Gua Saleh atau Leang Saleh (Inggris: Saleh Cave ) adalah sebuah gua di Kawasan Karst Maros-Pangkep, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, wilayah administratif Kabupaten Maros. Lokasi gua ini secara administratif terletak di wilayah Kampung Pangia, Dusun Pattunuang, Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia. Secara astronomis, gua ini terletak pada titik koordinat 5°2'59,40" LS dan 119°43'17,16" BT. Gua ini jenis gua alam yang tersusun batu gamping dan juga merupakan tipe gua horizontal dengan panjang ± 494,80 meter relatif ke arah Barat Daya N 245°E yang merupakan lorong kering sepanjang 363,04 meter dan kearah Barat Laut N 320°E yang merupakan arah sungai bawah tanah sepanjang 131,76 meter. Adapun jarak datar gua ini sepanjang 480,21 meter. Pada bagian awal dari mulut gua hingga beberapa meter ke dalam relatif tegak (vertikal). Lebar lorong gua bervariasi dari 0,8–20 meter. Sementara tinggi lorong gua juga bervariasi dari 0,4–15 meter. Sungai bawah permukaan berada pada kedalaman 20–40 meter dari permukaan tanah. Pada bagian depan dari mulut gua terdapat singkapan batuan berupa tebing yang memperlihatkan adanya sistem rekahan retakan yang diperlebar oleh proses pelarutan dan runtuhan. Bagian luar Gua Saleh terdapat bidang perlapisan dan percelahan yang diperlebar oleh proses pelarutan dan runtuhan. Di bagian dalam gua terdapat ornamen-ornamen gua seperti stalaktit, stalakmit, flowstone yang merupakan bentukan alam bawah permukaan karst (endokarst) yang tebentuk akibat adanya proses pengaliran air hujan dari atas permukaan yang meresap turun mengikuti sistem percelahan yang ada. Pada bagian mulut gua dan pada permukaan bagian atas juga dijumpai kekar-kekar gerus. Sistem perguaan dan sungai bawah tanah di Gua Saleh mengikuti dengan perkembangan sistem rekahan di bawah permukaan. Untuk mencapai lokasi gua ini, dari Kota Makassar dapat menggunakan kendaraan umum atau pribadi menuju Jalan Poros Maros-Bone. Jika menggunakan kendaraan umum Pete-Pete jurusan Makassar-Maros (Rp7.000-/orang) dan Maros-Pangia (Rp8.000-/orang) dengan waktu tempuh 2 jam.[1][2]

Gua Saleh
Leang Saleh, Gua Salle, Leang Salle, Leang Pattunuang Asue, Gua Pattunuang Asue
Lua error in Modul:Location_map at line 423: Kesalahan format nilai koordinat.
LokasiKampung Pangia, Dusun Pattunuang, Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia
Koordinat05°02'59.40"S 119°43'17.16"E[1]
Kedalaman1-7 meter
Panjang494,80 meter
Rentang tinggi0,4 - 15 meter
Geologikarst / batu kapur / batu gamping
Pintu masuk4 lintasan
Daftar
pintu masuk
Lintasan 1
Lintasan 2
Lintasan 3
Lintasan 4
Situs webvisit.maroskab.go.id
cagarbudaya.kemdikbud.go.id
kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsulsel/

Morfologi

sunting

Gua Saleh berada ke arah Barat Daya (N 245°E) dan Barat Laut (N 320°E). Sistem/pola rekahan berarah Barat Daya, yaitu N 65°E-N 245°E relatif searah dengan sistem perguaan yang merupakan lorong kering, dan berarah Tenggara ke arah Barat Laut N 320°E relatif searah dengan sistem perguaan yang merupakan lorong sungai bawah tanah Gua Saleh. Pembentukan dan perkembangan sistem perguaan yang merupakan lorong kering yang tidak mempunyai sumber air permanen dan lorong yang menjadi jalur sungai bawah tanah di Gua Saleh dipengaruhi sistem rekahan yang berkembang akibat proses pelarutan batugamping (karstifikasi). Aliran air akan mengalir melewati celah batuan secara conduit maupun diffuse. Perkembangan Gua Saleh dipengaruhi oleh adanya kekar yang terbentuk akibat proses pelarutan kimiawi (karstifikasi). Kekar-kekar tersebut dapat dilalui oleh aliran air dan bereaksi dengan atau melarutkan unsur-unsur karbonat batugamping sehingga dapat memperlebar ukuran atau bukaan dari kekar tersebut, yang pada akhirnya akan membentuk sistem perguaan dengan jaringan sungai bawah tanah, serta membentuk ornamen-ornamen gua (spleothem). Pola rekahan permukaan dan bawah permukaan di kawasan karst merupakan zona permeabilitas yang baik untuk tersalurkannya air permukaan menjadi aliran bawah permukaan. Pola rekahan merupakan salah satu faktor pengontrol keberadaan aliran di bawah permukaan selain sifat larut batuan, ketebalan dan tingkat kekompakan batuannya.[1]

