the principal organic solute in the psychrotolerant bacterium Carnobacterium strain 17-4 . Extremophiles 15(4)463-472. DOI: 10.1007/s00792-011-0377-0.
  19. ^ a b Cohen Krausz S, Trachtenberg S. 2002. The Structure of the Archeabacterial Flagellar Filament of the Extreme Halophile Halobacterium salinarum R1M1 and Its Relation to Eubacterial Flagellar Filaments and Type IV Pili. J Mol Biol 321(3):383-395.
  20. ^ Valera FR, Berraquero FR, Cormenzana AR. 1979. Isolation of Extreme Halophiles from Seawater. Appl Environ Microbiol 38(1):164-165.