Generator termoelektrik

Generator termoelektrik (juga disebut Seebeck generator) adalah perangkat generator listrik yang mengkonversi panas (perbedaan suhu) langsung menjadi energi listrik, menggunakan fenomena yang disebut efek Seebeck (bentuk efek termoelektrik).

Pendahuluan

sunting
 
BioLite Camp Stove
 
 
 
bagian peltier yang dibongkar sebagian, untuk menunjukkan bagian dalam peltier

Teknologi termoelektrik bekerja dengan mengonversi energi panas menjadi listrik secara langsung (generator termoelektrik), atau sebaliknya, dari listrik menghasilkan dingin (pendingin termoelektrik). Untuk menghasilkan listrik, material termoelektrik cukup diletakkan sedemikian rupa dalam rangkaian yang menghubungkan sumber panas dan dingin. Dari rangkaian itu akan dihasilkan sejumlah listrik sesuai dengan jenis bahan yang dipakai.

Kerja pendingin termoelektrik pun tidak jauh berbeda. Jika material termoelektrik dialiri listrik, panas yang ada di sekitarnya akan terserap. Dengan demikian, untuk mendinginkan udara, tidak diperlukan kompresor pendingin seperti halnya di mesin-mesin pendingin konvensional.

Voyager I dan Voyager II adalah contoh pesawat ruang angkasa yang memanfaatkan teknologi termoelektrik. Voyager yang diterbangkan NASA tahun 1977 ini dirancang khusus untuk terbang menjauhi Tata Surya sehingga solar cell tidak dapat dipergunakan.

Dalam menempuh perjalanan yang tak terbatas itu diperlukan pula energi yang besar dan stabil untuk mengirimkan data ke Bumi. Untuk itulah Voyager menggunakan teknologi termoelektrik dengan plutonium-238 sebagai sumber panasnya (Radioisotop Thermoelectric Generators-RTGs). Sistem ini mampu membangkitkan listrik sebesar 400 W, serta secara kontinu dan tanpa perawatan apa pun, Voyager tetap dapat mengirimkan data walau sudah terbang selama 30 tahun.

Keberhasilan ini memberikan peluang yang luas dalam aplikasi lainnya. Salah satunya adalah yang dikerjakan Nissan, dengan memanfaatkan panas dari mesin mobil.

Seperti kita ketahui, dari 100 persen bahan bakar yang dipakai, hanya sekitar 30 persen yang dipergunakan untuk menggerakkan mobil. Sebagian besar energi terbuang dalam bentuk panas di radiator dan gas buangan. Di antara kedua panas tersebut, gas buangan memiliki perbedaan panas lebih tinggi, yakni sekitar 300-700 derajat Celsius sehingga lebih baik untuk dikonversikan menjadi energi penggerak mobil. Dengan memanfaatkan gas buangan ini, mobil-mobil produksi Nissan mampu menghemat bahan bakar sebesar 10 persen.

Contoh menarik lainnya adalah yang dilakukan oleh Seiko Co Ltd. Seiko memasarkan jam termoelektrik sejak tahun 1998 dengan nama Seiko Thermic.

Jam tangan ini memanfaatkan perbedaan suhu tubuh dan suhu sekitarnya. Bahan yang digunakan, bismut-tellurium, mampu menghasilkan listrik sebesar 0,2 mV/ oC. Jika 1.000 buah material tersebut dipasang seri, tentu akan menghasilkan tegangan listrik 0,2 V dalam setiap perbedaan 1 oC. Untuk itu, Seiko membuat unit pembangkit listrik, terdiri atas 10 buah modul termoelektrik yang masing-masing berisi 100 kawat mikro. Dari setiap unit inilah dihasilkan energi listrik sebesar 0,15 V untuk mengisi baterai litium pada jam tersebut.

Aplikasi dalam pendingin termoelektrik lebih luas lagi. Pendingin wine di hotel Jepang sudah banyak yang mempergunakan teknologi ini. Pendingin termoelektrik dapat diletakkan dengan leluasa di bawah tempat tidur karena tidak menimbulkan suara dan getaran.

Mitsubishi saat ini juga sudah memproduksi kulkas termoelektrik yang mampu menghemat energi 20 persen dibandingkan dengan kulkas biasa. Dalam dunia komputer, termoelektrik dipergunakan untuk mendinginkan CPU komputer.

Toshiba mengembangkan sebuah alat yang dapat mendinginkan sumber panas itu sendiri. Panas yang dihasilkan dari sumber panas dalam komputer digunakan untuk membangkitkan listrik, kemudian listrik itu dipergunakan untuk memutar kipas yang diarahkan ke sumber panas. Perangkat ini mampu menurunkan panas sekitar 32 oC.

Jika alat ini ditambahkan dengan alat pengontrol, tentu bisa dikontrol pula suhu yang ingin dicapai oleh sumber panas tersebut, tanpa menggunakan energi dari luar, baik untuk pendinginnya ataupun untuk penghasil listriknya.

Sejarah penemuan energi termoelektrik

sunting
 
Memasang bahan bakar Plutonium 238 pada SNAP 27
 
Teknisi sedang memutar RTG

Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Belakangan diketahui, hal ini terjadi karena aliran listrik yang terjadi pada logam menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan jarum kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck.

