Fransiskus Patrisius
Fransiskus Patrisius adalah filsuf dari Roma, Damatia, Padua, Ferrara, pada abad ke-16. Dia dilahirkan pada tahun 1529 dan meninggal pada tahun 1597. Dia menulis sebuah kerya yang berjudul Filsafat Baru Ini menunjukkan pengaruh dari Neoplatonis yang menafsirkan yang universal ini sebagai refleksi dari "Cahaya" yang memiliki kekuatan Supremasi, dan ini berpijak di dalam sosok Ultima, diliputi sebuah dunia jiwa, dan tertata dengan prinsip yang Ultima itu tadi Dari Ultima yang Satu itu kemudian menyebar ke semua hal yang plural; namun melalui kekuatan Cinta dunia dari yang plural itu akan disatukan pada Yang Satu kembali. Menurut Patrisius, yang spiritual dan yang material saling bertentangan satu dengan yang lain, sebagai sebuah aktivitas perlawanan yang pasif. Dunia meteri melakukan sesuatu hanya jika dipengaruhi oleh yang spititual. Namun sejauh mana hal ini mempunyai kesatuan dan keterhubungan? Hal ini masih teka-teki. Jiwa dan terang harus menjadi mediator di antara keduanya. Maeri memiliki properti dari tekanan dan hambatan-hambatan. Pengetahuan kita dari ruang yang murni (kemurnian pikiran) lebih tepat daripada hal-hal yang berupa benda-benda itu. Patrisius berharap dengan teori itu dapat mempertemukan filsafat dengan iman Kriten, dan bahkan menjadi warisan kembali untuk gereja, terutama gereja-gereja di Jerman.[1]
Biografi | |
---|---|
Kelahiran | 25 April 1529 Cres (en) |
Kematian | 6 Februari 1597 (67 tahun) Roma |
Data pribadi | |
Agama | Gereja Katolik Roma |
Pendidikan | Universitas Padua (1547–) |
Kegiatan | |
Pekerjaan | filsuf, penulis fiksi ilmiah, trader, dosen, penerjemah, penyair, printer (en) |
Bekerja di | Universitas Roma La Sapienza (1592–1597) Universitas Ferrara (1575–1592) |
Murid dari | Bernardino Tomitano (en) , Marcantonio Genua (en) , Lazarus Buonamici (en) dan Francesco Robortello |
Murid | Tarquinia Molza (en) |
Karya kreatif | |
Karya terkenal
|
Dalam teologi, itulah sumbangan patrisius, yakni teologi alam. Bersama-sama dengan para ahli yang lain, akhirnya filsafat yang kembali ke alam ini mampu menggeser teologi yang sudah merasakan kejenuhannya. Dari sinilah nanti teologi lebih menghargai alam yang plural itu. Teologi dapat mengakui bahwa dia tidak tinggal sendiri di dunia, tetapi bekerja untuk kebaikan bagi semua yang ada di dunia.[2]
Referensi
sunting