Gua Saleh memiliki struktur lapisan batugamping telah mengalami proses karstifikasi dengan baik. Sistem sungai bawah tanah dapat dijumpai pada Gua Saleh. Dari segi morfologi, struktur lapisan batugamping tersebut menjadi akuifer yang baik berdasarkan sistem pola akuiferkarst, pada daerah karst memiliki tipe akuifer diffuse dan conduit. Sehingga air masuk berupa rembesan pada permukaan batuan karbonat yang selanjutnya tertampung ke dalam lorong-lorong dan air lalu diteruskan masuk sebagai aliran sungai bawah tanah Gua Saleh.[1]

Gua Saleh masuk dalam morfologi perbukitan karst yang memiliki morfologi karst makro (eksokarst) dengan bentuk positif, yaitu menara karst dan bentuk negatif, yaitu ponor, dan berbagai bentuk speleothem (endokarst). Pola rekahan terdapat pada dua arah umum rekahan Gua Saleh, yaitu berarah 65° Timur Laut-245° Barat Daya dimana arah kekar relatif searah dengan lorong gua kering dan berarah 140° Tenggara-320° Barat Laut dimana arah kekar relatif searah dengan lorong aliran sungai bawah tanah. Sistem perguaan berada pada kedalaman sekitar 18-45 meter di bawah permukaan. Perilaku hidrogeologi Gua Saleh sangat bergantung pada keadaan morfologi dan perkembangan struktur rekahan.[1]

Gua Saleh berada pada bentang alam pegunungan karst dengan lanskap perbukitan menara karst. Adapun morfologi yang terdapat di Gua Saleh diantaranya adalah: 1. Menara karst. Dengan adanya morfologi menara karst maka proses aliran air permukaan yang terjadi adalah secara vertikal. Aliran permukaan akan meresap melalui bidang percelahan atau rekahan yang mengalami pelebaran akibat proses pelarutan hingga menjadi cukup luas membentuk sistem perguaan. Aliran air akan terkumpul dan mengalir melalui sistem perguaan sebagai sungai bawah tanah. Gugusan morfologi menara karst (tower karst) di Gua Saleh; 2. Ponor yang ada di Gua Saleh adalah lubang masuk dari Gua Saleh, dimana aliran permukaan pada musim hujan mengalir dan menghilang akibat masuk ke dalam Gua Saleh. Ponor yang merupakan lubang masuk Gua Saleh terbentuk akibat adanya proses pelarutan yang intensif sehingga menghasilkan pelebaran dari rekahan batuannya yang kemudian mengalami peruntuhan. Morfologi karst berupa ponor menjadikan aliran permukaan akan masuk ke dalam Gua Saleh melalui lubang masuk menuju bawah permukaan sehingga menjadi sungai bawah tanah. Adapun beberapa bentuk alam yang terdapat di bawah permukaan karst (endokarst) diantaranya: stalaktit dan stalakmit yang hampir bersatu membentuk sebuah tiang, drypery, flowstone yang masih berkembang, heliktit, aliran sungai bawah tanah, dan beberapa bentukan lainnya.[1]

Morfologi yang terdapat di Gua Saleh, yaitu menara karst (tower karst) dan ponor merupakan morfologi karst makro yang tersingkap di bagian luar atau permukaan karst (eksokarst) dapat berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan, akuifer dan media peresapan air ke bawah permukaan melewati sistem rekahan yang dapat menghasilkan bentukan stalaktit, stalakmit, drypery, flowstone, dan beberapa bentukan lain di bawah permukaan karst (endokarst). Sistem rekahan pada kawasan karst memiliki peran penting dalam peresapan air permukaan ke bawah permukaan melalui sistem percelahan yang kemudian mengalir menjadi sungai bawah tanah melalui sistem perguaan. Sungai bawah tanah Gua Saleh merupakan sumber daya air karst yang memiliki potensi cukup besar untuk dimanfaatkan. Debit di aliran sungai bawah tanah Gua Saleh memiliki rata-rata debit sekitar 1.14 m3/dt atau sama dengan 1140 lt/dt. Besarnya peran aktivitas tektonik dan proses pelarutan yang intensif akibat pengaruh iklim menyebabkan terbentuknya morfologi kawasan karst yang khas di Gua Saleh. Kondisi morfologi yang ada memegang peranan penting dalam proses peresapan air dari permukaan, tersimpan dan kemudian mengalir menjadi aliran sungai bawah permukaan. Aliran permukaan terkumpul pada satu hingga beberapa saluran dengan melewati sistem rekahan batuan yang ada dan mengalir melalui sistem perguaan bawah permukaan sebagai sungai bawah tanah.[1]