Penemuan Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Efek Seebeck dan Peltier inilah yang kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik.

Setelah itu, perkembangan termoelektrik tidak diketahui dengan jelas sampai kemudian dilanjutkan oleh WW Coblenz pada tahun 1913 yang menggunakan tembaga dan constantan (campuran nikel dan tembaga). Dengan efisiensi konversi sebesar 0,008 persen, sistem yang dibuatnya itu berhasil membangkitkan listrik sebesar 0,6 mW.

AF Ioffe melanjutkan lagi dengan bahan-bahan semikonduktor dari golongan II-V, IV-VI, V-VI yang saat itu mulai berkembang. Hasilnya cukup mengejutkan, di mana efisiensinya meningkat menjadi 4 persen. Ioffe melakukan satu lompatan besar di mana ia berhasil menyempurnakan teori yang berhubungan dengan material termoelektrik. Teori itu dibukukan tahun 1956 yang kemudian menjadi rujukan para peneliti hingga saat ini.

Penelitian termoelektrik muncul kembali tahun 1990-an setelah sempat menghilang hampir lima dasawarsa karena efisiensi konversi yang tidak bertambah. Setidaknya ada tiga alasan yang mendukung kemunculan tersebut.

Pertama, ada harapan besar ditemukannya material termoelektrik dengan efisiensi yang tinggi, yaitu sejak ditemukannya material superkonduktor High-Tc pada awal tahun 1986 dari bahan yang selama ini tidak diduga (ceramic material).

Kedua, sejak awal 1980-an, teknologi material berkembang pesat dengan kemampuan menyusun material tersebut dalam level nano. Teknologi analisis dengan XPS, UPS, STM juga memudahkan analisis struktur material.

Ketiga, pada awal tahun 1990, tuntutan dunia tentang teknologi yang ramah lingkungan sangat besar. Ini memberikan imbas kepada teknologi termoelektrik sebagai sumber energi alternatif.

Deskripsi

sunting

Termoelektrik adalah suatu perangkat yang dapat mengubah energi kalor (perbedaan temperatur) menjadi energi listrik secara langsung. Selain itu, termoelektrik juga dapat mengkonversikan energi listrik menjadi proses pompa kalor/refrigerasi.

Teknologi termoelektrik adalah teknologi yang bekerja dengan mengkonversi energi panas menjadi listrik secara langsung (generator termoelektrik), atau sebaliknya, dari listrik menghasilkan dingin (pendingin termoelektrik). Untuk menghasilkan listrik, material termoelektrik cukup diletakkan sedemikian rupa dalam rangkaian yang menghubungkan sumber panas dan dingin. Dari rangkaian itu akan dihasilkan sejumlah listrik sesuai dengan jenis bahan yang dipakai.

Efek Seebeck

sunting

Efek seebeck merupakan fenomena yang mengubah perbedaan temperatur menjadi energi listrik. Jika ada dua bahan yang berbeda yang kemudian kedua ujungnya disambungkan satu sama lain maka akan terjadi dua sambungan dalam satu loop. Jika terjadi perbedaan temperatur di antara kedua sambungan ini, maka akan terjadi arus listrik akan terjadi. Prinsip ini lah yang digunakan termoelektrik sebagai generator (pembangkit listrik). Setiap bahan memiliki koefisien seebeck yang berbeda-beda. Semakin besar koefisien seebeck ini, maka beda potensial yang dihasilkan juga semakin besar. Karena perbedaan temperatur disini dapat diubah menjadi tegangan listrik, maka prinsip ini juga digunakan sebagai sensor temperatur yang dinamakan thermocouple.

Efek Peltier

sunting

Kebalikan dari dari efek Seebeck, yaitu jika dua logam yang berbeda disambungkan kemudian arus listrik dialirakan pada sambungan tersebut, maka akan terjadi fenomenda pompa kalor. Prinsip inilah yang diugunakan termoelektrik sebagai pendingin/pompa kalor.

Termoeletrik terdiri dari dua buah bahan berbeda yang disambungkan. Material yang dipilih memiliki koefisien seebeck cukup tinggi. Saat ini kebanyakan termolektrik menggunakan Bismuth-Telluride sebagai bahan pembuatnya.

Perangkat modul termoelektrik yang dijual biasanya berbentuk plat tipis. Salah satu termoeletrik yang dapat dengan mudah kita dapatkan berukuran 40 mm x 40 mm dengan ketebalan 3 mm dan terdapat dua buah kabel (biasanya merah dan hitam). Jika di antara kedua permukaan termoelektrik terdapat perbedaan temperatur maka tegangan listrik dihasilkan dan tegangan tersebut dapat kita ukur melalui dua kabel termoeletrik dengan menggunakan voltmeter. Jika perbedaan temperatur cukup besar, maka termoelektrik dapat menghidupkan sebuah lampu LED kecil. Listrik yang dihasilkan pada thermoelectric generator adalah listrik searah (DC).

