Günther von Bültzingslöwen
Günther von Bültzingslöwen (14 Desember 1839 – 21 Agustus 1889) adalah pedagang, tuan tanah, dan konsul Jerman di Surabaya. Ia adalah anggota kehormatan Palang Merah. Paula Modersohn-Becker, seniwati ekspresionisme Jerman, adalah cucu saudaranya Adolf Ludwig Heinrich Friedrich von Bültzingslöwen.
Kehidupan awal
suntingVon Bültzingslöwen lahir dari keluarga prajurit lama Thüringen. Ia bersekolah di gimnasium dan menuju sebuah kantor dagang di Hamburg, tetapi karena tak betah di sana pergilah ia ke Batavia (sekarang Jakarta). Pada tahun 1868 ia mendirikan sebuah perusahaan swasta di Surabaya dan menjadi konsul di sana, pertama atas nama Prusia kemudian Kekaisaran Jerman. Semasa Perang Prancis-Prusia, ia bergabung dengan Palang Merah dan pergi bersama-sama ke Paris. Saudaranya tewas dalam pertempuran di sana. Pada tahun itu pula, Von Bültzingslöwen kembali dilantik menjadi ksatria dalam Orde Malta. Pada tahun 1871, ia kembali ke Surabaya untuk bekerja di perusahaan gula.
Perang Aceh Kedua
suntingPada tahun 1873, sebelum meletusnya Perang Aceh Kedua, ia diangkat sebagai perwakilan Palang Merah oleh staf pimpinan dengan kuasa penuh. Ia ikut bersama ekspedisi itu ke Aceh sebagai satu-satunya orang sipil dalam militer. Sebagai sipil, ia hadir di setiap pertempuran (satu hal yang tidak biasa) dan garis depan.
Seusai Perang Aceh II, ia dianugerahi Militaire Willems-Orde kelas IV oleh Raja Willem III secara pribadi. Dalam dokumen perang kertas ia dipuji oleh semua pihak yang terlibat.
Hal ini sangat tidak biasa[1] bila seorang sipil dianugerahi dengan Militaire Willems-Orde. Kasus Von Bültzingslöwen luar biasa dalam sejarah Belanda karena ia bukan warganegara Belanda melainkan Jerman.
Von Bültzingslöwen bersahabat baik dengan ketua staf Brigade VIII dalam Perang Aceh II, yaitu Gotfried Coenraad Ernst van Daalen Tua. Von Bültzingslöwen juga bersahabat dengan anggota Dewan Hindia, Henry David Levyssohn Norman.
Hari-hari terakhir
suntingPada tahun 1875, ia terpaksa kembali ke Eropa karena sakit; pada tahun 1876 ia mendapatkan hadiah sebagai bentuk penghargaan atas apresiasinya di Aceh. Kemudian, ia dianugerahi Orde Mahkota oleh Kaisar Wilhelm I di Berlin atas prestasinya. Tak lama kemudian, Von Bültzingslöwen kembali ke pabrik gulanya di Surabaya; selama bertahun-tahun ia menjabat sebagai letnan kolonel schutterij di sana.
Pada tahun 1883, kematian OrTunya memaksanya kembali ke Jerman. Günther von Bültzingslöwen meninggal akibat gagal jantung dan dimakamkan di Pemakaman Alter Annenfriedhof di Dresden.
4 tahun setelah kematiannya, didirikan sebuah tugu di Surabaya, tempat di mana ia pernah sebagai letkol schutterij. Tugu itu dirancang oleh EL. Lacomble, dosen sebuah politeknik di Delft. Tugu tersebut sekarang sudah tidak ada lagi; letaknya berada di pertemuan Jl. Kramat Gantung dan Jl. Gemblongan sekarang (Alun-Alun Contong, Bubutan, Surabaya).
Catatan
sunting- ^ Militaire Willems-Orde terutama adalah "penghargaan militer", tetapi pada tahun 1815 sudah ada penduduk sipil yang tercantum.
Bacaan lanjut
sunting- Booms ASH. 1902. Neerlands krijgsroem in Insulinde: Schitterdende daden van moed, beleid, trouw en zelfopoffering in de negentiende eeuw sedert de instelling van de Militaire Willemsorde. Bab I dan II. Den Haag: W.P. van Stockum & Zoon.
- Bruinsma JFD. 1889. De verovering van Atjeh’s grote Mesigit. Sneek: H. Pyttersen Tz.
- Gerlach AJA. 1876. Nederlandse heldenfeiten in Oost-Indie. Den Haag: Gebr. Belinfante.
- Kielstra EB. 1883. Beschrijving van de Atjeh-oorlog. Den Haag: De gebroeders van Cleef.
- Kruijt JA. 1877. Atjeh en de Atjehnezen: Twee jaren blokkade op Sumatra’s noordoost kust. Leiden: Gualth. Kolff.
- Levyssohn Norman HD. 1889. De eerst flankeur van het Indische leger. Hal. 199-202. Eigen Haard.
- Van Schendel PHK. 1893. De Militaire Willemsorde. Edam: J.M. Roldanus Cz.