Dimensi gua

sunting

Gua Saleh terdapat lorong gua kering sepanjang puluhan meter dengan tinggi dan lebar lorong bervariasi. Pada bagian awal gua terdapat lorong sempit (tinggi sekitar 40 cm) yang menghubungkan lorong utama (gua kering) dengan lorong gua berair yang memiliki sungai bawah permukaan aktif. Terdapat alur relatif vertikal dari mulut gua kearah lorong gua utama. Perbedaan tinggi antara mulut gua dengan atap lorong utama berkisar belasan meter dengan jalur berundak vertikal dengan beda tinggi antar undak antara 2-7 meter. Lorong Gua Saleh memiliki sedikitnya dua percabangan utama, yaitu ke arah barat dan ke arah timur. Total panjang lorong sejauh 494,80 meter dengan jarak datar 480,21 meter. Lorong gua utama tidak berair permanen dengan lantai gua dipenuhi bongkahan dan ditutupi lumpur yang diperkirakan terbawa air saat musim penghujan. Tinggi dan lebar gua bervariasi antara beberapa meter hingga belasan meter. Sungai bawah permukaan terdapat pada jalur yang berbeda dengan lorong gua utama dihubungkan sebuah lorong sempit yang diperkirakan tertutupi air saat musim penghujan (banjir). Lorong gua yang memiliki sungai bawah permukaan berada pada level yang lebih rendah dari lorong utama dengan beda tinggi berkisar ± 10 meter. Mulut gua berada pada permukaan tanah. Total beda tinggi vertikal adalah 74,54 meter. Sementara total beda tinggi vertikal dari permukaan (mulut gua: 130 mdpl) hingga titik terdalam (84,34 mdpl) adalah 45.66 meter. Rentang jarak utara-selatan sejauh 131,76 meter. Rentang jarak timur-barat sejauh 262,16 meter. Dimensi lorong gua bervariasi. Lorong gua pada bagian mulut gua relatif tegak (vertikal). Lebar lorong gua bervariasi dari 0,8–20 meter. Tinggi lorong gua juga bervariasi dari 0,4–15 meter. Lorong sebelah barat merupakan lorong kering yang tidak memiliki sumber air permanen. Sementara sungai bawah permukaan berada pada lorong gua sebelah timur. Sungai bawah permukaan mengalir dari arah tenggara ke arah barat laut. Hal ini ditunjukkan oleh adanya beda tinggi diantara keduanya. Sungai bawah permukaan berada pada kedalaman 20–40 meter dari permukaan tanah.[1]

Lintasan gua

sunting

Gua Saleh memiliki empat lintasan gua. Lintasan 1 di atas Gua Saleh berada pada titik koordinat 5°2'56,91" LS dan 119°43'15,83" BT sampai 5°3'0,74" LS dan 119°43'17,37" BT pada ketinggian permukaan sekitar 150-167 mdpl dengan arah Barat Laut-Tenggara. Lintasan 1 memiliki panjang bentangan 160 meter dengan jarak terkecil 10 meter, berpotongan dengan lorong kering Gua Saleh di bawah permukaan. Lintasan 1 pada kedalaman 2–25 meter dan kedalaman 20-25 meter merupakan lapisan batugamping yang memiliki struktur geologi (kekar) yang memungkinkan air permukaan merembes (infiltrasi) melalui sistem rekahan. Lapisan ini memiliki porositas baik dengan sifat permeabel sehingga dapat berfungsi sebagai media penyimpanan dan media peresapan air. Pada kedalaman 2–30 meter merupakan lapisan dengan struktur geologi berupa batugamping masif dengan porositas buruk bersifat impermeabel. Pada kedalaman 2–20 meter dan kedalaman 25–30 meter merupakan lapisan batugamping yang memiliki rongga yang telah mengalami pelebaran sebagai akibat proses pelarutan yang berlangsung lama hingga mengalami peruntuhan dan membentuk lorong gua. Lorong gua yang telah terdeteksi adalah baru bagian atap, yaitu pada kedalaman 30 meter.[1]

Lintasan 2 di atas Gua Saleh berada pada titik koordinat 5°2'57,05" LS dan 119°43'15,25" BT sampai 5°3'0,79" LS dan 119°43'16,32" BT pada ketinggian permukaan sekitar 150–165 mdpl dengan arah Barat Laut-Tenggara. Lintasan 2 memiliki panjang bentangan 160 meter dengan jarak terkecil 10 meter, berpotongan dengan lorong kering Gua Saleh di bawah permukaan. Lintasan 2 terdapat akumulasi air pada lapisan batugamping di dekat permukaan hingga kedalaman 20 meter. Lapisan batugamping tersebut memiliki porositas baik dengan sifat permeabel sehingga memungkinkan air mengalir melalui sistem rekahan dan juga menjadi media penyimpanan air. Pada kedalaman 2-28 meter terdapat lapisan dengan struktur geologi berupa batugamping masif dengan porositas buruk bersifat impermeabel. Pada kedalaman 10–30 meter terdapat lapisan batugamping yang memiliki rongga yang telah mengalami pelebaran sebagai akibat proses pelarutan yang berlangsung lama hingga mengalami peruntuhan dan membentuk lorong gua. Lorong gua yang terdeteksi diperkirakan baru bagian atap yaitu pada kedalaman 18–30 meter.[1]

Lintasan 3 di atas Gua Saleh berada pada titik koordinat 5°3'0,21" LS dan 119°43'15,67" BT sampai 5°2'58,05" LS dan 119°43'19,23" BT pada ketinggian permukaan sekitar 140-162 mdpl dengan arah Barat Daya-Timur Laut. Lintasan 3 memiliki panjang bentangan 160 meter dengan jarak terkecil 10 meter, berpotongan dengan lorong kering Gua Saleh di bawah permukaan. Lintasan 3 terdapat akumulasi air pada lapisan batugamping yang memiliki struktur geologi (kekar) dari permukaan hingga kedalaman 25 meter. Lapisan batugamping tersebut memiliki porositas baik dengan sifat permeabel, dapat berfungsi sebagai media penyimpanan dan media peresapan air melalui sistem rekahan. Pada permukaan hingga kedalaman 15 meter dan kedalaman 5–20 meter terdapat lapisan dengan struktur geologi yang diperkirakan merupakan batugamping masif dengan porositas buruk bersifat impermeabel. Pada kedalaman 10 meter merupakan rongga lubang masuk Gua Saleh. Pada kedalaman 2–30 meter terdapat lorong gua yang berhubungan secara vertikal dengan pintu masuk Gua Saleh.[1]

Lintasan 4 berada pada titik koordinat 5°3'0,62" LS dan 119°43'16" BT sampai 5°2'59,61" LS dan 119°43'20,30" BT pada ketinggian permukaan sekitar 150-168 mdpl dengan arah Barat Daya-Timur Laut. Lintasan ini memiliki panjang bentangan 160 meter dengan spasi terkecil 10 meter, berpotongan dengan sungai bawah tanah Gua Saleh di bawah permukaan. Lintasan ini pada kedalaman 10–15 meter dan kedalaman 2–15 meter merupakan lapisan batugamping yang memiliki struktur geologi (kekar) yang memungkinkan air permukaan merembes melalui sistem rekahan. Lapisan ini memiliki porositas baik dengan sifat permeabel sehingga dapat berfungsi sebagai media penyimpanan dan media peresapan air. Pada permukaan hingga kedalaman 25 meter terdapat lapisan dengan struktur geologi berupa batugamping masif dengan porositas buruk bersifat impermeabel. Pada kedalaman sekitar 30 meter merupakan lapisan batugamping yang memiliki rongga yang telah mengalami pelebaran sebagai akibat proses pelarutan yang berlangsung lama hingga mengalami peruntuhan dan membentuk lorong gua.[1]

Lintasan 1 dan 2 memiliki arah tegak lurus terhadap Lintasan 3 dan 4. Sementara Lintasan 3 dan 4 memiliki arah yang relatif sejajar dengan jarak antar lintasan sekitar 20 meter. Lintasan 1–4 pada setiap lintasan terdapat zona peresapan, akuifer, dan media perembesan aliran permukaan, dan sistem perguaan pada struktur lapisan batugamping di bawah permukaan. Struktur lapisan batuan di bawah permukaan terdapat batugamping dalam keadaan menampung air dalam jumlah yang cukup dan mengalirkannya melalui sistem percelahan batuan ke bawah permukaan.[1]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m Taslim, Ivan (2014). Perilaku Hidrogeologi Kawasan Karst Maros: Studi Kasus Gua Saleh Daerah Patunuangasue, Kecamatan Simbang (Tesis Program Pascasarjana). Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. hlm. 1–83. 
  2. ^ "Data Gua di Sulawesi Selatan". catros.wordpress.com. 21 Juni 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-06-26. Diakses tanggal 30 Mei 2021.