 
Modul Termoelektrik

Sebaliknya jika modul termoelektrik ini diberi tegangan maka akan terjadi perbedaan temperatur antar permukaan yang satu dengan yang lain. Tegangan ini akan meyebabkan adanya aliran arus yang melalui bahan termoelektrik sehingga terjadi efek peltier. Fenomena inilah yang disebut dengan pompa kalor. Jika dibandingkan dengan teknologi refrigerasi kompresi uap, termoelektrik memiliki berbagai macam kelebihan antara lain: Pemanas atau pendingin dapat dengan mudah diatur dengan menyesuaikan arah arusnya, sangat ringkas, tidak berisik, tidak butuh perawatan khusus, tidak butuh refrigeran (Freon), tidak ada getaran. Walau bagaimanapun juga, termolektrik masih memiliki kekurangan yaitu performanya masih rendah.

Prinsip kerja termoelektrik

sunting

Prinsip kerja dari termoelektrik adalah dengan berdasarkan Efek Seebeck yaitu "jika 2 buah logam yang berbeda disambungkan salah satu ujungnya, kemudian diberikan suhu yang berbeda pada sambungan, maka terjadi perbedaan tegangan pada ujung yang satu dengan ujung yang lain" ( Muhaimin, 1993).

Untuk keperluan pembangkitan lisrik tersebut umumnya bahan yang digunakan adalah bahan semikonduktor. Semikonduktor adalah bahan yang mampu menghantarkan arus listrik namun tidak sempurna. Semikonduktor yang digunakan adalah semikonduktor tipe n dan tipe p. Bahan semikonduktor yang digunakan adalah bahan semikonduktor ekstrinsik. Terdapat tiga sifat bahan termoelektrik yang penting, yaitu:

  • Koefisien Seebeck (s)
  • Konduktifitas panas (k)
  • Resistivitas (ρ)

Pengembangan energi termoelektrik

sunting

Sejak awal tahun 1990, tuntutan dunia tentang teknologi yang ramah lingkungan sangat besar. Ini memberikan imbas kepada teknologi termoelektrik sebagai sumber energi alternatif. Banyak aplikasi lain penggunaan energi termoelektrik selain pada RTG yang digunakan oleh Voyager 1.

Salah satunya adalah penerapan teknologi termoelektrik pada pembangkitan listrik dari sumber panas. Sampai saat ini pembangkitan listrik dari sumber panas harus melalui beberapa tahap proses. Bahan bakar fosil akan menghasilkan putaran turbin apabila dibakar dengan tekanan yang sangat tinggi. Hasil putaran turbin tersebut akan dipakai untuk memproduksi tenaga listrik. Efisiensi energi pembangkit ini masih rendah akibat beberapa kali proses konversi. Panas yang dihasilkan banyak yang dilepas atau terbuang percuma. Dapat digunakan suatu metode yang dikenal sebagai cogeneration di mana panas yang dihasilkan selama proses dapat digunakan untuk tujuan alternatif. Dengan menggunakan termoelekrik, panas yang dihasilkan selama proses diubah menjadi listrik, sehingga panas yang dihasilkan tidak terbuang secara percuma dan energi yang dihasilkan oleh pembangkit menjadi lebih besar, serta efisiensi energi menjadi lebih tinggi.

Contoh penerapan lainnya yang sedang dikembangkan saat ini adalah pemanfaatan perbedaan panas di dasar laut dan darat, sistem hybrid pada kendaraan bermotor yang memanfaatkan motor listrik dan mesin pembakaran, serta pemanfaatan pada pembangkit listrik tenaga surya.

Walaupun demikian, teknologi material yang saat ini sedang berkembang pesat terutama kemampuan menyusun material dalam level nano diharapkan dapat menghasilkan suatu material termoelektrik dengan efisiensi yang tinggi.

Banyak aplikasi lain penggunaan energi termoelektrik yang sedang dikembangkan saat ini, seperti pemanfaatan perbedaan panas di dasar laut dan darat, atau pemanfaatan panas bumi. Kesulitan terbesar dalam pengembangan energi ini adalah mencari material termoelektrik yang memiliki efisiensi konversi energi yang tinggi.

Parameter material termoelektrik dilihat dari besar figure of merit suatu material. Idealnya, material termoelektrik memiliki konduktivitas listrik tinggi dan konduktivitas panas yang rendah.

Material yang banyak digunakan saat ini adalah Bi 2 Te 3, PbTe, dan SiGe. Saat ini Bi2 Te3 memiliki figure of merit tertinggi. Namun, karena terurai dan teroksidasi pada suhu di atas 500 oC, pemakaiannya masih terbatas.

Rendahnya figure of merit ini menyebabkan rendahnya efisiensi konversi yang dihasilkan, di mana saat ini efisiensinya masih berkisar di bawah 10 persen. Nilai ini masih berkurang sampai 5 persen setelah menjadi sebuah sistem pembangkit listrik. Masih cukup jauh dibandingkan dengan solar cell yang sudah mencapai 15 persen.

Namun, penelitian ini masih terus berkembang, apalagi setelah Yamaha Co Ltd berhasil menaikkan figure of merit sebesar 40 persen dari yang ada selama ini.

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting