Gamelan cokek adalah sebuah orkes kecil khas daerah Jakarta.[1] Musik gamelan ini sudah mulai berkembang saat Jakarta masih menyandang bernama Batavia atau Betawi (menurut logat penduduk asli).[1] Adapun komponennya terdiri dari sebuah gambang kayu (bahasa Inggris: xylophone), sebuah rebab, sebuah seruling ditambah dengan sebuah kempul.[1] Selain alat-alat tersebut, sering kali pemain juga menambah instrumen musik yang lain, seperti kenong, ketuk, kecak, dan kendang.[1]

Kenong, salah satu komponen tambahan dalam permainan gamelan cokek.

Orkes ini biasanya digunakan sebagai musik pengiring sebuah permainan rakyat yang dikenal dengan nama wayang cokek.[1] Permainan yang satu ini merupakan kombinasi antara nyanyian dan tarian yang kerap kali dilakukan oleh wanita.[1] Menurut pengamatan budayawan Tionghoa yang bernama David Kwa, wayang ini semula tidak hanya menyanyi, namun juga membawakan peran dalam sebuah pertunjukan opera.[2] Hal ini diperkuat dengan adanya riwayat Oei Tamba Sia dalam Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia jilid 5, di mana Oei digambarkan memiliki hubungan dengan wayang si Botan.[2] Para penari dalam orkes kecil ini asal mulanya adalah budak-budak belian (bahasa Inggris: slave girls).[1] Seiring dengan waktu, akhirnya budak-budak tersebut diganti oleh wanita biasa yang berasal dari kalangan penduduk.[1] Saat pertunjukan, rambut mereka yang panjang terurai dikepang (koncet), sedang untuk pakaiannya, sering kali menggunakan baju kurung.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i Shadily, Hassan (1980).Ensiklopedia Inonesia.Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve.Hal 1067
  2. ^ a b "Senja Kala Wayang Cokek". Kompas.com. Kompas Web. 2009-12-10. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-02-05. Diakses tanggal 24 Mei 2014.